Alhamdulillah.
Wadi’ah (deposito) adalah sesuatu yang dititipkan kepada orang lain untuk menjaganya tanpa memiliki hak untuk memakainya, hal ini sama dengan apa yang dinamakan dengan kotak amanah (Kotak Simpanan Aman) yang ada di hotel dan yang lainnya, kemungkinan ada juga di sebagian bank.
Sedangkan yang dinamakan deposito bank adalah diluar pengertian tersebut; karena bank tidak menjaga dana tersebut tapi memutarnya.
Hal itu dari sisi nama, adapun dari sisi hukumnya maka deposito bank itu ada dua macam:
Pertama: Deposit non-investasi
Deposit non-investasi, yang disebut deposit giro, atau rekening giro, sifatnya adalah seorang nasabah menaruh uangnya di bank dan bisa diambil kapan saja, tanpa mendapatkan keuntungan dibalik penyimpanannnya tersebut, aktifitas ini tidak masalah karena pada dasarnya hal itu merupakan pinjaman dari nasabah untuk bank, namun jika bank tersebut adalah bank ribawi maka tidak boleh menitipkan kepadanya; karena ia akan mendapatkan manfaat dari dana tersebut dan akan menguatkan aktifitas haramnya tersebut. Kecuali jika nasabah itu butuh untuk menjaga uangnya di bank, dan tidak ada bank yang Islami untuk menjaga hartanya, maka tidak masalah ia mengamankan hartanya di bank ribawi.
Baca juga jawaban soal nomor: 22392 .
Kedua: Deposit investasi
Ciri-cirinya adalah seorang nasabah menaruh hartanya di bank dengan imbalan keuntungan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
Deposit semacam ini ada beberapa macam, ada yang boleh dan ada yang haram.
Di antara yang dibolehkan hendaknya akad yang dilakukan antara nasabah dengan bank adalah akad mudharabah, yaitu; bank mengembangkan harta nasabah tersebut pada proyek-proyek yang mubah dengan imbalan sekian persen keuntungan, dalam hal ini ada beberapa syarat:
- Hendaknya bank mengelola dana dari nasabah pada proyek-proyek mubah, seperti mendirikan proyek-proyek yang bermanfaat, membangun pemukiman dan lain-lain, dan tidak boleh mengembangkan dana tersebut untuk membangun bank ribawi atau rumah cinema, atau meminjamkan uang kepada mereka yang membutuhkan dengan cara riba, dan atas dasar itulah maka diharuskan untuk mengetahui kebiasaan investasi yang dilakukan oleh bank.
- Tidak ada jaminan pada dana pokok, pihak bank tidak berkewajiban untuk mengembalikan dana pokok saat bank mengalami kerugian, selama pihak bank tidak sembarangan dalam investasi yang menjadi penyebab kerugian tersebut; karena jika dana pokok tersebut terjamin maka hal itu menjadi akad piutang sebenarnya, dan dana tambahan yang dihasilkan tersebut dianggap sebagai riba.
- Hendaknya jumlah keuntungan tersebut sudah disepakati diawal, namun ditentukan sekian persen dari keuntungan bukan dari dana pokoknya, maka salah satu dari keduanya misalnya mendapatkan 1/3 atau ½ atau 20 % dari keuntungan dan sisanya untuk pihak satunya. Akad tersebut tidak sah jika keuntungan tersebut tidak ditentukan, pada ulama fikih telah menetapkan bahwa mudharabah menjadi rusak saat sekian persen keuntungannya tidak diketahui.
Yang termasuk akad yang diharamkan adalah:
- Dana pokoknya dalam kondisi terjamin, seorang nasabah menitipkan 100 misalnya, untuk mendapatkan kira-kira 10 % dengan jaminan yang 100 tadi tetap utuh, maka hal ini adalah pinjaman ribawi, dan itulah yang terjadi di banyak bank. Ini bisa disebut deposito, sertifikat investasi, atau buku tabungan, dan bunganya dapat didistribusikan secara berkala, atau dengan lot (diundi), seperti dalam sertifikat investasi kategori (C)., semua itu hukumnya haram, dan telah dijelaskan sebelumnya pada jawaban soal nomor: 98152 dan 97896.
- Pihak bank mengelola dana nasabah pada proyek-proyek yang haram, seperti membangun rumah sinema, desa-desa wisata yang marak tersebar kemungkaran dan dosa di dalamnya, maka diharamkan untuk investasi dana pada bank tersebut karena ada sisi saling membantu dalam hal dosa dan permusuhan.
Inilah kesimpulan terkait dengan deposito yang dilakukan oleh banyak bank.
Telah disebutkan dalam keputusan Majma’ Fikih Islami yang menginduk pada Organisasi Mu’tamar Islami berikut ini:
“Pertama:
Giro (rekening koran) baik yang ada pada bank Islami atau bank ribawi semua itu termasuk piutang jika dilihat dari kacamata fikih, karena bank yang dipasrahi deposito ini sebagai penjamin bagi dana tersebut, maka ia secara syar’i wajib mengembalikannya jika diminta.
Dan tidak ada pengaruhnya pada hukum piutang menjadikan bank sebagai pihak yang berhutang sementara.
Kedua:
Deposito bank dibagi menjadi dua bagian sesuai dengan realitas interaksi perbankan:
- Deposito dengan bunga, sebagaimana di dalam bank ribawi adalah piutang ribawi yang diharamkan, baik dalam jenis giro (rekening giro), atau deposito berjangka, atau deposito dengan pemberitahuan, atau rekening tabungan.
- Simpanan yang diserahkan kepada bank yang benar-benar terikat pada ketentuan Syariah Islam dengan akad investasi atas bagian keuntungannya adalah modal mudharabah, dan ketentuan mudharabah (pinjaman) dalam yurisprudensi Islam berlaku bagi mereka, termasuk ketidakmampuan mudarib (bank) untuk menjamin modal mudarabah”.
(Majalah Majma’ Fikih: edisi: 9, jilid: 1, hal: 931)
Dan bank Faishal jika ia berkomitmen dengan rambu-rambu ini, di antaranya dengan menginvestasikan dana pada proyek-proyek yang mubah, dan tidak ada jaminan modal bagi nasabah dan bersepakat bersama untuk keuntungan sekian persen, maka tidak masalah mentitipkan dana kepadanya dengan deposito investasi, sebagaimana tidak masalah untuk membuka rekening koran di dalamnya.
Wallahu A’lam