Kamis 25 Jumadits Tsani 1446 - 26 Desember 2024
Indonesian

Apabila Mereka Tidak Mengetahui Telah Masuknya Bulan Ramadhan Melainkan Ditengah Siang, Maka Apa Hal yang Wajib Atas Mereka?

Pertanyaan

Apabila seseorang tidak mengetahui dengan masuknya bulan Ramadhan melainkan hari telah siang, maka apakah mereka wajib menahan dari makan dan minum? Dan jika mereka menahan makan dan minum pada sisa hari itu, maka apakah wajib atas mereka mengQadha’ puasa?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

…  

Apabila seseorang tidak sadar dan tidak mengetahui  telah masuknya bulan Ramadhan melainkan di siang hari, maka wajib atasnya menahan makan dan minum dan segala yang membatalkannya di sisa hari yang ia jalani, dan akan wajibnya imsak atau menahan dari segala yang membatalkan adalah : 

1- قوله تعالى : ( فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ) سورة البقرة / 185

Firman Allah Ta’ala : (Maka barang siapa diantara kalian yang mengetahui [ hilal ] bulan Ramadhan maka hendaklah dia berpuasa ) surat Al Baqarah : 185.

2- روى البخاري (1900) ، ومسلم (1080) عن ابن عمر رضي الله عنهما قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ( إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا ) رواه البخاري (1900)

Riwayat Bukhari ( 1900 ) dan Muslim ( 1080 ) dari Ibnu Umar Radliyallahu Anhuma dia berkata : Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : ( Apabila kalian telah melihat hilal Ramadhan, maka puasalah kalian ) hadits riwayat Bukhari ( 1900 ). Maka Beliau mengaitkan wajibnya pelaksanaan puasa dengan melihat hilal Ramadhan, dan pada pertanyaan ini hilal telah dilihat dan kepastian masuknya bulan Ramadhan, maka wajib berpuasa.

3- روى البخاري (2007) عن سلمة بن الأكوع رضي الله عنه قال : " أمر النبي صلى الله عليه وسلم رجلاً من أسلم أن أذن في الناس : ( أن من كان أكل ، فليصم بقية يومه ، ومن لم يكن أكل ، فليصم ، فإن اليوم يوم عاشوراء )

Riwayat Bukhari ( 2007 ) dari Salamah bin Al Akwa’ Radliyallahu Anhu dia berkata: “Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan seorang lelaki yang telah masuk Islam agar mengumumkan kepada para manusia : ( sesungguhnya barang siapa yang yang telah makan di awal harinya, maka hendaklah ia berpuasa di sisa hari yang ia jalani, dan barangsiapa yang belum makan apapun, maka hendaklah dia berpuasa, karena pada hari ini adalah hari ‘Asyura’ atau tanggal sepuluh Muharram ).

Adapun kewajiban mengqadha’ puasa, maka di antara para ulama’ berbeda pendapat akan hal tersebut, diantaranya para  jumhur ulama’ : Yang berpendapat akan kewajiban mengqadha’ disertai menahan makan dan minum, mengacu pada dalil yang diriwayatkan oleh At Turmudzi ( 730 ) 

من حديث حفصة رضي الله عنها عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( مَنْ لَمْ يُجْمِعْ ( يعني : لم ينو ) الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ ، فَلَا صِيَامَ لَهُ ) ، وصححه الألباني في " صحيح سنن الترمذي "

Dari hadits Hafshah Radliyallahu Anha dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : (barang siapa yang tidak menghimpun yang dimaksud adalah : tidak berniat puasa sebelum waktu subuh atau fajar, maka tidak ada puasa baginya - maksudnya tidak dihitung sebagai puasa- ) dinyatakan shoheh oleh Al Albani dalam “ Shahih Sunan At Turmudzi ”. Para Jumhur berkata : di dalam hadits ini yang menjadikan tidak sahnya puasa adalah karena tidak meniatkan puasa dari semenjak malam hari, dan diwajibkan menahan di sisa hari itu karena sebagai bentuk menghormati dan memulyakan bulan yang agung.

Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata : “ Apabila di pagi harinya dia dalam kondisi tidak berpuasa dan menganggap masih di dalam bulan Sya’ban, kemudian menjadi jelas bahwa hari itu telah masuk Ramadhan dengan ru’yah hilal, maka wajib baginya untuk meninggalkan makan dan minum dan dia diharuskan mengqadha’ sebagimana umumnya perkataan para fuqaha ” dari kitab “ Al Mughni ” ( 3/34 ). 

As Syaikh Manshur Al Bahuti Rahimahullah berkata : “ Apabila telah menjadi jelas keterangan dan berita akan datangnya bulan Ramadhan yaitu dengan melihat hilal Ramadhan di tengah siang hari, maka mereka yang dikenai kewajiban tersebut harus dan wajib berpuasa dengan menahan makan dan minum meskipun mereka di pagi harinya tidak berpuasa dan terdapat udzur bagi mereka untuk bisa melaksanakan puasa sepanjang hari, maka sudah menjadi ketetapan bagi mereka untuk melaksanakan sebatas apa yang mampu mereka lakukan ; sebagaimana hadits Nabi berikut ini : 

( إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم )

“Apabila aku memerintahkan kepada kalian sebuah perintah, maka lakukanlah dari perintah tersebut sebatas kemampuan kalian”. Maka sudah sepatutnya bagi mereka mengqadha’ puasa pada hari itu ; karena ketetapan dan kejelasan masuknya bulan Ramadhan, karena mereka tidak melaksanakan puasa secara sempurna maka wajib bagi mereka mengqadha’nya sebagaimana yang diisyaratkan oleh nash Al Qur’an dan As Sunnah” . dari kitab “Kassyaful Qina’ ” ( 2/310 ). 

Dan pendapat kedua dari permasalahan di atas adalah : Wajib imsak (menahan) untuk sisa hari yang akan dilalui dengan tanpa mengqadha’, dan pendapat ini adalah pilihan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dan yang menjadi dalil dari pendapat tersebut adalah Hadits Salamah bin Al Akwa’ yang telah disebutkan di atas tentang puasa Asyuraa’, disebutkan bahwasannya mereka yang telah makan di pagi harinya tidak ada ketetapan yang mengharuskan mereka untuk mengqadha’ puasa pada hari itu, padahal puasa Asyuraa’ diwajibkan pada fase awal agama Islam. 

Dan yang mengisyaratkan akan hal itu juga adalah : sesungguhnya kewajiban menahan makan dan minum dengan tanpa adanya imbalan pahala, serta perintah untuk mengqadha’ puasa merupakan tambahan yang dibebankan kepada mukallafin dengan tanpa adanya ketentuan dalil. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata : “ Apabila datang berita tentang kejelasan dan kepastian bulan Ramadhan dengan ru’yah hilal di saat siang hari, maka yang dilakukan adalah menyempurnakan sisa hari dengan berpuasa dan tidak ada kewajiban atasnya untuk mengqadha’ meskipun di pagi harinya dia telah makan” dari kitab “ Al Fatawa Al Kubro ” ( 5/376 ). 

Al Mardawae Rahimahullah berkata : As Syaikh Taqiyyuddin berkata : dia berkewajiban menahan makan dan minum dan semua yang dihalalkan dan tidak diwajibkan mengqadha’, karena jikalau dia tidak mengetahui ru’yah hilal melainkan setelah terbenamnya matahari, maka tidak wajib atasnya qadha’. Dari kitab “ Al Inshof ” ( 3/283).

As Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rahimahullah berkata :

“قوله : ( وإذا قامت البينة في أثناء النهار وجب الإمساك والقضاء على كل من صار في أثنائه أهلا لوجوبه ) ، قوله : البينة أي : بينة دخول الشهر ، إما بالشهادة وإما بإكمال شعبان ثلاثين يوما ، وقوله ( وجب الإمساك ) يعني الإمساك عن المفطرات

“ Perkataannya : ( dan apabila telah datang berita tentang kejelasan Ramadhan di waktu siang maka wajib menahan dan mengqadha’ puasa bagi setiap orang yang berada pada saat itu dan yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kewajiban puasa ) adapun penjelasan dari kata : البينةadalah : kejelasan dan kepastian akan masuknya bulan Ramadhan, bisa jadi dengan menyaksikan hilal Ramadhan atau dengan menggenapkan jumlah hari bulan Sya’ban tiga puluh hari, dan pengertian tentang ungkapannya : ( وجب الإمساك )yaitu menahan semua hal yang bisa membatalkan puasa dari makan, minum, berkata keji, berhubungan suami istri dan lain-lainnya.

Dan dalil dari itu semua adalah ; sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam ketika memerintahkan orang-orang untuk melaksanakan puasa Asyuraa’ di tengah hari mereka langsung melaksanakannya saat itu juga, apalagi sudah terdapat ketetapan bahwasannya hari itu adalah bagaian dari bulan Ramadhan maka lebih patut untuk menahan segala yang membatalkan puasa.

Dan penjelasan dari perkataannya :  ( والقضاء )yaitu : wajib mengqadha’ puasa pada hari itu yang sudah ada ketentuan bahwasannya siang hari itu sudah termasuk bulan Ramadhan, dari perspektif lain sesungguhnya diantara syarat sahnya puasa Ramadhan adalah hendaknya menyertakan niat untuk semua hari yang akan dilalui, yaitu semenjak sebelum terbit fajar, sedangkan dalam pembahasan ini niatnya baru dimulai saat siang hari, berarti mereka tidak melaksanakan puasa pada hari itu secara sempurna, dan sungguh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :

( إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى )

“Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu harus disertai dengan niat dan sesungguhnya setiap seseorang itu [ akan diberikan balasan ] sesuai dengan apa yang diniatkannya ”. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Dan kewajiban mengqadha’ dalam permasalahan ini adalah : apabila telah jelas ketetapan Ramadhan di siang hari, dan ini adalah pendapat para ulama’ secara umum.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata : diwajibkan atas mereka menahan segala apa yang bisa membatalkan puasa dan tidak diwajibkan untuk mengqadha’ puasa, dasar dari pendapat tersebut adalah : sesungguhnya makan dan minum mereka sebelum adanya ketentuan dan kepastian Ramadhan adalah diperbolehkan, dan Allah telah menghalalkan bagi mereka yang demikian itu, dan mereka sama sekali tidak merusak dan menghina kemulyaan bulan Ramadhan, bahkan mereka melakukan itu semua karena ketidak tahuan mereka akan situasi sehingga mereka melandaskan perbuatan mereka pada asal sesuatu yang halal yaitu masih tetap di bulan Sya’ban sehingga dalam hal ini mereka masuk dalam keumuman firman Allah Ta’ala :

( ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا )

“ Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah ”, maka kondisi mereka ini dikelompokkan dengan orang yang makan dan minum yang menganggap hari masih malam, dan ketika tersadar ternyata fajar telah terbit, atau makan dan minum karena mengira matahari sudah terbenam, dan ketika tersadar ternyata matahari belum terbenam, dan terdapat riwayat dalam Shahih Bukhari dari Asma’ binti Abu Bakar Radliyallahu Anha dia berkata : Kami telah berbuka di suatu hari yang diselimuti dengan mendung di zaman Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian ternyata matahari kembali muncul, dan tidak ada riwayat mereka dianjurkan untuk mengqadha’ puasa mereka.

Syaikhul Islam Rahimahullah menjawab : tentang keberadaan mereka yang tidak niat sebelum fajar : sesungguhnya niat untuk melakukan sebuah amalan itu mengikuti pengetahuan tentang amalan itu sendiri sedang mereka tidak memiliki pengetahuan akan masuknya bulan Ramadhan, dan sesuatu yang mereka tidak memiliki pengetahuan tentangnya maka sudah barang tentu diluar keleluasaan dan kesanggupan mereka, dan sesungguhnya Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, dan atas dasar inilah kalau seandainya mereka mengakhirkan niat setelah mereka mengetahui akan masuknya bulan Ramadhan maka tidak sah puasa mereka.

Penjelasan serta jawaban dari  Ibnu Taimiyyah Rahimahullah memang memiliki argument yang kuat, akan tetapi semua penjelasan beliau belum bisa melegakan jiwa yang dahaga, apalagi perbandingan beliau dengan orang yang makan dan minum sedang dia mengira hari  masih malam atau sudah berbuka karena mengira matahari sudah terbenam, banyak menimbulkan multi persepsi ; karena apa yang mereka lakukan sudah didasari dengan niat untuk melakukan puasa, akan tetapi makan dan minum karena mengira hari masih malam atau hari sudah masuk waktu malam. Dinukil dari kitab “ As Syarkhul Mumti’ ” ( 6/332-333 ). 

Kesimpulannya : sesungguhnya menahan dari makan dan minum dan semua yang membatalkan puasa adalah wajib hukumnya bagi siapa saja yang memasuki bulan Ramadhan meski sudah masuk tengah hari, adapun mengqadha’ puasa, maka terdapat perbedaan ulama’ Rahimahumullah dalam hal ini. Dan permasalahan semacam ini dengan kemajuan dan kecanggihan sarana-sarana perhubungan serta komunikasi di zaman mutakhir seperti saat ini bisa jadi sangat langka akan terjadi.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam