Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Hukum Shalat Jamaah Di “Pondokan”

161340

Tanggal Tayang : 11-12-2014

Penampilan-penampilan : 5006

Pertanyaan

Ada sebuah “pondokan” yang digunakan untuk kegiatan pengajian yang dilaksanakan setelah shalat maghrib sampai datangnya waktu isya. Pondokan tersebut bukan mushalla, karena tidak pernah digunakan secara khusus untuk shalat berjamaah. Pertanyannya: bolehkah shalat di pondokan tersebut, sementara tidak jauh dari situ ada masjid. Apa perbedaan shalat di pondokan ini dan di masjid? Terima kasih.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Istilah “pondokan” merupakan istilah umum yang mencakup beberapa jenis pondokan yang masing-masing memiliki hukum sendiri menurut syariat.

1. Jika yang dimaksud dengan “pondokan” itu adalah masjid kecil (mushalla, langgar, surau) yang digunakan untuk pelaksanaan shalat berjamaah dan halaqah ilmu, sebagaimana yang dikenal di sebagian negara Islam, maka hukum yang berlaku untuk pondokan ini adalah hukum yang juga berlaku untuk masjid, seperti hukum yang berkaitan dengan shalat, hukum yang berkaitan dengan orang yang junub dan haidh, pahala shalat, dan hukum-hukum lainnya.

Syaikh Abdullah bin Baz rahimahullah berkata:

Jika yang dimaksud dengan “pondokan” tersebut adalah mushalla, maka tidak diperbolehkan shalat di dalamnya jika terdapat masjid besar.

Jika terdapat masjid besar, maka shalat berjamaah harus dilaksanakan di masjid besar yang terdapat di dalamnya imam dan muazin masjid.

Jika di satu kampung hanya ada “pondokan” dan masjid kecil, maka diperbolehkan shalat berjamaah di pondokan tersebut dengan mengumandangkan azan dan iqamah, dan menunjuk imam yang bertugas mengimami jamaah di setiap waktu shalat. Jika tidak ada imam, maka yang menjadi imam adalah siapa saja yang hadir dalam jamaah namun ia termasuk ahli istiqamah dan layak menjadi imam. Jika tidak ada muadzin tetap, maka yang menjadi muadzin adalah siapa saja yang bisa adzan.

Kesimpulan: “pondokan” biasanya berbentuk seperti masjid kecil. Di beberapa negara Arab, orang-orang menamai masjid kecil dengan “pondokan” (di Indonesia orang kerap menyebutnya dengan mushalla, surau atau langgar). Pondokan yang seperti masjid kecil ini digunakan untuk shalat ketika dibutuhkan.

Jika di daerah Anda, terdapat masjid besar maka Anda wajib melaksanakan shalat berjamaah di masjid besar tersebut. Namun jika ada kebutuhan, boleh saja Anda shalat di pondokan (mushalla, surau atau langgar). Walhamdulillah. Demikian. Dinukil dari “Barnamaj Nur ‘Ala ad-Darb”, yang terdapat pada situs

http://www.binbaz.org.sa/mat/16029

2. Jika yang dimaksud dengan “pondokan” itu adalah bangunan yang dikhususkan untuk halaqah pengajian, pertemuan, dan dakwah, serta tidak ditujukan untuk menggelar acara-acara bid’ah dan khurafat, maka pondokan ini adalah pondokan yang penuh kebaikan dan keberkahan. Karena ia memiliki peran besar dalam memuliakan Islam dan menyebarkan kesadaran keagamaan di kalangan muslim. Namun demikian, pondokan ini tidak dihukumi seperti hukum masjid. Shalat berjamaah di pondokan ini lebih baik daripada shalat munfarid, tetapi pahalanya tidak sebesar pahala shalat berjamaah di masjid, seperti yang telah kami jelaskan dalam soal-jawab nomor 52906 dan 72398.

3. Jika yang dimaksud dengan “pondokan” tersebut adalah bangunan yang didirikan untuk menghidupkan bid’ah, seperti menyelenggarakan acara zikir yang diiringi dengan tarian dan musik, peringatan maulid yang diwarnai dengan berbagai macam kemusyrikan, pertunjukan sihir dan debus, atau pelaksanaan ibadah dan istighatsah yang ditujukan bukan kepada Allah, atau acara-acara keagamaan lain yang bersifat sektarian, eksklusif dan tertutup dari masyarakat umum, maka pondokan semacam ini harus diboikot, jangan dibantu dan dihidupkan. Perlu pula untuk mengingatkan manusia agar berhati-hati terhadap pemikiran-pemikiran sesat dan menyimpang yang berasal dari sana.

Syaikh Muhammad ibn Ibrahim rahimahullah berkata:

Biasanya, pondokan semacam ini tidak kosong dari hal-hal yang terlarang. Selama pondokan tersebut bukan menjadi tempat ibadah yang batil, bid’ah dan kemunkaran, terbuka untuk siapa saja yang ingin menghadirinya, tidak ada pemerasan, beranggotakan orang-orang yang berakhlak mulia, maka keberadaan pondokan semacam ini tidak menjadi masalah dan  tidak ada halangan untuk membiarkannya. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan bolehnya menghadiri pengajian tasawuf. Ia berkata, “Boleh saja menghadiri pengajian kaum sufi. Yang tidak pantas dihadiri adalah pertemuan-pertemuan yang anggotanya suka memeras harta, tidak berakhlak mulia, tidak punya sopan santun, berperilaku buruk, atau fasiq. Demikian. Dinukil dari “Majmu’ Fatawa Samahah Syaikh Muhammad ibn Ibrahim Ali asy-Syaikh” (9/49).

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam