Kamis 25 Jumadits Tsani 1446 - 26 Desember 2024
Indonesian

Apakah Seorang Yang Syahid Itu Adalah Mereka Yang Terbunuh Oleh Orang-orang Nasrani Yang Melampaui Batas ?

179482

Tanggal Tayang : 30-09-2016

Penampilan-penampilan : 3958

Pertanyaan

Kisah saya adalah sebagai berikut: “Saya adalah seorang pemudi yang berusia 25 tahun, saya berasal dari Syiria, teman sekelas saya telah melamar saya, ia adalah seorang dokter sejak kurang lebih satu tahun yang lalu, setelah saya menyetujuinya, dan kami sedang mempersiapkan perlengkapan lamaran, konflik di syiria mulai pecah, hingga kami harus mengungsi pada negara lain, dan lamaran pun ditunda sampai 8 bulan. Saya selama 8 bulan tersebut mulai merasa ragu-ragu dan berfikir untuk menarik kembali keputusan saya; karena saya sebenarnya tidak yakin 100 %, dan saya merasa tidak tenang yang disebabkan oleh beberapa kendala, di antaranya adalah: Ketika ia datang melamar saya, dia berterus terang bahwa ia mencintai perempuan dan ingin menikahinya, akan tetapi keluarganya tidak merestuinya hingga ia meninggalkannya. Disisi lain ia juga sering mendapat telepon dari seorang wanita tak dikenal yang sangat mencintainya dan ingin dilamar. Saya telah melakukan shalat istikhoroh hampir setiap hari. Setelah kami kembali ke negara kami, dia dan keluarganya datang untuk menyempurnakan lamaran di atas, maka saya menerimanya; karena pemuda tersebut agamanya bagus, akhlaknya baik, gelarnya tinggi, saya tidak menginginkan kecuali untuk perlindungan, ia juga meyakinkan saya bahwa ia sangat mencintai saya, dan ia juga senang saya menjadi istrinya; karena ia takjub dengan akhlak dan prilaku saya, maka akad pernikahan pun terjadi.
Dan –subhanallah- Allah menjadikan saya mencintainya, namun setelah dua minggu kemudian, mulai muncul beberapa masalah di antara kami, karena saya mulai merasa cemas ia mulai tidak mengunjungi saya, dia hanya menemui saya di kampus, dengan kejadian ini saya mulai curiga, masalahnya ia juga tinggal di luar kota yang bisa ditempuh sekitar satu jam setengah, padahal saya juga menempuh perjalanan yang tidak jauh berbeda setiap hari untuk pergi ke kampus. Ia beralasan dengan kendala keamanan (negara) atau karena sibuk dengan urusan pekerjaan. Kemudian setelah ia mau berkunjung saya merasa tidak nyaman dengan cara memperlakukan adik perempuan saya, ia takjub dengan kepribadiannya, ia juga mengatakan: saya mencintainya sebagaimana kakaknya. Kenyataannya bisa jadi ia termasuk orang yang baik hati, akan tetapi saya merasa cemburu dengan kejadian tersebut, dan ada juga beberapa masalah lain yang terjadi di antara kita berdua, hingga menyebabkan saya sedih dan gelisah meskipun tanpa sebab yang jelas, saya setiap hari menangis dan menyesal karena dulu menerima lamarannya, saya juga membandingkannya dengan banyak orang yang mereka mungkin lebih baik darinya, saya berjanji untuk melakukan shalat istikhoroh tapi pada kesempatan ini saya berniat untuk menggagalkan ikatan kami, saya mulai membaca al Qur’an; agar Allah memberikan petunjuk kepada saya dengan pilihan yang terbaik, meskipun keluarga saya semuanya menolak untuk menggagalkan ikatan tersebut; karena tidak adanya sebab-sebab yang jelas dan nyata, dan saya lah yang sebenarnya mencari-cari alasan, sedangkan pemuda tersebut tidak bersalah kepada saya. Dan setelah saya dinasehati oleh keluarga, saya menyadari kesalahan saya dan berjanji akan memperbaiki keadaan saya seperti semula. Dia juga mulai baik kepada saya dan lebih memperhatikan saya, saya merasakan masa-masa indah dan saya bersyukur kepada Allah akan kondisi yang lebih baik ini. Pada kesempatan tersebut saya dan keluarga memutuskan untuk pergi ke luar Syiria selama satu pekan, dan saya memintanya untuk datang agar saya bisa melihatnya sebelum saya berangkat. Namun kami sepakat agar ia datang dan balik lagi sebelum maghrib karena hawatir akan kemanaan (Syiria) yang belum stabil. Dia benar-benar datang namun –subhanallah- terlambat sedikit, namun kami semua tidak menyadari waktu pada saat itu, saya juga tidak mampu memintanya untuk menginap di tempat kami; karena keluarga saya menolak dan ia pun tidak meminta menginap kepada saya, juga tidak terfikirkan olehnya untuk menginap di tempat salah satu temannya yang sebelumnya pernah ia lakukan. Akan tetapi dia meminta keponakan laki-lakinya dan adik perempuannya untuk menjemutnya dengan perjalanan sekitar 20 menit; karena ia tidak memiliki mobil, sepulang mereka dari rumah saya, terdengar kabar bahwa dia dan saudara perempuannya telah meninggal dunia dan keponakan laki-lakinya terluka, karena mobil mereka terkena bom dari tentara pada saat mereka dalam perjalanan kembali ke desa. Saya langsung lemas tidak berdaya, sekarang saya mencela diri saya sendiri, pertanyaan saya adalah:
1. Apakah kejadian ini merupakan hukuman dari Allah; karena saya sebelumnya merasa sombong dan mau meninggalkannya, sedangkan ia adalah pemuda yang taat, mu’amalahnya baik kepadaku, ia juga mencintaiku, sedangkan saya tidak bersyukur kepada Allah akan nikmat ini ?
2. Apakah saya dan keluarga saya yang berdosa, karena kami membiarkan mereka pergi pada larut malam ?, padahal pada saat itu sebenarnya keadaanya tidak mendesak dan tidak pernah terfikir oleh kami akan terjadi kejadian ini, yang seakan seperti petir yang menyambar kami, terkadang saya mencela keluarga saya; karena mereka tidak membolehkannya menginap di tempat kami,
3. Apakah dia termasuk orang yang mati syahid; karena terbunuh sebagai orang yang terdzalimi ?
Saya mengharapkan jawaban anda, karena kondisi kejiwaan saya saat ini tidak stabil, dan air mata saya terus mengalir sejak kejadian tersebut terjadi.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Kami memohon kepada Allah agar Dia segera mengangkat ujian dan cobaan yang anda alami, dan merahmati keluarga anda yang meninggal dunia, dan menerima mereka sebagai syahid di jalan-Nya; karena hanya Allah yang berhak mengambil dan memberi dan segala sesuatu bagi Allah adalah sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Allah sudah menetapkan ajal atas semu ciptaan-Nya dan memperkirakannya. Maka barang siapa yang sudah tiba ajalnya tidak akan bisa diakhirkan atau dimajukan. Allah –Ta’ala- berfirman:

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (سورة الزمر: 42)

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. (QS. Az Zumar: 42)

Syeikh Abdurrahman as Sa’di –rahimahullah- berkata: “Allah –Ta’ala- mengabarkan bahwa Dia melakukan segala hal sendirian terhadap hamba-hambanya, pada saat mereka bangun atau saat mereka tidur, dan pada saat mereka hidup atau saat mereka mati dan berfirman: ( اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا )wafat yang besar adalah kematian. Sedangkan firman Allah: ( وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا )ini adalah kematian yang kecil, yaitu; menahan jiwa (ruh) yang belum meninggal dunia pada saat mereka tidur, ( فَيُمْسِكُ )yaitu; maka Dia menggenggam kedua macam jiwa tersebut yang telah ditetapkan kematiannya atau masa tidurnya, dan ( وَيُرْسِلُ الأخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ) dan melepaskan jiwa yang lain untuk menyempurnakan rizki dan ajalnya”. (Tafsir as Sa’di: 725)

Kedua:

Adapun kesimpulan anda yang terlalu cepat –dengan menganggap akad nikah sudah sempurna-, anda juga kurang memperhatikan haknya, rasa cemburu anda itulah yang membenarkannya. Setelah itu telah terjadi ishlah (perbaikan) di antara kalian berdua, dengan tidak banyak memikirkannya, hubungan kalian berdua sudah membaik, maka tidak ada gunanya anda kembali memikirkan masa lalu yang pedih sebelum terjadi ishlah tersebut, karena tidak akan ada manfaatnya bagi anda, dan justru akan menyebabkan anda depresi dan membahayakan jiwa dan fisik anda. Sedih dan menangis boleh hanya saja anda juga harus hati-hati jangan sampai muncul perasaan menyalahkan takdir Allah –Ta’ala-, dan jangan meratap, semoga Allah menjadikan anda sabar atas musibah yang anda alami dan diberi pahala karenanya, dan menggantinya dengan yang lebih baik.

Lihat juga jawaban soal nomor: 71236, karena di sana dijelaskan tentang sikap seorang muslim mensikapi ujian dan musibah, apa yang seharusnya dikatakan dan dilakukan.

Ketiga:

Tidak selayaknya bagi anda untuk mencela seorang pun yang dianggap menjadi penyebab kematiannya dan kematian saudara perempuannya kecuali mereka para taghut yang membunuhnya secara langsung; karena segala urusan telah ditetapkan.  Ia juga ketika pulang pada malam hari tidak merasa ada bahaya yang akan mengancamnya, dan kalau ada tanda-tanda bahaya pasti dia akan bermalam di rumah temannya, atau bisa jadi meminta untuk menginap di rumah anda. Jadi anda dan keluarga anda tidak bersalah dan berdosa, karena ia sudah menjalani takdirnya yang sudah ditetapkan sejak zaman azali dahulu. Dan yang menguatkan terjadinya proses takdirnya keponkan dan saudara perempuannya datang menjemputnya dari rumah anda, kalau saja kondisinya pada malam itu menghawatirkan, pasti keponakan atau saudara perempuannya akan menolak dan tidak akan datang untuk menjemputnya.

Maka tidak ada yang boleh dicela baik dia maupun keluarganya, juga tidak bagi anda dan keluarga anda. Yang terjadi biarlah terjadi sesuai dengan ketentuan dan keinginan Allah. Kami memohon kepada Allah agar merahmati dan mengampuninya, dan berharap agar ia dan saudaranya diterima disisi-Nya termasuk para syuhada’, juga semua yang terbunuh secara dzalim dari umat Islam semuanya; karena ia terbunuh secara dzalim oleh kekuasaan kelompok bathiniyah dari partai ba’ts yang kafir, ia juga terbunuh di dalam mobilnya, yang serupa dengan orang yang tertimpa reruntuhan yang telah ditetapkan dalam sunnah bahwa akan mendapatkan pahala syahid.

Lihat juga seputar masalah tersebut pada jawaban soal nomor: 129214 di sana penjelasannya lebih detail.

Keempat:

Kami juga mengingatkan anda, bahwa anda sekarang dengan wafatnya berada pada masa iddah, yaitu; empat bulan sepuluh hari yang telah kami sebutkan dalam jawaban kedua soal nomor: 10670 dan 13966, apa saja kewajiban seorang wanita yang ditinggal wafat oleh suaminya dan apa saja yang harus dijauhinya, di antanranya: keluar rumah pada siang hari kecuali untuk keperluan, dan pada malam hari kecuali ada keadaan darurat, tidak memakai pakaian yang bagus, berhias dengan perhiasan emas atau yang lainnya, tidak memakai minyak wangi kecuali sesaat setelah suci dari haidh atau nifas. Jadi memakai pakaian biasa saja dan bercelak biasa.

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam