Selasa 7 Syawal 1445 - 16 April 2024
Indonesian

Adab Makan Dengan Dalil Secara Terperinci

13348

Tanggal Tayang : 22-04-2023

Penampilan-penampilan : 1427

Pertanyaan

Apa adab makan dalam Islam?

Alhamdulillah.

Dalam makan ada adabnya dalam syariat Islam, dan hal itu dibagi menjadi beberapa bagian:

Pertama:

Adab sebelum makan:

  1. Mencuci kedua tangan sebelum makan, selayaknya mencuci kedua tangan sebelum makan. Agar ketika makan keduanya dalam kondisi bersih. Agar tidak merusak dirinya kalau ada kotoran pada tangannya.
  2. Di antara adab makan adalah menanyakan tentang makanan, kalau dia sebagai tamu kepada seseorang sementara dia tidak mengetahui (maksudnya tidak mengetahui jenis makanannya) dan dia tidak yakin (kehalalan) makanan yang disuguhkannya. Dahulu Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam tidak memakan suatu makanan sampai beliau diberitahu atau disebutkan kepadanya sehingga beliau mengetahui apa makanan itu.

Telah diriwayatkan oleh Bukhori dari Kholid bin Walid bahwa beliau masuk bersama Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam di rumah Maimunah, beliau adalah bibinya dan bibinya Ibnu Abbas didapati disisinya dhob (semacam kadal padang pasir) dipanggang, saudarinya hafidzah bintu Al-Harits dari Najd menyuguhkan dhob kepada Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Biasanya beliau ketika disuguhkan makanan seringkali disebutkan atau diberi tahun namanya untuk beliau. Kemudian Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam tangannya mau mengambilnya, lalu ada salah seorang wanita yang hadir mengatakan, “Tolong diberitahu Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bahwa apa yang kalian suguhkan adalah dhob (semacam biawak padang pasir), maka tangan Rasulullah diangkat (tidak jadi mengambil) dhob. Maka Kholid bin Walid menanyakan, ‘Wahai Rasulullah, apakah dhob itu haram?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, akan tetapi dia belum pernah kami dapatkan di tempat kaumku, sehingga saya merasa jijik. Maka Kholid mengatakan, “Maka saya tarik dan saya makan, sementara Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam memandang diriku.” (HR. Bukhori, no. 5391 dan Muslim, no. 1946)

Ibnu Tin mengatakan, “Sesungguhnya orang Arab dahulu tidak jijik dari makanan karena sedikitnya makanan pada mereka. Tapi beliau sallallahu alaihi wa sallam terkadang merasa jijik pada sebagian sesuatu. Oleh karena itu beliau bertanya. Ada kemungkinan dahulu beliau bertanya karena dalam syariat ada sebagian hewan yang haram dan yang dibolehkan. Dahulu mereka tidak mengharamkan sedikitpun. Terkadang mereka membawa hewan yang sudah dipanggang atau telah dimasak sehingga tidak bisa dibedakan dengan lainnya kecuali dengan bertanya tentangnya. (Fathul Bari, (9/534).

  1. Bersegerah untuk memakan ketika disuguhkan makanan dari tuan rumahnya. Karena di antara sikap memulialan tamu adalah bersegera menyuguhkan makanan kepadanya. Dan di antara sikap memuliakan pemilik rumah adalah bersegera menerima makanannya dan memakan darinya. Karena mereka ketika melihat tamunya tidak makan, khawatir ada persangkaan buruk. Maka bagi tamu, hendaknya memperhatikan perasaan tuan rumahnya dengan bersegera menuju makanannya karena hal itu dapat menenangkan hatinya.
  2. Membaca basmalah sebelum makan: (Wajib) membaca basmalah sebelum makan. Maksud tasmiyah pada makanan adalah bacaan ‘Bismillah’ di awal makan. Dari Ummi Kultsum dari Aisyah radhihallahu’anha sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِيَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِي أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ  (رواه الترمذي، رقم 1858  وأبو داود، رقم 3767  وابن ماجه، رقم 3264، وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود، رقم  3202 ) .

“Kalau salah seorang dari kalian maka, maka sebutlah nama Allah ta’ala, kalau lupa menyebut nama Allah ta’ala di permulaannya, maka katakan ‘Bismillah awwalahu wa akhirahu’ (HR. Tirmizi, no. 1858 Abu Dawud, no. 3767, Ibnu Majah, no. 3264, dishahehkan oleh Al-Albany dalam Shahih Sunan Abi Dawud, no. 3202)

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Umar bin Abu Salamah berkata:

كُنْت غُلَامًا فِي حِجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ ، فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : " يَا غُلَامُ : سَمِّ اللَّهَ ، وَكُلْ بِيَمِينِك ، وَكُلُّ مِمَّا يَلِيك " رواه البخاري ( 5376 ) ومسلم ( 2022 ) .

“Dahulu saya adalah anak kecil di rumahnya Rasulullah sallalahu’alihi wa sallam, dahulu tanganku kesana kemari di tempayan piring, maka Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda kepada diriku,”Wahai anak kecil, bacalah Bismillah, makanlah memakai tangan kanan dan makan apa yang ada didekat anda.” (HR. Bukhori, no. 5376 dan Muslim, no. 2022)

Kedua: Adab Saat Makan

  1. Makan memakai tangan kanan:

(Wajib) bagi orang Islam makan memakai tangan kanan dan tidak makan pakai tangan kiri. Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

لا يَأْكُلَن أَحَدٌ مِنْكُمْ بِشِمَالِهِ ، وَلَا يَشْرَبَنَّ بِهَا ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِهَا (رواه مسلم، رقم  2020 ) .

“Jangan salah seorang diantara kalian makan pakai tangan kiri, dan jangan minum dengannya. Karena setan makan dan minum dengan tangan kiri. HR. Muslim, (2020).

Hal ini ketika tidak ada uzur (alasan). Kalau ada alasan yang menghalangi makan atau minum dengan tangan kanan karena sakit atau luka atau alasan lainnya, maka (tidak mengapa makan ) dengan tangan kiri.

Dalam hadits memberikan isyarat bahwa seseorang selayaknya menjauhi perbuatan yang mirip dengan perbuatan setan.

  1. Makan yang di hadapannya.

Disunnahkan seseorang makan dengan apa yang ada didekatnya langsung. Tangannya jangan menjulurkan ke tempat dekat orang lain. juga jangan ke tengah makanan. Berdasarkan sabda Nabi sallalahu’alaihi wa sallam kepada Amr bin Abi Salamah,”Wahai anak kecil, bacalah (dengan menyebut nama) Allah, makan pakai tangan kanan dan makan apa yang ada di dekat anda.” (HR. Bukhori, no. 3576 dan Muslim, no. 2022)

Dan karena kalau seseorang mengambila makanan di bagian milik sahabatnya, maka itu termasuk sikap yang buruk dan tidak menjaga diri (muru’ah). Terkadang temannya merasa tidak nyaman terutama kalau itu kuah dan semisalnya. Hal itu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas sesunggunya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:;

إنَّ الْبَرَكَةَ تَنْزِلُ وَسَطَ الطَّعَامِ ، فَكُلُوا مِنْ حَافَّتَيْهِ وَلَا تَأْكُلُوا مِنْ وَسَطِهِ (رواه الترمذي، رقم 1805 وابن ماجه، رقم 3277، وصححه الألباني في صحيح الجامع، رقم 829)

“Sesungguhnya keberkahan itu turun di tengah makanan, maka makanlah yang ada kedua sisinya dan jangan makan di tengahnya.” (HR. Tirmizi, no. 1805 Ibnu Majah, no. 3277, dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami’, no. 829).

Kecuali kalau makanan itu kurma atau banyak macamnya, dinukilkan akan diperbolehkannya banyaknya tangan di nampan dan semisalnya.

  1. Membersihkan tangan setelah makan.

Sudah mendapatkan sunah kalau sekedar membersihkan dengan air. Ibnu Ruslan berkata, “Yang lebih utama adalah membersihkan tangan dengan sabun atau yang semakna itu.” (Silakan melihat kitab ‘Tuhfatul ahwadzi, 5/485.. Mencuci (tangan) ini dianjurkan sebelum dan sesudah makan. Meskipun seseorang itu sudah mempunyai wudhu.

  1. Berkumur setelah makan.

Berkumur setelah makan itu dianjurkan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Basyir bin Yasar dari Suwaid bin Nu’man bahwa beliau memberitahukan bahwa mereka pernah bersama Nabi sallallahu’alaihi wa sallam di kota ‘Shohba’ –yaitu tempat lapang di Khoibar- kemudian datang waktu shalat. Lalu beliau minta dibawakan makanan, namun tidak didapati makanan kecuali sawik, maka kami makan bersamanya kemudian beliau meminta air dan beliau berkumur. Kemudian shalat dan kita juga shalat tanpa berwudhu lagi.” (HR. Bukhori, no. 5390)

  1. Mendoakan orang yang menjamu.

Telah diriwayatkan Anas sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam datang ke Sa’ad bin Ubadah kemudian datang (menyuguhi) roti dan minyak kemudian dimakannya. Kemudian Nabi sallallahu’alaihi wa sallam berdoa:

أَفْطَرَ عِنْدَكُمْ الصَّائِمُونَ ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمْ الْأَبْرَارُ ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمْ الْمَلائِكَةُ (رواه أبو داود، رقم 3854 وصححه الألباني في صحيح سنن أبي داود، رقم 3263 )

“Telah berbuka disisi kalian orang-orang yang berpuasa, dan telah makan makana kalian yang baik, sementara para malaikat mendoakan untuk kalian.” (HR. Abu Dawud, no. 3854, dishahihkan oleh Al-Albany dalam kitab Shahih Sunan Abi Dawud, no. 3263)

  1. Makan dengan mempergunakan tiga jemari.

Yang sesuai sunah adalah makan dengan tiga jemari. Qaddh Iyadh mengatakan, “Makan dengan memakai lebih dari itu termasuk suatu kejelekan dan adab yang buruk. Karena tidak terpaksa oleh karena itu dapat mengepalkan makanan dan menahannya darinya dengan tiga jemari. Kalau terpaksa makan dengan menggunakan lebih dari tiga jemari karena ringannya makanan dan tidak dapat dikepalkan maka bisa dibantu dengan empat atau lima jemari. Silahkan melihat ‘Fathul Bari, (9/578). Hal ini kalau dia makan dengan tangan, dan tidak mengapa makan dengan menggunakan sendok dan semisalnya.

  1. Memakan makanan yang tercecer.

Kalau ada makanan yang terjatuh, hendaknya diambil makanan dan membersihkan kotorannya setelah itu dimakan jangan dibiarkan untuk setan. Karena dia tidak mengetahui tempat berkahnya makanan. Bisa jadi di makanan yang jatuh ini.

Maka kalau membiarkannya, akan hilang keberakahan makanan berdasarkan hadits Anas bin Malik sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallamdahulu kalau beliau makan makanan, beliau menjilati jari jemarinya yang tiga. Berkata, dan beliau bersabda kalau makanan kalian jatuh, maka bersihkan kotorannya dan makanlah, jangan biarkan untuk setandan beliau memerintahkan kepada kita membersihkan piring. Seraya beliau bersabda, “Karena sesungguhnya kalian tidak mengetahui dimakanan yang mana ada berkahnya.” (HR. Muslim, no. 2034)

  1. Jangan bersandar ketika makan.

Hal itu berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, “Saya tidak makan dalam kondisi bersandar.” (HR. Bukhari, no. 5399). Dan ada perbedaan tentang sifat bersandarnya.

Ibnu Hajar berkata, “Ada perbedaan tentang sifat ittika’ (bersandar). Ada yang berkata bahwa maksudnya adalah uduk dengan santai ketika makan dengan cara apapun. Ada yang berkata ‘miring ke salah satu sisinya.’ Ada yang berkata, ‘Bersandar ke tangan kirinya di tanah…’ Ibnu ‘Adi mengeluarkan dengan sanad lemah, “Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menghardik seseorang yang bersandar ke tangan kirinya ketika makan.” Malik mengatakan, “Hal itu termasuk jenis macam bersandar. Saya berkata, “Dalam hal ini Malik memberikan isyarat makruhnya semua yang dikatakan orang makan dalam kondisi bersandar, tidak dikhususkan dengan sifat tertentu. (Fathul Bari, (9/541)

  1. Tidak meludah dan mengeluarkan dahak ketika makan kecuali dalam kondisi terpaksa
  2. Diantara adabnya adalah makan bersam-sama.

Juga dianjurkan berbincang dengan sesuatu yang tidak diharamkan, makan Bersama anak kecil dan istri-istrinya, jangan mengkhususkan suatu makanan untuk diri sendiri kecuali ada alasan seperti obat. Bahkan dia dahulukan orang lain ketimbang diri sendiri seperti sekerat daging atau roti yag lembek atau makanan yang lezat. Kalau tamunya sudah selesai dari makanan dan telah mengangkat tangannya, pemilik makanan hendaknya mengatakan, ‘Ayo makan lagi.’ diulang-ulang lagi sampai dia yakin tamunya sudah kenyang, tidak ditambah lebih dari tiga kali. Lalu dia tusuk gigi  dan tidak menelan apa yang keluar dari giginya, tetapi membuangnya..

Ketiga: adab makan setelah selesai.

Di antaranya, disunahkan bagi orang yang makan membaca sesuatu yang pujian kepada Allah dan berdoa setelah selesai makan. Dahulu Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika tempat makanannya diangkat, beliau berdoa:

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلا مُوَدَّعٍ وَلا مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا  (رواه البخاري، رقم  5458 )

“Segala puji hanya milik Allah dengan pujian yang banyak, baik dan penuh keberkahan tidak membutuhkan kepada seorangpun, dan tidak ditinggalkan serta merasa membutuhkan kepada Tuhan Kami.” (HR. Bukhori, no. 5458)

Dahulu Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam kalau makan makanan selain susu, beliau berdoa:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ ، وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ " وَإِذَا شَرِبَ لَبَنًا قَالَ : " اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ ، وَزِدْنَا مِنْهُ  (رواه الترمذي، رقم 3377 وحسنه الألباني في صحيح الجامع، رقم 381 )

“Ya Allah berkahilah kami di dalamnya, dan berikan makanan kepada kami yang lebih baik darinya. Dan ketika minum susu beliau berdoa,”Ya Allah berikan keberkahan untuka kami di dalamnya dan tambahlan kami darinya.” (HR. Tirmizi, no. 3377  dan dihasankan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami’, no. 381)

Telah diriwayatkan Ibnu Abbas radhia’anhunhuma sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَطْعَمَهُ اللَّهُ طَعَامًا فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ ، وَمَنْ سَقَاهُ اللَّهُ لَبَنًا فَلْيَقُلْ : اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَزِدْنَا مِنْهُ (رواه الترمذي، رقم 3455  وحسنه الألباني في صحيح سنن الترمذي، رقم 2749 ) .

“Siapa yang diberi makanan oleh Allah suatu makanan, hendaknya dia b 'rdoa, ‘Ya Allah berkahi kami darinya dan berikan makanan yang lebih baik darinya. Dan siapa yang diberi minuman susu oleh Allah hendaknya dia berdoa, ‘Ya Allah berkahi kami di dalamnya dan tambahi untuk kami darinya.” (HR. Tirmizi, no. 3455 dan dihasankan oleh Al-Albany di ‘Shahih Sunan At-Tirmizi, 2748)

Keempat: adab doa secara umum dalam makan

  1. Tidak mencela makanan. Diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu’anhu berkata,

 مَا عَابَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم طَعَامًا قَطُّ ، إنْ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ ، وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ (رواه البخاري، رقم 3370 ومسلم، رقم 2046)

“Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah sama sekali mencela makanan, kalau beliau menyukainya, beliau makan. Kalau tidak menyukainya beliau tinggalkan.” (HR. Bukhori, no. 3370 dan Muslim, no. 2046).

Maksudnya adalah makanan yang mubah, adapun kalau yang haram maka beliau menghinanya dan mencelanya serta melarangnya.

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Di antara adab makanan yang ditekankan adalah jangan mencelanya seperti mengatakan, ‘Terlalu asin, kecut, sedikit garamnya, keras, tipis, tidak matang dan selain itu.” Ibnu Battol mengatakan, “Ini termasuk adab yang mulia, karena seseorang terkadang tidak menyukai sesuatu dan menyukai yang lainnya. Semua makanan yang dibolehkan secara  syariat berarti tidak ada cacat.” (Syarah Muslim, 14/26).

  1. Di antara adab makan adalah proporsional dalam makan tidak terlalu mengenyangkan perut. Yang terbanyak dalam masalah itu adalah seorang muslim menjadikan perutnya sepertiga, sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafas. Berdasarkan hadits:

مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أَكَلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ ، فَإِنْ كَانَ لا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ (رواه الترمذي، رقم 2380 وابن ماجه، رقم 3349، وصححه الألباني في صحيح الترمذي، رقم 1939)

“Tidak ada yang lebih jelek Anak Adam dalam memenuhi tempat yang lebih jelek dibandingkan dengan perutnya. Sesuai Anak Adam makanan yang dapat menguatkan tulangnya. Kalau sekiranya tidak bisa, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Tirmizi, no. 2380 dan Ibnu Majah, no. 3349 dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi, no. 1939).

Proposional dan ringannya tubuh, karena dampak dari kekenyangan adalah berat tubuhnya hal itu dapat mewariskan kemalasan dalam beribadah dan bekerja. Diketahui sepertiga dengan mencukupkan sepertiga yang dirasakan mengenyangkan. (Al-Mausu’ah, (25/332).

  1. Tidak makan dan minum dari bejana emas dan perak. Karena hal itu diharamkan. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu’aliahi wa sallam:

لا تَلْبَسُوا الْحَرِيرَ وَلا الدِّيبَاجَ وَلا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا ولنا في الآخرة  (رواه البخاري، رقم 5426 ومسلم، رقم  2067 ) .

“Jangan memakai sutera dan juga sarung sutera, dan jangan minum di bejana emas dan perak serta jangan makan di piringnya (emas dan perak) karena hal itu untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kita nanti di akhirat.” (HR. Bukhari, no. 5426 dan Muslim, no. 2067). Wallahu a’lam

  1. Memuji Allah setelah selesai makan, hal ini mempunyai keutamaan yang agung. Dari Anas bin Malik sesungguhnya Rasulullah sallallahu alihi wa sallam bersabda:

إن الله ليرضى عن العبد أن يأكل الأكلة فيحمده عليها ، أو يشرب الشربة فيحمده عليها (رواه مسلم، رقم 2734 )

“Sesungguhnya Allah meredoi seorang hamba ketika makan suatu makanan kemudian memuji kepada (Allah) atau meminum suatu minuman kemudian memuji kepada-Nya. (HR. Muslim, no. 2734).

Dalam hal ini, teks pujian ada beberapa teks yang ada dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam di antaranya adalah:

  1. Diriwayatkan oleh Bukhori dari Abu Umamah berkata, Dahulu Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika tempat makanannya diambil darinya beliau membaca doa:

 الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ غَيْرَ مَكْفِيٍّ وَلا مُوَدَّعٍ وَلا مُسْتَغْنًى عَنْهُ رَبَّنَا  (رواه البخاري، رقم 5458 )

“Segala puji bagi Allah yang sangat banyak, baik, penuh keberkahan, Allah tidak dicukupkan, tidak ditinggalkan, dan tidak pula tidak dibutuhkan. (Dialah) Rabb kami'." (HR. Bukhori, no. 5458)

Ibnu Hajar berkata,”Ungkapan ‘غير مكفي ‘ dikatakan tidak membutuhkan kepada seorangpun dari hambanya akan tetepi Dia yang memberikan makanan kepada hambanya dan mencukupkannya. Ungkapan ‘وَلا مُوَدَّع ‘ maksudnya tidak ditinggalkan.

  1. Dari Muad bin Anas dari ayahnya berkata, Rasulullah sallallahu’alihi wa sallam bersabda. Siapa yang makan suatu makanan dan berdoa:

الحمد لله الذي أطعمني هذا ورزقنيه من غير حولٍ مني ولا قوة غفرله ما تقدم من ذنبه (رواه الترمذي، رقم 3458 وابن ماجه، رقم 3285، وحسَّنه الألباني في صحيح الترمذي، رقم 3348)

“Segala puji milik Allah yang telah memberikan makanan dan rezki kepadaku tanpa ada upaya dan kekuatan dariku. Semoga Allah mengampuni dosa yang terdahulu.” (HR. Tirmizi, no. 3458, Ibnu Majah, no. 3285, dihasankan oleh Al-Albni dalam Shahih Tirmizi, no. 3348).

  1. Dari Abu Ayyub Al-Anshori radhiallahu anhu, dia berkata, Dahulu Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam ketika makan atau minum berdoa:

الحمد لله الذي أطعم وسقى وسوغه وجعل له مخرجاً  (رواه أبو داود، رقم 3851  وصححه الألباني)

“Segala puji milik Allahyang telah memberi makan dan minuman dan mencukupkannya, dan menjadikan baginya solusi.” (HR. Abu Dawud, no. 3851, dishahihkan Al-Albani)

  1. Dari Abdurrahman bin Jubair bahwa beliau memberitahukan seseorang melayani Nabi sallallahu’alaihi wa sallam selama delapan tahun bahwa beliau mendengar Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika makanan didekatkan kepadanya beliau berdoa, “Bismillah.” Dan ketika selesai, beliau berdoa;

اللهم أطعمت وأسقيت وهديت وأحييت ، فلك الحمد على ما أعطيت (رواه أحمد، رقم 16159 وصححه الألباني في السلسلة الصحيحة، 1 / 111 )

“Ya Allah, sungguh Engkau telah memberi makan, dan memberi minum dan memberi petunjuk, dan Engkau hidupkan. Hanya kepada-Mu segala pujian terhadap apa yang telah Engkau berikan.” (HR. Ahmad, no. 16159 dishahihkan oleh Al-Albany dalam As-Silsilah As-Shahihah, 1/111).

Faedah:

Di anjurkan mengamalkan semua lafadz pujian yang ada setelah selesai makan. Dengan mengucapkan ini sekali dan yang lain pada waktu lainnya, sehingga mendapatkan baginya menjaga sunnah dari semua sisinya. Dan mendapatkan keberkahan dari doa-doa ini. Disertai dengan seseorang perasaan ketetapan dalam dirinya menghadirkan makna-makna ini ketika mengucapkan lafadz ini sekali dan dengan lafadz lainnya pada waktu lainnya. Karena jiwa kalau membiasakan dengan dzikir tertentu, maka dengan banyaknya pengulangan, maka sedikit menghayati maknanya karena terlalu keseringan.

(Dari kitab ‘Al-Adab, karangan Syalhub, hal. 155)

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam