Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Jika Wali Perempuan Memaksanya Untuk Menikah, Maka Pernikahannya Rusak Kecuali Jika Perempuan Tersebut Menyetujuinya

180331

Tanggal Tayang : 11-04-2015

Penampilan-penampilan : 3905

Pertanyaan

Bapak saya memaksa saya menikah dengan seseorang yang berusia 36 tahun, ketika itu saya berusaia 16 tahun. Laki-laki itu awalnya datang untuk melamar saudara perempuan saya, tapi dia menolak, maka bapak saya memaksa saya untuk menerimanya dan dia melakukan acara yang disebut sebagai lamaran syariat. Maksudnya dilakukan pencatatan pernyataan tanpa mencatat akad nikah secara resmi. Apakah dalam kondisi seperti ini saya dianggap sebagai isterinya atau wanita yang dilamarnya? Soal kedua:
Dua bulan setelah lamaran syar’i tersebut dilaksanakan, bapak saya baru menyadari bahwa orang tersebut hanya menginginkan hartanya. Maka bapak saya mengambil kalung dari saya yang dia hadiahkan kepada saya, lalu dia dan beberapa orang saksi menuju ke rumah orang tersebut dan meminta agar dia mentalak saya, namun dia tidak bersedia. Maka bapak saya berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya puteri saya sudah mencabut kedudukannya dari anda dan mereka adalah saksinya.
Pertanyaa saya, ‘Apakah saya masih sah menjadi isterinya sekarang?’ Meskipun pernyataan pengunduran diri telah dilakukan, kalung telah dikembalikan dan para saksinya telah ada dan hubunganku dengannya terputus?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Jika seorang laki-laki telah melakukan akad dengan seorang wanita dan terpenuhi syarat-syaratnya maka pernikahannya sah, dan sang wanita menjadi isterinya meskipun tidak tercatat dalam catatan resmi atau tidak terdaftar dalam pengadilan syariat. Hanya saja, pencatatan resmi pada masa sekarang menjadi wajib, karena jika mengabaikan hal ini menyebabkan hilangnya hak-hak (suami isteri) dan terjadinya keburukan. Perhatikan jawaban no. 129851.

Kedua:

Di antara syaratnya sah nikah adalah persetujuan dan keridhoan sang wanita, dan diharamkan bagi wali wanita untuk memaksanya menikah dengan suami yang tidak dia sukai dan tidak dia ridhai. Menikahkannya dengan seseorang sementara dia tidak menyukainya merupakan kezaliman dan aniaya. Maka kelangsungan akad tersebut tergantung persetujuan sang wanita tersebut. Jika dia setuju, maka akad tersebut sah. Jika dia tidak setuju maka akad tersebut rusak.

Meskipun misalnya pernikahan tersebut dinyatakan batal, akan tetapi ketetapan hukumnya tidak berlaku kecuali dengan adanya pernyataan talak dari suami atau ketetapan hukum lewat pengadilan terkait hal tersebut. Mengingat adanya perbedaan pendapat antar para ulama tentang sah tidaknya pernikahan tersebut. Maka dengan demikian, sang wanita harus mengajukan masalahnya ke hakim syariat untuk menetapkan hukum rusak atau batalnya pernikahan.

Penjelasan dalam hal ini perhatikan jawaban soal no 163990

Ketiga:

Kami sampaikan gambaran tentang masalah ini kepada Syaikh Abdurrahman Al-Barrak hafizahullah, dia berkata dalam jawabannya; Wanita itu tetap menjadi isterinya, kecuali jika hakim memvonis bahwa pernikahannya batal karena dipaksa, jika terbukti bahwa bapaknya memaksanya. Adapun dari sisi fatwa, maka dia tetap menjadi isterinya. Ketetapan untuk membatalkan pernikahan ada di tangan hakim, karena masalah ini ada khilaf (perbedaan pendapat).

Adapun bahwa orang itu menginginkan harta wanita tersebut atau harta  bapaknya, hal ini merupakan tujuan pernikahan di sebagian kalangan,

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ : لِمَالِهَا

“Wanita dinikahi karena empat sebab;… karena hartanya…”

Wanita yang mengajar, bekerja, memang banyak yang berminat.

Demikian sebagaimana telah dijelaskan oleh Syekh.

Kesimpulannya:

Pernikahan anda dengan laki-laki tersebut merupakan pernikahan syar’i yang sah dari segi fatwa. Jika anda dipaksa, dan ketika itu anda tidak menerima dan sesudahnya tetap tidak ridha dengan pernikahan tersebut dan anda tetap menolak sementara suami tidak terima untuk menceraikannya, maak anda boleh membawa masalah ini ke pengadilan syar’i untuk membatalkan pernikahan anda.

Perhatikan jawaban soal no. 26247  untuk mengetahui hukum tentang khulu’ dan tatacaranya.

Wallahua’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam