Kamis 25 Jumadits Tsani 1446 - 26 Desember 2024
Indonesian

Hadits (Siapa diantara kalian yang mampu pembiayaan maka hendaklah menikah) Hal Itu Tidak Menghalangi Orang Fakir Dari Menikah

Pertanyaan

Di Kerajaan Inggris disana banyak para pelajar bekerja agar tidak terjerumus dalam perbuatan haram karena mereka ingin menikah. Saya telah membaca dua hadits seakan kontradiksi.
Pertama: di dalamnya ada “Wahai para pemuda siapa diantara kalian yang mampu pembiayaan, maka hendaklah dia menikah”.
Yang lain, “Bahwa Nabi sallallahu alaihi wa sallam menikahkan wanita dengan lelaki fakir. Hadits pertama seperti yang saya lihat mengatakan bahwa lelaki harus siap secara materi untuk memberikan nafkah kepada istrinya. Kedua mengatakan bahwa beliau menikahkan lelaki fakir yang tidak memiliki harta. Apakah kedua hadits tersebut kontradiksi atau saya salah dalam memahaminya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Hadits pertama diriwayatkan Bukhori, (5066) dan Muslim, (1400) dari Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu berkata:

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَبَابًا لَا نَجِدُ شَيْئًا فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ منكُم الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) .

“Kami para pemuda bersama Nabi sallallahu alaihi wa sallam tidak mempunyai harta apapun maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam mengatakan kepada kami, “Wahai para pemuda siapa diantara kalian yang mampu pembiayaan maka menikahlah. Karena ia dapat menahan pandangan dan menjaga kemaluan dan barang siapa yang belum mampu, hendaknya dia berpuasa karena itu menjadi tameng baginya”.

Sementara hadits kedua diriwayatkan Bukhori, (5030) dan Muslim, (1425) dari Sahl bin Sa’d. bahwa ada wanita mendatangi Rasulullah sallallahu alahi wa sallam seraya berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ جِئْتُ لِأَهَبَ لَكَ نَفْسِي ، فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَعَّدَ النَّظَرَ إِلَيْهَا وَصَوَّبَهُ ثُمَّ طَأْطَأَ رَأْسَهُ ، فَلَمَّا رَأَتْ الْمَرْأَةُ أَنَّهُ لَمْ يَقْضِ فِيهَا شَيْئًا جَلَسَتْ ، فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ فَزَوِّجْنِيهَا ، فَقَالَ : ( هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ ) ؟ فَقَالَ : لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ : ( اذْهَبْ إِلَى أَهْلِكَ فَانْظُرْ هَلْ تَجِدُ شَيْئًا ؟ ) ، فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ : لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا وَجَدْتُ شَيْئًا ، قَالَ : ( انْظُرْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ ) ، فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ فَقَالَ : لَا وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ ، وَلَكِنْ هَذَا إِزَارِي - قَالَ سَهْلٌ : مَا لَهُ رِدَاءٌ - فَلَهَا نِصْفُهُ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( مَا تَصْنَعُ بِإِزَارِكَ ؟ إِنْ لَبِسْتَهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهَا مِنْهُ شَيْءٌ ، وَإِنْ لَبِسَتْهُ لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ شَيْءٌ ) ، فَجَلَسَ الرَّجُلُ حَتَّى طَالَ مَجْلِسُهُ ، ثُمَّ قَامَ فَرَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُوَلِّيًا فَأَمَرَ بِهِ فَدُعِيَ فَلَمَّا جَاءَ قَالَ : ( مَاذَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ؟) قَالَ : مَعِي سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا – عَدَّهَا ، قَالَ : ( أَتَقْرَؤُهُنَّ عَنْ ظَهْرِ قَلْبِكَ ؟ ) قَالَ نَعَمْ ، قَالَ : ( اذْهَبْ فَقَدْ مَلَّكْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

“Wahai Rasulullah, saya datang untuk menghibahkan diriku untuk anda maka Rasulullah sallallahu alihi wa sallam melihat kepadanya dari atas sampai bawah dengan seksama kemudian beliau menundukkan kepalanya. Ketika wanita itu melihat tidak menginginkan apapun darinya, maka dia duduk lalu ada salah seorang sahabat berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, jikalau anda tidak membutuhkannya maka nikahkanlah saya dengannya. Beliau bertanya, “Apakah anda memiliki sesuatu? Dia menjawab, “Demi Allah tidak (memiliki sesuatu) wahai Rasulullah. Beliau mengatakan, “Pergilah ke keluarga anda, lihatlah apakah anda mendapatkan sesuatu? Maka dia pergi dan kembali seraya mengatakan, “Tidak mendapatkan apa-apa wahai Rasulullah. Beliau berkata, “Lihatlah meskipun hanya cincin dari besi? Maka dia pergi kemudian kembali, seraya mengatakan, “Demi Allah wahai Rasulullah, tidak ada meskipun cincin dari besi. Akan tetapi ini sarungku Sahl mengatakan, dia tidak memiliki selendang dia hanya memiliki separuhnya. Maka Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apa yang anda lakukan dengan sarung anda? kalau anda memakainya, maka (wanita) itu tidak mendapatkan sesuatu. Kalau wanita itu yang memakianya, maka anda tidak mendapatkan sesuatu. Maka lelaki itu duduk sampai lama dalam majlisnya kemudian dia berdiri dan berpaling sementara Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam melihatnya. Maka beliau memerintahkan supaya memanggil pemuda tersebut. Ketika datang beliau bertanya, “Apa yang anda hafal dari Qur’an? Dia menjawab, “Saya menghafal surat ini, surat ini dan surat ini. Dihitungnya. Beliau berkata, “Apakah anda bisa membacanya dengan menghafalkannya? Dia menjawab, “Ya. Maka beliau bersabda, “Pergilah, saya telah berikan (nikahkan) dia (wanita) dengan Qur’an yang ada pada anda.

Dua hadits tidak saling kontradiksi. Akan tetapi masing-masing ada pada tempat khusus baginya. Hadits Ibnu Mas’ud ditujukan kepada para pemuda secara umum dan orang-orang yang ingin menikah secara umum. Untuk menjelaskan bahwa pernikahan harus ada biaya dan kecukupan agar dia mampu menikah menunaikan apa yang harus dilakukan dari nafkah, pakaian dan tempat tinggal.

Kata “Ba’ah” adalah biaya pernikahan dan syariat ingin menjelaskan pokok ini. Bahwa pernikahan bukan sekedar akad atau melampiaskan syahwat dalam kehalalan. Akan tetapi ia adalah tanggung jawab dan beban serta menempatkan posisi kepemimpinan lelaki atas wanita.

Menunjukkan juga bahwa yang belum mampu menikah dianjurkan menyibukkan diri dengan berpuasa. Karena ia dapat melemahkan syahwat dan mempersempit jalan masuk syetan dan hal itu merupakan diantara sebab iffah (menjaga diri) dan menundukkan pandangan. (Majmu Fatawa Ibnu Baz, (3/329).

Sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam (Siapa diantara kamu yang mampu pembiayaan hendaklah dia menikah) sebagai dalil bahwa yang disyariatkan bagi yang telah mampu pembiayaan dan pendanaan nikah hendaklah dia bersegerah untuk menikah.

Para ulama Lajnah mengatakan, “Bersegera menikah bagi para pemuda itu sesuai sunah bagi yang mampu pembiayaan pernikahan. Serta menunaikan hak-hak pernikahan.” Dinukil dari “Fatawa Lajnah Daimah”, (6/18). 

Sementara hadits yang lainnya adalah permasalahan khusus. permasalah yang dikhususkan bagi seorang fakir yang ingin menikah dan menjaga diri (ifah) maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam menikahkannya dengan wanita yang datang menghibahkan dirinya untuk Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Hal itu menunjukkan bahwa fakir itu sendiri tidak menghalangi untuk menikah kalau suami orang yang beragama, bagus keyakinan kepada Tuhannya begitu juga wanitanya. Karena hal itu seperti Firman Allah Ta’ala:

( وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ) النور/ 32

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunianya-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” QS. An-Nur: 32.

Dengan ketawakkalan yang bagus, ingin menjaga diri dan mencari keutamaan disisi Allah. diharapkan orang yang menikah seperti ini dapat bantuan Allah. dan diberi rizki dari keutamaan-Nya. Sebagaimana yang diriwayatkan Tirmizi, (1655) dan dinyatakan hasan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

( ثَلَاثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمْ : الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ، وَالْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيدُ الْأَدَاءَ ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ ) وحسنه الألباني في "صحيح الترمذي" .

“Tiga orang yang  Allah berhak membantunya, orang yang berjihad di jalan Allah. budak (yang bersepekat dengan majikannya untuk merdeka) dia ingin menunaikannya. Orang yang menikah yang ingin menjaga diri.” Dinyatakan hasan oleh Albani di Shoheh Tirmizi.

Imam Bukhori rahimahullah telah membuat bab dalam hadits dengan ungkapan ”Bab Tazwijul Mu’sir” (Bab Menikahnya orang yang kesulitan). Berdasarkan Firman Allah Ta’ala: “Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya”, Al-hafidz rahimahullah mengatakan, “Perkataan imam bukhori, “berdasarkan firman Alloh” (Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya) adalah sebab hukum dalam membuat bab. Kesimpulannya bahwa kondisi kefakiran sekarang tidak menghalangi untuk menikah karena ada kemungkinan seseorang mendapatkan harta pada waktu mendatang.”

Ali bin Abi Tolhah mengatakan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, “Allah menganjurkan untuk menikah dan memerintahkan orang yang merdeka dan hamba sahaya serta memberikan janji kepada mereka dengan kemampuan seraya berfirman “Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya”.

Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu berkata, “Carilah kekayaan (kemampuan) dalam pernikahan.” Tafsir Ibnu Katsir, (6/51).

Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Allah Subahanahu memerintahkan dalam ayat yang mulia ini untuk menikahkan orang sendiri yang layak dari kalangan hamba lelaki dan perempuan. Dan memberitahukan bahwa Dia pasti benar dalam beritanya. Hal itu merupakan diantara sebab keutamaan bagi orang fakir agar para suami dan para wali wanita tenang bahwa kefakiran bukan menghalangi pernikahan. Bahkan, ia termasuk diantara sebab rezki dan kemampuan.” Selesai dari ‘Fatawa Islamiyah, (3/213).

Anjuran orang yang mampu untuk menikah maksudnya bukan menghalangi yang tidak mampu dari menikah terutama kalau khawatir dirinya dari kemaksiatan.

 Dan adapun arahan orang yang belum mampu dengan berpuasa untuk menahan dan meredakan syahwat itu juga tidak menghalngi untuk mencari pernikahan. Terkadang ada orang yang membantunya untuk menikah, terkadang dijumpai orang yang ridho dengan kondisinya karena agama dan kebaikannya. Ini adalah permasalahan pribadi. Berbeda dengan perbedaan kondisi dan adat istiadat. Kandungan dalam hadits Ibnu Mas’ud adalah adab secara umum dan memberikan arahan bagi yang belum mampu menikah agar menjaga dirinya dengan berpuasa. Siapa yang mendapatkan sarana untuk menikah, maka tidak mengapa bahkan dianjurkannya. Oleh karena itu ketika mengatakan (Siapa yang belum mampu) tidak mengatakan (Jangan menikah) akan tetapi dikatakan (Hendaklah dia berpuasa) agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan. Sementara kalau dia mampu menikah disertai dengan sedikit beban dan kesulitan maka tidak mengapa hal itu tanpa diragukan. Sesungguhnya dijadikan puasa itu sebagai pengganti ketika tidak mampu. Kalau asalnya dia mampu, maka itu lebih utama meskipun dengan beban biaya.

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam