Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Manakah Yang Lebih Utama, Membaca Surat Al-Qur’an Dengan Tadabur Dan Pemahaman Atau Membaca Al-Qur’an Semuanya Tanpa Tadabur?

137288

Tanggal Tayang : 07-02-2013

Penampilan-penampilan : 22893

Pertanyaan

Apakah ada hadits yang disabdakan oleh Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bahwa orang yang membaca surat Al-Ashr dengan penuh perhatian dan pamahaman itu lebih utama dibandingkan dengan membaca Al-Qur’an secara sempurna tanpa dipahami?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama,

Tidak ada hadits shahih terkait keutamaan surat ‘Al-Ashr’ sedikitpun kecuali bahwa dia termasuk surat mufashal. Dalam kitab ‘Mausu’ah Fadha'il Suar Wa Ayatil Qur’an’ (Al-Qismu As-Shahih, 2/319), dinyatakan: “Tidak ada sedikitpun (riwayat) yang shahih (tentang surat Al-Ikhlash, kecuali bahwa dia termasuk dari (surat) Al-Mufashshal.” 

Seorang Peneliti wanita; Amal As-Sa’di mengatakan, “Tidak ada sedikitpun keutamaan yang shahih tentang surat Al-Ashr dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Beberapa riwayat tentang keutamaannya adalah lemah dan palsu. Diantaranya,

"Barangsiapa yang membaca surat Al-Ashr maka Allah Akan mengampuninya. Dan dia termasuk orang yang saling memberi nasehat dalam kebenaran dan kesabaran.” (Ash-Shahih Was Saqim Fi Fadhailil-Qur’an Al-Karim, hal. 96)

Kedua,

Kami akan nukilkan di sini perkataan berharga dari Al-Allamah Ibnu Al-Qayyim rahimahullah yang menjelaskan di dalamnya pendapat para ulama terkait dengan yang lebih utama antara bacaan Al-Qur’an sedikit dengan tadabur dan pemahaman dengan bacaan Al-Qur’an banyak tanpa tadabur dan berfikir.

Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Orang-orang berbeda pendapat, mana lebih utama antara membaca tartil dengan sedikit bacaan atau membaca cepat dengan bacaan banyak, manakah yang paling utama. Ada dua pendapat;

Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dan selain dari keduanya berpendapat bahwa tartil dengan tadabbur meskipun sedikit bacaannya itu lebih utama dibandingkan dengan mempercepat dan mendapatkan banyak bacaan.

Pendapat ini berdalil bahwa maksud dari bacaan adalah memahami, mentadaburi, mendalami dan beramal dengannya. Sementara tilawah dan hafalannya merupakan sarana menuju (maknanya). Sebagaimana ungkapan sebagian ulama’ salaf, “Al-Qur’an diturunkan untuk diamalkan, sehingga mereka menjadikan tilwahnya untuk beramal. Oleh karena itu ahli Al-Qur’an adalah orang-orang yang berpengetahuan dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya. Meskipun mereka tidak hafal di luar kepala. Sementara orang yang telah hafal, sementara tidak faham dan tidak mengamalkannya, maka dia bukan termasuk ahlinya. Meskipun mereka menunaikan hak hurufnya dengan teliti. Mereka mengatakan, “Karena keimanan adalah amalan terbaik, sementara memahami dan mentadaburi Al-Qur’an adalah buah dari keimanan. Adapun kalau hanya sekedar dibaca tanpa dipahami dan ditadaburi, itu dilakukan oleh orang baik, orang buruk, orang mukmin dan orang munafik. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

( ومثل المنافق الذي يقرأ القران كمثل الريحانة : ريحها طيب ، وطعمها مر ).

“Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur’an adalah seperti buah Raihanah, baunya sedap, tetapi rasanya pahit.”

Orang-orang dalam hal ini ada empat tingkatan; Pertama, ahlu Al-Qur’an dan Iman, mereka adalah orang yang  terbaik. Kedua, tidak punya Al-Qur’an dan Keimanan. Ketiga, orang yang diberi Al-Qur’an tapi tidak diberi keimanan. Keempat, orang yang diberi keimanan dan tidak diberi Al-Qur’an.

Mereka mengatakan, “Sebagaimana orang yang diberi keimanan tanpa Al-Qur’an itu lebih utama dibandingkan orang yang diberi Al-Qur’an tanpa Keimanan. Begitu juga orang yang melakukan tadabur dan pemahaman dalam tilawah itu lebih utama dibandingkan orang yang banyak membaca dengan cepat tanpa tadabur."

Mereka menambahi lagi, “Ini adalah petunjuk Nabi sallallahu alaihi wa sallam, biasanya beliau membaca surat dengan tartil sampai (surat) terpanjang yang ada. Beliau membaca satu ayat sampai subuh.

Para ulama pengikut mazhab  Syafi’i rahimahumullah mengatakan, “Bacaan yang banyak itu lebih utama, mereka berdalil dengan hadits Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda:

من قرأ حرفا من كتاب الله فله به حسنة ، والحسنة بعشر أمثالها ، لا أقول الم حرف ، ولكن ألف حرف ، ولام حرف ، وميم حرف (رواه الترمذي وصححه)

“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah, maka dia mendapatkan satu kebaikan. Dan satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Saya tidak mengatakan alif lam mim satu huruf. Akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” (HR. Tirmizi, dia menyatakan shahih)

Mereka mengatakan, “Karena Utsman bin Affan radhiallahu anhu membaca (seluruh) Al-Qur’an dalam satu rakaat. Dan mereka juga menyebutkan banyak riwayat dari ulama salaf tentang bacaan yang banyak.

Yang benar dalam masalah ini dapat dikatakan, “Bahwa pahala bacaan secara tartil dan tadabur itu lebih mulia dan lebih tinggi kedudukannya. Sementara pahala bacaan yang banyak itu lebih banyak bilangannya. Yang pertama bagaikan bersodaqah dengan perhiasan mulia atau memerdekakan budak yang harganya mahal sekali. Sementara kedua bagaikan orang yang bershoodaqah dengan dirham yang banyak atau memerdekakan banyak budak yang harganya murah.

Dalam ‘Shahih Bukhari’ dari Qatadah dia berkata, saya menanyakan Anas tentang bacaan Nabi sallallahu alaihi wa sallam, maka beliau mengatakan, “Beliau biasanya membacanya dengan baik (tartil).”

Syu’bah mengatakan, Abu Hamzah memberitahukan kepada kami, saya bertanya kepada Ibnu Abbas. Sesungguhnya saya cepat dalam membaca. Terkadang saya dapat membaca dalam semalam sekali atau dua kali (hatam). Maka Ibnu Abbas berkata, “Jika saya membaca satu surat itu lebih saya sukai dibandingkan seperti apa yang anda lakukan. Jika harus anda lakukan, maka bacalah bacaan yang terdengar oleh telinga anda dan dipahami hati anda."

Ibrahim mengatakan, “Al-Qomah membacakan (Al-Qur’an) dihadapan Ibnu Mas’ud –beliau bagus suaranya- maka beliau mengatakan, “Bacalah secara tartil. Sungguh, karena hal itu termasuk menghiasi Al-Qur’an."

Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu mengatakan, “Jangan mempercepat bacaan Al-Qur’an (seperti membaca) syair. Dan jangan disebarkan (seperti) menyebarkan kurma jelek. Renungilah keindahannya, gerakkan hati dengannya. Jangan sampai target kalian hanyalah akhir surat.

Abdullah juga mengatakan, “Kalau anda mendengar Allah berfirman ( يأيها الذين آمنوا ) maka pasang telinga anda, bisa jadi ia merupakan suatu kebaikan yang Dia perintahkan atau keburukan yang Dia larang. “

(Zadul Ma’ad, 1/337-340. Silahkan melihat jawaban soal no. 4040, 131788)

Wallahua'lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam