Jum'ah 26 Jumadits Tsani 1446 - 27 Desember 2024
Indonesian

Wanita Haid Melakukan Ihram Umrah, Lalu Sai Kemudian Thawaf Setelah Suci

Pertanyaan

Ketika aku melaksannakan umrah, aku sedang haid, lalu aku tunaikan sai kemudian aku memotog rambutku berikutnya akupun tahallul dari ihram. Kemudian aku kembali mengenakan niqab (cadar). Aku menunggu higga suci.
Aku lakukan hal tersebut karena bersandar pada sebuah prinsip bahwa jamaah haji yag sedang haid boleh melakukan segala sesuatu selain thawaf. Perlu diketahui bahwa aku belum menikah. Apa pendapat anda, baarokallahu fiikum?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Anda telah benar dengan melakukan ihram dari miqat dalam keadaan haid. Dalil sahnya ihram dalam keadaan haid dan nifas, ‘Sesungguhnya Asma bin Umais radhiallahu anha melahirkan saat nabi dan rombongan tiba di Zulhulaifah (miqat penduduk Madinah) untuk melaksanakan ibadah haji Maka dia (Asma) mengutus seseorang untuk bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam, apa yang harus saya lakukan. Beliau bersabda,

اغْتَسِلِي وَاسْتَثْفِرِي بِثَوْبٍ وَأَحْرِمِي (رواه مسلم، 1218).

“Mandilah dan tahannlah tempat keluar haid dengan kain, lalu lakukanlah ihram.” (HR. Muslim, no. 1218)

Anda juga sudah benar ketika tidak melakukan thawaf saat haid.  Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah saat dia mengalami haid ketika umrah untuk haji tamattu

افْعَلِي كَمَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي (رواه البخاري، رقم 1650 ومسلم، رقم  1211)

“Lakukan apa yang dilakukan jamaah haji, hanya saja engkau tidak boleh thawaf di Baitullah sebelum suci.” (HR. Bukhari, no. 1650, Muslim, no. 1211)

Akan tetapi anda keliru saat mendahulukan sai dan memendekkan rambut atas thawaf. Karena dibolehkannya mendahulukan sai atas thawaf khusus bagi ibadah haji, bukan umrah, menurut pendapat yang lebih kuat. Karena itu, Aisyah radhiallahu anha, tidak melakukan sai untuk umrahnya saat dia mengalami haid lalu tahallul dari ihram dengan memendekkan rambutnya. Sebab tahallul dilakukan setelah melakukan thawaf dan sai seluruhnya. Adapun sebelum itu, maka tahallul dilarang, dan didalamnya terdapat fidyah.”

Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Pengarang, rahimahullah ta’ala, menyebutkan sai setelah thawaf. Apakah sai disyaratkan harus didahului thawaf?” Jawab: Ya, disyaratkan. Seandainya sai dilakukan sebelum thawaf, wajib baginya megulanginya setelah thawaf, karena sai terlaksana sebelum waktunnya.

Jika ada seseorang yang bertanya, “Apa yang kalian katakan terkait dengan riwayat shahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saat ada seseorang bertanya kepadanya, “Aku melakukan sai sebelum thawaf” Beliau berkata, “Lakukan, tidak mengapa.”? Jawabnya adalah bahwa perkara itu khusus dalam masalah haji, bukan umrah.

Jika ada yang berkata, “Apa yang boleh dalam ibadah haji, dibolehkan dalam umrah, kecuali jika ada dalil (yang tidak membolehkan). Karena thawaf dan sai merupakan rukun dalam haji dan umrah. Jawabnya adalah bahwa hal tersebut merupakan qiyas yang tidak cocok. Karena merusak urutan dalam umrah dapat merusaknya sama sekali, karena dalam umrah hanya ada thawaf dan sai serta menggundul kepala atau memendekkan rambut. Adapun merusak urutan haji, tidak berpengaruh sedikitpun, karena dalam ibadah haji dapat melakukan lima bentuk ibadah dalam sehari. Maka tidak sah mengqiyaskan haji dengan umrah dalam bab ini.

Disebutkan bahwa Atha bin Abi Rabah, seorang ulama Mekah rahimahullah, membolehkan mendahulukan sai atas thawaf dalam umrah. Pendapat ini diambil oleh sebagian ulama. Sebagian lainnya menyatakan bahwa hal tersebut boleh jika dilakukan karena lupa atau karena belum tahu ilmunya, tidak boleh jika dilakukan dalam keadaan mengetahui ilmunya dan sadar.”

(Asy-Syarhul Mumti, 7/273)

Syekh Bin Baz rahimahullah berpendapat sahnya mendahulukan sai atas thawaf dalam umrah sebagaimana halnya haji.

Beliau rahimahullahu berkata: Terdapat riwayat yang shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau berkata dalam haji wada, saat ditanya tentang amalan pada hari Nahr (Idul Adha) tentang masalah mendahulukan atau mengakhirkan antara melontar, menyembeih hadyu, menggundul atau memendekkan rambut, thawaf dan sai. Beliau bersabda,

لا حرج

“Tidak mengapa.”

Jawaban secara mutlak ini menunjukkan dibolehkannya mendahulukan sai atau thawaf, baik dalam haji maupun umrah. Pendapat ini dipegang oleh sejumlah ulama. Dalilnya adalah riwayat Abu Daud dengan sanad shahih dari Usamah bin Syuraik, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam ditanya tentang orang yang mendahulukan sai atas thawaf, dia berkata, “Tidak mengapa.” Jawaban ini bersifat umum, baik sai haji maupun umrah. Tidak ada dalil jelas yang menghalangi keumuman tersebut. Akan tetapi disyariatkan baginya untuk mengulanginya kembali setelah thawaf sebagai kehati-hatian dan keluar dari khilaf juga untuk menyesuaikan dengan perbuatan nabi shallallahu alaih wa sallam dalam haji dan umrahnya.

Apa yang dinyatakan oleh Syekh Taqiyudin rahimahullah, bahwa sai harus dilakukan setelah thawaf adalah merupakan kesepakatan para ulama, dipahami sebagai keutaaan saja. Adapun kebolehannya, di dalamnya terdapat perbedaan yang telah kami sebutkan.

Yang terang-terangan menyatakan hal demikian adalah pegarang kitab Al-Mughni (3/390) yang mengutip ucapan Atha tentang kebolehan hal tersebut, dan ini juga merupakan salah satu dari riwayat dari Ahmad tentang hak orang yang lupa.” (Fatawa Syekh Ibn Baz, 17/339)

Beliau juga ditanya, “Apakah boleh mendahulukan sai atas thawaf, baik saat ibadah haji atau umrah?”

Beliau menjawab, “Sunahnya adalah mendahulukan thawaf, kemudian melakukan sai sesudahnya. Jika dia sudah sai sebelum thawaf, karena tidak tahu hukumnya, maka hal itu tidak mengapa. Terdapat riwayat shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau ditanya oleh seseorang, dia berkata, “Aku telah sai sebelum thawaf, beliau bersabda, ‘Tidak mengapa” Maka hal ini menunjukkan bahwa mendahulukan sah itu sah. Akan tetapi, yang utama adalah thawaf dahulu baru sai. Inilah sunah yang berlaku dalam umrah atau haji.” (Fatawa Bin Baz, 17/337)

Karena itu, ditolerir orang yang mendahulukan sai sebelum thawaf saat umrah, apabila dia tidak tahu hukumnya. Adapun tindakan anda mendahulukan memendekkan rambut sebelum thawaf, ini merupakan perkara terlarang sebagaimana dijelaskan sebelumnya, akan tetapi tidak ada kewajiban fidyah bagi anda karena anda tidak tahu hukumnya, dan anda diharuskan memendekkan rambut anda sekarang (karena yang sebelumnya tidak dianggap sah. penj.)

Seandainya mudah bagi anda untuk kembali ke Mekah lalu menunaikan thawaf, kemudian sai sesudahnya, kemudian tahallul sesudah itu dengan memendekkan rambut anda, maka hal ini lebih utama dan lebih hati-hati. Agar anda dapat tahallul dari ihram anda dengan yakin dan dapat melakukan umrah anda dengan sempurna. Jika tidak memungkinkan bagi anda melakukan hal itu, tapi anda hanya cukup memendekkan rambut anda saja sekarang, maka umrah anda sah insya Allah.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam