Alhamdulillah.
Pertama:
Tidak boleh bagi orang yang berkurban untuk menjual kulit hewan kurban, karena dengan dikurbankan hewan tersebut dengan semua bagiannya adalah milik Allah. Apa yang sudah menjadi milik Allah tidak boleh mengambil gantinya. Karena itu, hewan kurban tidak boleh dibagi tukang menyembelihnya dengan tujuan sebagai upah.
Imam Bukhari (1717) dan Muslim (1317) meriwayatkan dari Ali radhiallahu anhu dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku untuk membagi-bagikan sembelihan onta (kurban) dan mensedekahkan daging dan kulitnya dan agar aku tidak memberikan tukang potong darinya.” Dia berkata, “Kami memberinya dari kami.”
Berkata (pengarang) dalam kitab Zadul Mustaqni, “Kulitnya tidak boleh dijual, tapi boleh dimanfaatkan.”
Syekh Ibnu Utsaiin rahimahullah berkata dalam Syarahnya (7/514), “Ucapannya ‘tidak boleh dijual kulitnya’ setelah disembelih, karena hewan tersebut semua bagiannya telah ditetapkan untuk Allah. Apa yang sudah ditetapkan untuk Allah, maka tidak boleh diambil imbalan darinya. Dalilnya adalah hadits Umar bin Khatab radhiallahu anhu, bahwa dia pernah memberikan seseorang seekor kuda untuk digunakan berjihad. Akan tetapi orang yang mengambilnya menyia-nyiakan kuda tersebut dan tidak merawatnya. Maka Umar minta izin kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk membelinya karen dia kira bahwa orang itu akan menjualnya dengan murah. Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jangan dibeli walau dia menjual dengan harga satu dirham.” Sebabnya adalah bahwa dia telah mengeluarkannya karena Allah dan sesuatu yang telah dikeluarkan seseorang karena Allah, maka tidak boleh ditarik kembali. Karena itu, tidak boleh bagi orang yang sudah meninggalkan negeri syirik untuk kembali lagi dan tinggal di sana. Karena dia telah keluar karena Allah dari negeri yang dia cintai, maka hendaknya dia tidak kembali kepada yang dia cintai jika meninggalkannya karena Allah Ta’ala. Juga karena kulit merupakan bagian dari binatang yang hidup seperti daging (maksudnya tidak boleh dijual sebagaimana dagingnya tidak boleh dijual).”
Adapun perkataan, “Tidak ada sesuatupun darinya.” Maksudnya adalah tidak boleh menjual sedikitpun bagian dari hewan kurban, seperti jantung, kaki, kepala, isi perut atau semacamnya. Alasannya adalah sebagaiman telah disebutkan.”
Demikian telah diketahui bahwa adalah memanfaatkan kulit atau mensedekahkannya kepada yang berhak dari kalangan fakir miskin.
Seandainya kulitnya telah disedekahkan kepada orang fakir, lalu orang fakir tersebut menjualnya, maka hal itu tidak mengapa bagi mereka berdua.
Syekh Muhammad Al-Mukhtar Asy-Syinqithi hafizahullah berkata, “Adapun jika ada perusahaan yang membeli kulit tersebut di tempat penyembelihan, lalu kulitnya diberikan kepada fakir, lalu sang fakir menjualnya ke syarikah tersebut, maka hal itu dibolehkan.” (Syarah Zadul Mustqni)
Kedua:
Adapun menjual kulitnya lalu uangnya disedekahkan, para ulama berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang membolehkan, dan ini merupakan mazhab Hanafi serta salah satu riwayat dalam mazhab Ahmad. Sementara jumhur ulama melarangnya.
Dikatakan dalam kitab “Tabyinul Haqaiq” (6/9), “Seandainya dijual dengan beberapa dirham lalu disedekahkan, maka hal itu dibolehkan, karena hal itu juga termasuk ibadah seperti sedekah dengan kulit atau daging.”
Ibnu Qayim rahimahullah berkata dalam Tuhfatul Maududu Bi Ahkamil Maulud, hal. 89, “Abu Abdillah bin Hamdan berkata, ‘Dibolehkan menjual kulitnya, isi perutnya, kepalanya lalu uangnya disedekahkan. Hal ini dinyatakan secara jelas oleh Imam Ahmad. Al-Khallal berkata, “Telah dikabarkan kepadaku Malik bin Abdul Hamid, bahwa Abu Abdullah (Imam Ahmad) berkata, ‘Sesungguhnya Ibnu Umar menjual kulit sapi.” Ishaq bin Manshur berkata, aku bertanya kepada Abu Abdillah, ‘Apa yang kita lakukan terhadap kulit hewan kurban?’ Dia berkata, ‘Manfaatkan dan uangnya disedekahkan?’ Aku bertanya, ‘Dijual dan disedekahkan?’ Dia berkata, ‘Ya, sebagaimana hadits Ibnu Umar.”
(Lihat Al-Inshaf, 4/93)
Asy-Syaukani rahimahullah berkata dalam ‘Nailul Authar’ (5/153), “Mereka sepakat bahwa dagingnya tidak boleh dijual, demikian pula dengan kulitnya. Sementara Al-Auzai, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan salah satu pandangan dalam mazhab Syafii membolehkannya. Mereka berkata, ‘Hendaknya uangnya disalurkan sebagaimana penyaluran hewan kurban.”
Karena itu, tidak mengapa memberikan kulit hewan kurban ke lembaga sosial yang akan menjualnya dan uangnya akan disedekahkan. Ini termasuk proyek yang bermanfaat. Karena kebanyakan orang tidak memanfaatkan kulit hewan kurban. Maka menjualnya dan uangnya disedekahkan akan mewujudkan manfaat yang dituju dalam syariat kurban, yaitu memberikan manfaat bagi kaum fakir. Yang penting terhindar dari larangan, yaitu orang yang berkurban mendapatkan ganti dari sesuatu yang telah dia kurbankan.
Peringatan, hewan kurban diberikan kepada orang kaya sebagai hadiah. Jika seseorang yang berkurban memberikan kulit kurban kepada lembaga sosial yang mengumpulkannya sebagai hadiah, maka hal itu tidak mengapa. Kemudian lembaga itu menjualnya dan mensedekahkan uangnya untuk proyek-proyek sosial yang mereka kehendaki.
Wallahua’lam.