Alhamdulillah.
Pertama,
Bersuci dari hadats adalah meratakan (menyiramkan) air ke seluruh anggota wudhu dalam hadats kecil, dan ke seluruh tubuh dalam hadats besar, serta membersihkan semua hal yang dapat menghalangi sampainya air ke anggota tubuh tersebut. Di antaranya adalah kuku. Kalau ada sesuatu yang menghalangi sampainya air ke (kuku), baik dari cat atau lainnya tanpa ada uzur, maka wudhunya tidak sah. Begitu juga dalam mandi (besar)." (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 5/171)
Dalam shahih Muslim, no. 243 dari Umar bin Khattab seseorang berwudhu dan meninggalkan sedikit tempat di kakinya, maka ketika Nabi sallallahu’alaihi wa sallam melihatnya, beliau bersabda, “Kembali, dan perbaiki wudhumu.” Kemudian dia kembali dan (mengulangi) shalat.
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan hadits ini mengatakan, “Bahwa orang yang meninggalkan sedikit dari yang seharusnya disucikan, tidak sah bersucinya, dan ini merupakan kesepakatan.” (Syarh Shahih Muslim, 3/132. Silahkan lihat jawaban soal. 122678)
Kedua,
Ketika ada keperluan (darutat) menggunakan cat di atas kuku, disebabkan adanya penyakit atau semisal itu. Maka dalam kondisi seperti ini diberi keringanan menggunakannya kemudian mengusap di atas cat ketika wudhu dan mandi. Sehingga cat semacam ini memiliki hukum seperti perban (gips) yang ditaruh di atas anggota tubuh yang terluka.
Dinyatakan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 15/108, “Yang sama seperti hukum mengusap perban (gips), adalah mengusap di atas imamah atau plester atau obat yang ditaruh di atas luka yang menghalangi sampainya air seperti minyak atau selain itu.”
Imam Malik mengatakan, gugur (membasuh) di kuku, tidak mengapa membungkus dengan obat. Kemudian diusap di atasnya.” (Al-Mudawwanah, 1/130. Silahkan dilihat Al-Ausath karangan Ibnu Munzir, 2/180)
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hukum plester dan luka-luka lainnya sama seperti hukum perban (gips). Begitu juga kalau meletakkan sesuatu di atas kuku, hukumnya seperti perban (gips), begitu juga kalau dicat dengan sesuatu di atas kukunya. Begitu juga kalau luka menganga yang membutuhkan sesuatu untuk membekukan.” (Al-Majmu, 2/331)
Hendaknya diperhatikan, ketika menggunakan cat ini hendaknya dalam kondisi bersih dari hadats, agar keluar dari perselisihan dikalangan ulama yang mengharuskan hal itu. Kalau memungkinkan, hendaknya mengakhirkan penggunaan obat ini sampai waktu haid, karena ketika itu wanita tidak membutuhkan berwudhu. Jika mungkin, maka seorang wanita diharuskan melakukan hal itu, sehingga dapat menjaga shalat dengan bersuci secara sempurna dan hal itu tidak ada masalah.
Wallahua'lam .