Sabtu 18 Syawal 1445 - 27 April 2024
Indonesian

Apa Yang Selayaknya Dilakukan Bagi Orang Yang Mendapatkan Tasyahud Dalam Shalat Jumat?

Pertanyaan

Apa yang perlu dilakukan seorang muslim ketika shalat Jumat tidak mendapatkan kecuali tasyahud saja? Dalam kondisi dimana seorang muslim terhalang menghadiri shalat atau terlambat disebabkan sesuatu diluar dari kendalinya, seperti bus yang menjemputnya tiba-tiba rusak. Apakah dia berdosa? Apakah telah kehilangan semua pahala yang mungkin dia dapatkan seperti waktu doa yang mustajabah? Dan selain dari itu?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Untuk mendapatkan shalat Jumat minimal mendapatkan satu rakaat bersama imam, dan untuk mendapatkan satu rakat minimal dengan mendapatkan rukuk bersama imam. Kalau dia ikut imam sebelum imam bangun dari rukuk pada rakaat kedua, maka dia telah mendapatkan shalat (Jumat). Maka jika demikian, dia tinggal menyempurnakan shalatnya setelah imam salam dengan berdiri dan menyelesaikan sisa rakaatnya (satu rakat lagi).

Namun kalau dia mengikuti imam setelah imam berdiri dari rukuk di rakaat kedua, maka telah lewat baginya shalat Jumat dan dia tidak mendapatkannya. Dengan demikian, dia harus menunaikan shalat Zuhur, maka dia berdiri setelah imam salam dan menyempurnakan shalat empat rakat. Maka shalatnya adalah shalat Zuhur bukan shalat Jumat. Ini adalah mazhab jumhur (mayoritas) para ulama dari kalangan Malik, Syafi’i dan Ahmad rahimahumullah. Silahkan lihat kitab Al-Majmu karangan Imam Nawawi, 4/558.

Mereka berdalil dengan beberapa dalil di antaranya adalah:

  1. Sabda nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

من أدرك ركعة من الصلاة فقد أدرك الصلاة (رواه البخاري، رقم 580 و مسلم، رقم 607)

“Siapa yang mendapatkan rakaat dalam shalat, maka dia telah mendapatkan shalat.” (HR. Bukhari, no. 580 dan Muslim, no. 607).

  1. Apa yang diriwayatkan oleh Nasa’i dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

من أدرك ركعة من الجمعة أو غيرها فليضف إليها أخرى وقد تمت صلاته (صححه الألباني في الإرواء، رقم 622)

“Siapa yang mendapatkan satu rakaat pada shaat Jumat atau (shalat) lainnya, maka tambahkan sisanya, maka dia telah sempurna shalatnya.” (Dishahihkan oleh Al-Albany dalam kitab Irwa’ul Ghalil, no. 622).

Kalau seseorang ketinggalan shalat karena ada uzur diluar kehendaknya, misalnya kendaraannya mogok, seperti yang disebutkan oleh penanya, atau uzur semisal itu seperti ketiduran atau kelupaan- maka hal itu tidak mengapa dan dia tidak berdosa, berdasarkan firman Allah ta’ala:

وليس عليكم جناح فيما أخطأتم به ولكن ما تعمدت قلوبكم

سورة الاحزاب: 5

“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.” (QS. Al-Ahzab: 5)

Kondisi semacam ini juga berlaku bagi orang yang tidak sengaja ketinggalan shalat.

Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sasllam:

إن الله وضع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه (رواه ابن ماجه وصححه الألباني في الإرواء، رقم 82)

“Sesungguhnya Allah menggugurkan (dosa) untuk (kesalahan) umatku, apabila dia tidak sengaja, lupa dan terpaksa.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albany dalam kitab Irwa’ul Ghalil, no. 82).

Hal seperti ini, jika dia benar-benar jujur dan berniat kuat menunaikan shalat seandainya tidak ada uzur, maka dia akan mendapatkan pahala secara sempurna. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى (رواه  البخاري، رقم 1، ومسلم، رقم 1907)

“Sesungguhnya suatu amalan itu tergantung dari niatan-niatan. Dan setiap orang sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Bukhori, no. 1 dan Muslim, no. 1907)

Juga berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam kepada para shahabatnya ketika  beliau kembali dari perang Tabuk:

إِنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالا مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلا قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلا شَرِكُوكُمْ فِي الأَجْرِ ، حَبَسَهُمْ الْمَرَضُ (رواه مسلم، رقم  1911)

“Sesungguhnya di kota Madinah ada beberapa orang yang  tidaklah  kalian berjalan dan menempuh lembah melainkan mereka ikut mendapatkan pahala bersama kalian. Mereka terhalang karena sakit.” (HR. Muslim, no. 1911).

Wallahu a’lam

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid