Rabu 24 Jumadits Tsani 1446 - 25 Desember 2024
Indonesian

Bagaimana Cara Mendidik Anak-anak Kita

Pertanyaan

Apa nasehat anda terkait cara meningkatkan akhlak kita dan pendidikan anak kami? Saya seringkali mendengarkan dari para ulama mengatakan, “Harus hidup dan membersamai para ulama untuk belajar akhlak mulia darinya. Sungguh saya resah sekali karena lingkungan disekitarku adalah lingkungan buruk bahkan masyarakat sekitarnya tidak dapat membantu untuk mendapatkan akhlak mulia. Apalagi saya baru saja masuk Islam dimana saya belum mempunyai ilmu yang cukup untuk meningkatkan akhlakku dan akhlak anak-anaku. Dimana yang menggelisakan diriku mereka sangat dekat dengan televisi dan sangat gandrung melihatnya. Berinteraksi dengan kerabat dan teman-teman yang mempunyai pengaruh negatif kepadanya. Sampai ketika kita berusaha menanamkan akhlak mulia kepadanya, maka pengaruh lingkungan dan teman-teman lebih besar lagi. Sehingga saya menjadi bingung bagaimana cara menyelesaikan permasalahan ini. Karena kesabaran dan lemah lembut tidak membuahkan hasil. Dari sini apakah selayaknya merubah dengan cara kekerasan untuk memperbaiki prilaku mereka?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Kami ucapkan selamat kepada anda dimana Allah telah memberikan kepada anda hidayah masuk Islam, kita memohon kepada Allah agar menetapkan dalam agama ini  untuk kami dan anda sampai bertemu dengan-Nya dalanm kondisi redo. Sebagaimana kami ucapkan juga kepada anda, keseriusan anda dalam mendidik anak-anak anda dengan pendidikan yang bagus.

Sementara jawaban dari pertanyaan anda, kami akan menyebutkan sebagian point-point penting semoga dapat membantu anda –dengan taufik dari Allah Ta’ala- atas harapan anda:

Pertama:

Perlu diperhatikan bahwa akhlak tercela seringkali sesuai dengan syahwat dan hawa nafsu. Oleh karena itu, meskipun dengan sedikit sentuhan dan sebab, anak-anak bisa berakhlak dengannya. Sebaliknya, akhlak mulia. Adalah mendidik jiwa dan menahan syahwat yang merusak dan mendapatkan kebaikannya. Maka akhlak yang mulia adalah berlawanan dengan hawa nafsu. Ia adalah proses membangun, membutuhkan keseriusan dan kesungguhan. Pendidikan yang benar adalah menguatkan akhlak mulia pada diri anak yang dapat mengalahkan syahwat yang merusak. Sehingga jiwa merasa tidak tenang kecuali dengan suatu perbaikan. Dan melawan semua yang tidak sesuai dengan akhlak mulia. Seorang anak agar dapat menerima akhlak mulia ini, harus bisa menyenanginya. Dan kecintaan tidak mungkin dengan cara kekerasan, akan tetapi membutuhkan berikut ini:

  1. Lemah lembut

Ada banyak hadits Nabawiyah yang mengarahkan untuk mempergunakan lemah lembut dalam berinteraksi. Diantaranya:

Dari ‘Aisyah radhilallahu anha istri Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam  berkata, Rasulullah sallalahu alaihi wa sallam bersabda:

 ( إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الأَمْرِ كُلِّهِ ) رواه البخاري (6024)

“Sesungguhnya Allah mencintai lemah lembut dalam seluruh urusan. HR. Bukhori, 6024.

Diriwayatkan oleh Muslim, 2592 dari Jarir dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda:

مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ ، يُحْرَمِ الْخَيْرَ

“Siapa yang dihalangi dari kelembutan, maka dia akan terhalangi dari kebaikan.

Dari Aisyah istri Nabi sallallahu alaihi wa sllam dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِي شيء إِلاَّ زَانَهُ ، وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شيء إِلاَّ شَانَهُ ) رواه مسلم (2594)

“Sesungguhnya kelembutan ketika ditaruh akan menghiasinya dan ketika dicabut akan merusaknya. HR. Muslim. 2594.

                  Dari Aisyah berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

( إِذَا أَرَادَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِأَهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا أَدْخَلَ عَلَيْهِمُ الرِّفْقَ

“Ketika Allah menginginkan kebaikan pada penghuni rumah, maka Allah akan masukkan kelembutan kepada mereka.

Diriwayatkan Imam Ahmad di Musnadnya, 24427 dinyatakan shoheh oleh Albani di ‘Shoheh Al-Jami’ Sogir no. 303. Diantara tabiat anak-anak, mereka mencintai orang tua yang lemah lembut, membatu mereka, memperhatikan urusannya. Tanpa ada teriakan dan kemarahan sesuai kemampuannya, akan tetapi dengan bijaksana dan sabar.

Seorang anak dalam usianya membutuhkan kesenangan dan permainan. Sebagaimana usia yang tepat untuk mendidik dan mengajarkan. Oleh karena itu seharusnya diberikan kepadanya haknya secara adil dan seimbang.

Anak-anak ketika mencintai orang tua yang lembut,maka kecintaan ini sebagai faktor yang kuat untuk mentaati orang tuanya. Begitu juga sebaliknya, ketika tidak ada kelembutan, malah kekerasan yang ada. Maka itu menjadi penyebab larinya (seorang anak). Kemudian akan membandel dan tidak taat. Atau ketakutan pada diri anak sehingga menjadikan berbohong dan menipu.

  1. Berinteraksi dengan lemah lembut tidak meniadakan hukuman ketika dibutuhkan. Akan tetapi harus diketahui bahwa hukuman dalam proses pendidikan harus dengan bijaksana. Tidak benar memberikan hukuman kepada anak pada setiap kesalahan. Dimana hukuman itu ketika lemah lembut tidak bermanfaat lagi dan tidak mendengarkan nasehat dengan perintah maupun larangan. Sebagaimana hukuman juga bermanfaat. Seperti anda mengeluhkan anak-anak anda terlalu lama di depan televisi. Maka anda dapat menentukan bagi mereka program untuk menyaksikan yang banyak manfaatnya dan tidak buruk bagi mereka. Sebisa mungkin yang tidak ada kemungkaran. Kalau melebihi waktu yang telah ditentukan, maka anda hukum dengan tegas melarang melihat televisi sehari penuh. Kalau melanggar lagi, maka anda dapat melarang lebih banyak lagi. Sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan bermanfaat dalam mendidik.
  2. Tauladan yang baik

Untuk kedua orang tua, hendaknya berkomitmen pada akhlak yang diinginkan untuk mendidik anaknya. Sebagai contoh, tidak layak orang tua melarang anaknya merokok sementara dia sendiri merokok. Oleh karena itu salah seorang ulama salaf mengatakan kepada pendidik anaknya, “Hendaknya pertama kali yang dilakukan adalah memperbaiki diri anda dahulu. Karena kesalahan (aib) mereka terikat dengan kesalahan (aib) anda. Yang baik menurut mereka adalah apa yang anda lakukan. Dan jelek menurut mereka adalah apa yang anda tinggalkan.

  1. Lingkungan yang baik. Yaitu lingkungan yang menyanjung prilaku baik dan menghormati pelakunya, dan mengejek prilaku jelek dan pelakunya. Pada zaman kita sekarang, banyak sekali kita kehilangan lingkungan baik ini. Akan tetapi kita dapat membuatnya dengan serius dan mencurahkan fisik, jiwa dan harta –insyaallah-  sebagai contoh kalau keluarga muslim hidup di desa yang tidak ada keluarga muslimah, hendaknya keluarga ini pindah ke desa atau kota yang banyak orang Islam. Atau ke desa yang ada masjid atau islamic center yang mempunyai perhatian terhadap kegiatan anak-anak orang Islam. Suatu contoh kalau seorang anak mempunyai kecenderungan olah raga atau budaya tertentu. Maka keluarganya berusaha mencari untuk anaknya club olah raga atau budaya yang sesuai. Dimana yang mengurus adalah orang Islam yang berkomitmen. Kebanyakan keluarga muslim seringkali ikut bersamanya dalam mendidik dengan pendidikan yang bagus. Seperti ada ungkapan ‘Bercampur bawur mempunyai foktor besar. Maka berusahalah anda untuk meminimalisasikan dampak negatif dari bercampur bawur sebagaimana yang anda keluhkan dengan bercampur yang positif bersama keluarga muslim. Kalau orang tua membelanjakan untuk pakaian bagus, makanan lezat dan tempat tinggal yang bagus. Hendaknya dia juga membelanjakan untuk mendapatkan akhlak mulia, hanya mengharap pahala disisi Allah Ta’ala.

Kedua:

Hendaknya anda terus menerus berdoa terutama pada waktu mustajabah seperti sepertiga malam akhir. Waktu sujud, pada hari Jumah. Perbanyak berdoa kepada Allah agar memperbaiki anak-anak anda. Dan menunjukkan ke jalan yang lurus. Karena doa untuk kebaikan anak-anak termasuk sifat hamba Allah yang sholeh. Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا ) الفرقان ( 74

“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” QS. Al-Furqan: 74.

Syekh Abdurrahman Sa’di rahimahullah mengatakan, “Kata ‏( قُرَّةَ أَعْيُنٍ )   adalah yang menyenangkan hati kami. Kalau kita melihat kondisi dan sifatnya, kita mengetahui bahwa semangat dan kedudukan yang tinggi masih belum menyenangkan hatinya sampai melihat mereka taat kepada Tuhannya, berilmu dan beramal. Sebagaimana doa untuk kebaikan istri dan keturunannya. Karena hal itu termasuk doa untuk dirinya. Dan manfaatnya kembali kepada mereka. Oleh karena itu dijadikan sebagai hadiah untuk mereka. Seraya mengatakan ‘Ya Allah karuniakan untuk kami’ bahkan doa mereka kembali manfaatnya kepada umat Islam secara umum. Karena kebaikan orang yang disebutkan  (dalam doa) menjadi sebab kebaikan orang yang terkait dan manfaat untuk mereka.”  ‘Taisirul Karim Al-Mannan Fi Tafsiri Kalamir Rohman, 587. Untuk tambahan silahkan melihat  fatwa no. 4237 dan no. 10016.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam