Alhamdulillah.
Pertama,
Tidak diwajibkan haji kecuali bagi orang yang mampu. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً (سورة آل عمران: 97)
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imron: 97)
Termasuk mampu bagi wanita adalah dia mendapatkan mahram untuk bepergian bersama. Sehingga dia harus mempunyai nafkah yang mencukupi untuk dirinya dan mahramnya. Karena nafkah haji mahram dibebankan kepadanya. Karena dia bepergian untuk kemaslahatan dirinya. Kalau wanita tidak mendaptkan orang yang mendampinginya, atau tidak mencukupi dananya untuk itu, maka haji belum menjadi kewajiban baginya. Kalau haji tidak wajib baginya, maka dia tidak berdosa dan tidak dianggap lalai meninggalkannya. Dalam kondisi seperti ini, dia tidak dibolehkan (mencari) orang untuk menggantikan haji dan umrah untuknya. Cukup dia menunggu sampai Allah berikan kekayaan dan dimudahkan mendapatkan mahram kemudian melakukan haji sendiri.
Kedua,
Bagi seorang ayah, tidak dibolehkan melarang anak wanita atau anak lelakinya menunaikan haji wajib. Kalau dia mampu haji secara badan dan hartanya dan dia ada mahram bepergian dengannya, maka dia minta izin kepada ayahnya. Kalau ayah tidak mengizinkan, anda dibolehkan pergi meskipun tanpa izinnya. Karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq. Bukan berarti larangan seorang ayah sebagai sebab dibolehkan mewakilkan kepada orang lain untuk menghajikan dirinya. Karena larangan ini, ada kemungkinan bisa hilang.
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 4/70 menukilkan akan kesepakatan para ulama bahwa orang tahanan tidak dibolehkan kewajiban hajinya digantikan orang lain. Karena ada harapan keluar dari penjara. Hal itu telah ada penjelasan dalam jawaban soal no. 41950.