Kamis 25 Jumadits Tsani 1446 - 26 Desember 2024
Indonesian

Masuk Bersama Imam Dengan Niatan Bukan Dengan Niatan Imamnya

Pertanyaan

Kalau ada jamaah shalat menunaikan shalat asar, salah seorang masuk bersama mereka ikut shalat dia menyangka itu adalah shalat zuhur. Akan tetapi di dapatkan di sela-sela shalat bahwa itu shalat asar. Apa yang seharusnya dilakukan ketika merubah niatannya di sela-sela shalat? Apakah memutus shalat langsung dan takbir ihram sekali lagi?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Penanya ini tidak lepas dari dua kondisi:

Kondisi pertama: penanya telah menunaikan shalat zuhur kemudian masuk bersama mereka dalam shalat asar dengan niatan shalat zuhur karena lupa kemudian teringat di tengah-tengah shalat bahwa ini adalah shalat asar. Dalam kondisi seperti ini, tidak sah merubah niatannya dengan meniatkan asar, bahkan harus diputus shalatnya. Kemudian takbir dan masuk bersama imam lagi dengan niatan asar. Karena niat termasuk syarat sahnya shalat. Kaidah dalam bab ini adalah (maksudnya dalam bab niat dalam shalat) bahwa siapa yang merubah niatnya dari shalat tertentu baik itu wajib maupun sunah ke shalat tertentu lainnya, maka shalat yang dilakukannya batal. Dan tidak terjadi pada shalat lainnya. Bisa terjadi dengan meniatkan memutus shalat yang diniatkan pertama, kemudian takbirul ihiram meniatkan untuk shalat lainnya. Wallahu a’lam silahkan melihat ‘Syarkh Mumti’, (2/296).

Kondisi kedua: sejak awal dia belum shalat zuhur dan masuk masjid sementara mereka menunaikan shalat asar. Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya, “Kalau seseorang terlambat shalat seperti zuhur, dan dia teringat padahal telah ditunaikan shalat asar. Maka beliau menjawab, “Yang dianjurkan bagi orang yang teringat dalam pertanyaan agar shalat bersama jamaah yang ada shalat zuhur dengan niatan (maksudnya niatan zuhur) kemudian shalat asar setelah itu karena wajibnya berurutan (tartib). Tidak gugur berurutan karena khawatir terlewat jamaah.” Selesai

Dalam tempat lain beliau mengatakan, “Tidak merusak perbedaan niatan antara imam dan makmum menurut pendapat yang kuat dikalangan ahli ilmu. Wallahu a’lam

Fatawa Syekh Ibnu Baz rahimahullah (Juz/12  hal. 190-191).

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid