Rabu 27 Rabi'uts Tsani 1446 - 30 Oktober 2024
Indonesian

Bagaimana Pedagang Merealisasikan Tawakkal Kepada Allah

Pertanyaan

Saya ingin mengetahui bagaimana cara bertawakal bagi para pedagang?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Bertawakal kepada Allah dalam berbagai kebutuhan seorang muslim termasuk di antara tanda-tanda keimanan. Lebih ditekankan lagi hal itu bertawakal kepada Allah dalam masalah rezki dan cara mendapatkannya.

Abu Hatim Ibnu Hibban rahimahullah mengatakan, “Seharusnya bagi orang yang berakal, senantiasa bertawakal kepada Dzat yang menanggung rezekinya, dimana tawakal itu adalah rantai keimanan (rantai tempat menata butiran-butiran) dan pendamping tauhid. Dia adalah sebab yang menjadikan hilangnya kefakiran, mendatangkan ketenangan. Tidaklah seseorang bertawakal kepada Allah Jalla wa ala dengan ketulusan hatinya, sampai dia lebih percaya, dengan keyakinan jaminan dari Allah,  bahwa apa yang ada pada Allah lebih dia yakini dibanding apa yang ada di tangannya, maka Allah tidak akan menyerahkan urusanya kepada sang hamba, dan rezeki akan mendatanginya dari jalan yang tidak dia duga.

Mansur bin Muhamma Al-Karazi mendendangkan nasyid:

توكلْ على الرحمن في كلِّ حاجةٍ ... أردتَّ فإن الله يقضي ويَقْدُرُ

متى ما يُرِدْ ذو العرش أمراً بعبده ... يُصِبْه ، وما للعبد ما يتخَيَّر

وقد يَهلك الإنسانُ من وجه أَمْنِه ... وينجو بإذن الله من حيث يَحْذَر

Bertawakkallah kepada Rahman (Allah) dalam semua kebutuhan ###

Yang anda menginginkan, sesungguhnya Allah menentukan dan mengaturnya

Kapan saja pemilik Arsy menetapkan satu perkara menimpa hamba-Nya ###

Maka seorang hamba tidak mempunyai pilihan

Terkadang seseorang celaka saat dia merasa aman ###

Sedangkan  dia selamat dengan izin Allah dari perkara yang dia takutkan.

(Raudhotul uqala’ Wa Nuzhatul Fudhola, Hal. 153-154).

Sementara cara bertawakal dalam perniagaan, selayaknya seorang hamba memperhatian berikut ini:

  1. Meyakini bahwa Allah taala telah membagi rizki di antara makhluknya dan menentukan hal itu sejak zaman azali.

Abu Hatim Ibnu Hibban rahimahullah mengatakan, “Orang yang berakal mengetahui bahwa rezeki telah diselesaikan (takdir pembagiannya) dan disimpan oleh Yang Maha Tinggi lagi Mahpenuh keyakinan bahwa rezekinya akan datang dari sesuatu yang tidak disangka-sangka.” (Raudhatul Uqala wa Nuzhatul fudhala. Hal. 155)

  1. Dalam ikhtiarnya mencari rizki, dia memutuskan hubungannya dengan selain Allah taala.

Abu Hatim Ibnu Hibban rahimahullah mengatakan, “Tawakal adalah memutuskan ketergantungan hati dan berpaling dari makhluk, ditambah dengan menghadirkan rasa butuh kepada Dzat yang dapat membolak balikkan keadaan. Terkadang seseorang itu dimudahkan dalam urusan dunia saat dia bertawakal dan jujur dalam tawakkalnya.

Yaitu apabila ada dan tidak bagi dirinya adalah dua hal yang tidak ada bedanya. Dia bersyukur ketika ada dan ridha ketika tidak ada. Bisa jadi seseorang tidak dapat meraih apapun dalam urusan dunia dengan berbagai macam cara ketika dia tidak bertawakkal, yaitu apabila yang ada lebih dicintai dibandingkan tidak ada. Maka saat tidak ada dia tidak puas dengan keadaanya, dan saat ada dia tidak mensyukuri kedudukannya.”  (Raudhotul uqola’ wa Nuzhatul Fudhola, hal. 156)

  1. Hendaknya hati orang yang mencari rizki bersandar kepada Allah Tuhannya. Disertai dengan mencurahkan sebab-sebab, dan berusaha untuk mendapatkannya. Di antara yang menunjukkan bahwa tawakkal itu mengambil sebab-sebab adalah apa yang telah ada dari Abu Tamim Al-Jaisyani berkata, saya mendengar Umar mengatakan, saya mendengar Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Jika kalian benar-benar bertawakal kepada Allah, pasti akan diberi rizki sebagaimana burung, mereka pergi pagi-pagi dalam kondisi perut kosong, sore hari pulang dalam kondisi perutnya kenyang.” (HR. Tirmizi, no. 2344, Ibnu Majah, no. 4164 dishahihkan oleh Al-Albani di Shahih At-Tirmizi)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Berusaha dalam melakukan sebab itu tidak meniadakan tawakkal. Lalu beliau menyebutkan hadits di atas. Maka ditetapkan pergi pagi-pagi dan sore hari untuk mencari rizki disertai tawakal kepada Allah azza wajalla. Dia yang telah menyediakan dan menggerakan dan menjadikan sebabnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 8/179).

Syaikhul Islam Inu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Hendaknya seorang hamba hatinya bersandar kepada Allah, bukan kepada sebab diantara sebab-sebab yang ada. Dia Allah yang Maha menundukkan, menggerakkan dan menghadirkan sebab yang mendatangkan kebaikan baginya di dunia dan akhirat.” (Majmu Fatawa, 8/528).

Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan, “Tawakkal itu menggabungkan dua hal.

Pertama, bersandar kepada Allah, dan beriman bahwa Dia adalah sumber dari segala sebab. Bahwa takdirnya pasti akan terlaksana dan Allah Taala telah menentukan segala urusan, menetapkan dan menulisnya.

Kedua: Melakukan sebab-sebab. Tawakal bukan meniadakan sebab, tapi tawakkal adalah menggabungkan antara mengambil sebab dan bersandar kepada Allah. Siapa yang meniadakan sebab, maka dia telah menyalahi syariat dan akal.” (Fatawa Syekh Ibnu Baz, 4/427).

Silahkan melihat selengkapnya perkataan dua imam tadi dan perinciannya dalam permasalahan ini di jawaban soal no. (118262)

  1. Berprasangka baik kepada Allah taala, kembali kepada-Nya dengan berdoa, meminta dan memohon (kepada-Nya).  Syaikhul Islam mengatakan, “Semestinya orang yang berharap urusan rezeki agar kembali kepada Allah dan berdoa kepada-Nya, sebagaimana firman Allah subhanahu yang disabdakan lewat Nabi-Nya sallallahu’alihi wa sallam:

كُلُّكُمْ جَائِعٌ إِلاَّ مَنْ أَطْعَمْتُهُ فَاسْتَطْعِمُونِى أُطْعِمْكُمْ يَا عِبَادِى كُلُّكُمْ عَارٍ إِلاَّ مَنْ كَسَوْتُهُ فَاسْتَكْسُونِي أَكْسُكُمْ (رواه مسلم)

“Kalian semuanya itu kelaparan kecuali orang yang saya kasih makanan, maka mintalah makanan kepada-Ku, maka Saya akan beri makanan, wahai Hamba-Ku, kalian semua itu telanjang, kecuali orang yang saya beri pakaikan, maka mintalah kepada-Ku pakaian, maka saya akan beri pakaian. HR. Muslim.

Silakan lihat perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang berbobot di Jawaban soal no. (21575).

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam