Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

HUKUM MEMBAYAR ZAKAT KEPADA ISTRI YANG TELAH DICERAIKAN

Pertanyaan

Seseorang menceraikan istrinya, dan dia mempunyai beberapa anak yang tinggal bersamanya. Sementara istri yang diceraikan hidup bersama ibunya. Apakah dibolehkan baginya memberi zakat harta kepada (mantan) istrinya yang telah diceraikan. Perlu diketahui bahwa mantan istrinya tidak ada seorang pun yang menanggungnya.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Tidak diperkenankan seorang suami memberi zakat kepada istrinya menurut kesepakatan para ulama rahimahumullah, walaupun dia termasuk golongan fakir miskin. Silahkan melihat perincian hal itu di soal jawab no. 130171.

Kalau istri telah dicerai, maka kondisinya tidak keluar dari dua hal;

Kondisi pertama, dia dalam kondisi talak raj’i (kondisi yang masih memungkinkan untuk rujuk kepada suami)

Kondisi kedua, dalam kondisi talak ba'in (yang tidak bisa kembali ke suami lagi) seperti wanita yang melakukan khulu (wanita yang meminta cerai dengan mengembalikan mahar suaminya), wanita yang dicerai tiga kali dan wanita yang telah selesai masa iddahnya.

Wanita yang ditalak raj'i, tidak dibolehkan membayar zakat kepadanya. Karena wanita yang dalam kondisi ini masih dianggap istrinya. Dia mempunyai hak dan kewajiban seperti istri-istri lainnya. Kecuali apa yang dikecualikan oleh ahli ilmu seperti giliran (jika suaminya poligami), tidak diberi nafkah dalam kondisi nusyuz (tidak taat kepada suami). Dapat dilihat dalam soal jawab no. 112002.

Adapun jika sang wanita ditalak ba'in, misalnya telah ditalak tiga kali, atau khulu', meskipun dalam masa iddah, maka dia sudah termasuk wanita asing. Kalau dia termasuk golongan yang berhak menerima zakat, maka dia boleh diberi zakat, karena termasuk dalam firman Allah Ta’ala:

‘Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan.’ (QS. At-Taubah: 60)

Dan karena nafkah kepadanya bukan merupakan keharusan bagi suami, maka dibolehkan membayar zakat kepadanya. Kecuali kalau dia dalam kondisi hamil, karena kalau dia dalam kondisi hamil, maka suami yang menceraikan harus memberikan nafkah kepadanya. Kalau dia tidak termasuk golongan yang berhak, seperti kalau ada kerabat yang memberikan nafkah kepadanya. Maka tidak dibolehkan  memberi zakat kepadanya. Karena tidak termasuk dalam ayat.

Juga berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

لاَ حَظَّ فِيهَا لِغَنِيٍّ ، وَلَا لِقَوِيٍّ مُكْتَسِبٍ

 “Tidak ada bagian (zakat) kepada orang kaya, tidak juga kepada orang kuat yang dapat bekerja.”

(HR. Abu Daud, 1633. Dishahihkan oleh Syekh Al-Albany rahimahullah dalam Kitab Irwaul Gholil, 876)

Dalam kitab Hasyiyah Qalyubi wa Umairah, 3/197: “Orang yang nafkahnya sudah dicukupi oleh kerabat atau suami, maka dia tidak termasuk fakir menurut (pendapat) yang terkuat. Karena dia tidak membutuhkan. Seperti orang yang berkerja setiap hari mencukupi kebutuhannya.”

Kesimpulannya, bahwa seorang suami dibolehkan memberikan zakatnya kepada (mantan) istri yang diceraikan kalau telah habis masa iddahnya atau telah dicerai ba'in, jika dia termasuk golongan yang berhak menerima zakat.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam