Kamis 9 Syawal 1445 - 18 April 2024
Indonesian

Bagaimana Saya Menentukan Hari Ketujuh Dari Kelahiran Yang Dianjurkan Menyembelih Aqiqah?

Pertanyaan

Pertanyaanku, saya melahirkan anak pada hari kamis jam empat waktu Ashar. Kapan aqiqahnya? Apakah hari kamis dihitung? Padahal saya pernah membaca dalam kitab fikih, bahwa kalau seorang anak lahir setelah matahari tergelincir, maka hari itu tidak dihitung. Tolong dibantu penjelasannya, barokallahu fikum

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Dianjurkan aqiqah untuk bayi pada hari ketujuh berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى (رواه أبو داود، رقم 2455 وصححه الشيخ الألباني)

“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih untuknya pada hari ketujuhnya, lalu digundul kepalanya dan diberi nama.” (HR. Abu Dawud, no. 2455 dan dinyatakan shahih oleh Syekh Al-Albany)

Ibnu Qudama rahimahullah mengatakan, “Rekan-rekan kami (ulama dalam satu mazhab) mengatakan, berdasarkan sunah menyembelih pada hari ketujuh. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan di kalangan ahli ilmu tentang dianjurkannya penyembelihan (aqiqah) pada hari ketujuh. Asalnya hal itu adalah hadits Samurah dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda: “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih untuknya pada hari ketujuhnya.” (Al-Mughni, 9/364).

Kedua:

Kalau telah ditetapkan anjuran aqiqah untuk bayi pada hari ketujuhnya, maka hari kelahiran dimasukkan dalam hitungan, hal itu menurut jumhur. An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Apakah dianjurkan (dihitung) hari kelahiran dari tujuh? Ada dua pendapat. Yang terkuat, ia terhitung sehingga menyembelih pada hari keenam pada hari setelahnya. Pendapat kedua, tidak terhitung sehingga menyembelih pada hari ketujuh pada hari setelahnya. Hal itu ditegaskan di Buwaithi akan tetapi pendapat mazhab adalah yang pertama dan itu yang Nampak (kuat) sesuai hadits. Kalau lahir waktu malam hari maka dihitung hari setelah malam itu tanpa ada perbedaan.” (Al-Majmu, 8/411).

Dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 30/279, “Jumhur Fuqaha berpendapat bahwa hari kelahiran dihitung sebagai hari yang tujuh. Tapi malam hari tidak dihitung, jika lahir waktu malam. Akan tetapi dihitung hari setelahnya.”

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Ungkapan Disembelih pada hari ketujuhnya maksudnya disunahkan menyembelih pada hari ketujuh. Kalau lahir hari sabtu, maka menyembelih hari jumah yakni sehari sebelum hari kelahiran. Ini kaidahnya. Kalau lahir hari kamis, maka (menyembelih) hari rabu. Dan begitulah seterusnya.” (7/493).

Dengan demikian, maka sesuai sunah, anda menyembelih aqiqah anak anda pada hari rabu.

Ketiga:

Apa yang dikatakan bahwa hari kelahiran tidak dihitung jika bayi lahir setelah matahari tergelincir. Memang ada sekelompok ulama rahimahumullah yang mengatakan demikian. Bahkan mereka mengatakan, “Asalnya hari kelahiran tidak dihitung, baik lahir sebelum atau sesudah tergelincir. Dan ini mazhab Malikiyah.

Terdapat dalam ‘Mukhtasor Khalil, “Dianjurkan menyembelih satu ekor kambing yang memenuhi syarat sembelihan pada hari ketujuh kelahiran waktu siang hari. Hari kelahirannya tidak dianggap jika didahului fajar. Al-Mawaq rahimahullah mengatakan, menukil pendapat Ibnu Rusyd, “Ungkapan Ibnu Qasim dan riwayatnya dari Malik dalam Mudawwanah dan lainnya, bahwa kalau melahirkan setelah fajar, maka hari itu dihapus, tujuh hari dihitung sejak hari setelahnya. Kalau lahir sebelum fajar di waktu malam, maka hari itu dihitung (termasuk hari yang tujuh).”  (At-Taj Wal Iklil, 4/390).

Yang benar adalah pendapat Jumhur ulama rahimahumullah yaitu bahwa Aqiqah disembelih pada hari ketujuh dari hari kelahirannya. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam, “Disembelih untuknya pada hari ketujuhnya.”

Syekh Muhammad bin Muhammad Mukhtar Syinqithi hafidahullah mengatakan, “Sandaran mengandung ikatan hukum yang disandarkan. Maknanya adalah bahwa hari ini yaitu hari ketujuh disandarkan kepada hari kelahiran. Dari sini, maka hari kelahiran adalah termasuk hari ketujuh.” (Syarh Zadul Mustaqni)

Permasalahan ini sebenarnya adalah anjuran. Kalau mudah menyembelih aqiqah pada hari ketujuh dari kelahiranya, maka itu merupakan suatu kebaikan. Kalau tidak mudah kecuali setelah hari ketujuh, maka tidak mengapa. Maka hal itu tetap diterima aqiqahnya.

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Kalau disembelih setelah hari ketujuh atau sebelum atau sesudah kelahiran, maka tetap diterima. Kalau disembelih sebelum lahir, tidak diterima tanpa ada perselisahan. Bahkan menjadi daging kambing.” (Al-Majmu, 8/411).

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam