Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Syarat-syarat Bencanda Yang Sesuai Syari’at

Pertanyaan

Apa syarat-syaratnya bercanda yang sesuai dengan syari’at ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Bercanda yang sesuai dengan syari’at mempunyai beberapa syarat, yaitu;

  1. Tidak mengandung unsur penghinaan  agama

Karena hal itu termasuk bagian dari yang membatalkan keislaman, Allah Ta’ala berfirman:

ولئن سألتهم ليقولن إنما كنا نخوض ونلعب قل أبالله وآياته ورسوله كنتم تستهزئون – لا تعتذروا قد كفرتم بعد إيمانكم

(سورة التوبة: 65-66)

Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata: “Menghina Allah, ayat-ayat-Nya, Rasul-Nya adalah kekufuran, pelakunya kafir setelah ia beriman”.

Demikian juga menghina sebagian sunnah-sunnah yang sudah dikenal, seperti menghina jenggot, hijab wanita, atau memendekkan kain bawah/celana, atau yang lainnya.

Yang terhormat Syeikh Muhammad bin Utsaimin berkata dengan Al Majmu’ ats Tsamin (1/63):

“Perkara ketuhanan, risalah, wahyu dan agama sisi yang mulia, tidak boleh bagi seseorang bermain-main di dalamnya, tidak dengan menghina dengan mentertawakan, juga tidak boleh mengolok-ngolok. Jika dia melakukan maka ia telah kafir, karena menunjukkan penghinanan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, para Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, dan syari’at-Nya. Dan bagi orang yang melakukan hal itu hendaknya bertaubat kepada Allah ‘azza wa jalla dari apa yang telah dia perbuat; karena hal itu bagian dari kemunafikan, maka dia wajib bertaubat kepada Allah dan meminta ampun kepada-Nya, memperbaiki amalannya, dan menjadikan hatinya takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan mengagungkan-Nya, takut dan cinta kepada-Nya, dan Allah pemilik taufik.

  1. Tidak Bergurau kecuali kejujuran.

Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

ويل للذي يُحدث فيكذب ليُضحك به القوم ويل له  (رواه أبو داود)

“Celakalah orang yang ketika berbicara dia berdusta agar ditertawakan oleh orang, celakalah ia”. (HR. Abu Daud)

Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda untuk memperingatkan jalan yang bahaya ini yang biasa dilakukan oleh para pelawak:

إن الرجل ليتكلم بالكلمة ليُضحك بها جلساءه يهوي بها في النار أبعد من الثريا (سورة رواه أحمد)

“Sungguh seseorang berbicara sepatah kata untuk ditertawakan teman-temannya, maka dengan sebab itu terjerumus  di neraka lebih jauh dari bintang tsurayya”. (HR. Ahmad)

  1. Tidak Menimbulkan ketakutan.

Khususnya orang yang mempunyai semangat dan kekuatan atau di tangan mereka ada senjata, atau sepotong besi, atau memanfaatkan kegelapan dan kelemahan manusia, untuk menakut-nakuti, dari Abu Laila berkata:

حدثنا أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم أنهم كانوا يسيرون مع النبي صلى الله عليه وسلم ، فنام رجل منهم فانطلق بعضهم إلى حبل فأخذه ففزع ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( لا يحل لمسلم أن يروع مسلماً (رواه أبو داود)

“Para sahabat Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah meriwayatkan bahwa mereka pernah berjalan bersama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu ada seseorang dari mereka tidur dan sebagian lainnya pergi mengambil tali dan kaget, lalu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Tidak dihalalkan bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim lainnya”. (HR. Abu Daud)

  1. Menghina dengan perkataan dan sindiran

Manusia itu bertingkat pada pengetahuan dan pikiran mereka, kepribadian mereka juga berbeda-beda dan sebagian jiwanya yang lemah. Orang yang biasa menghina dengan perkataan dan sindiran bisa jadi mereka mendapatkan seseorang yang menjadi tangga baginya untuk menjadi bahan tertawaan –semoga Allah melindungi kita-. Allah Azza wa Jalla telah melarang hal itu, Dia berfirman:

يا أيها الذين آمنوا لا يسخر قوم من قوم عسى أن يكونوا خيراً منهم ولا نساء من نساء عسى أن يكن خيراً منهن ولا تلمزوا أنفسكم ولا تنابزوا بالألقاب بئس الاسم الفسوق بعد الإيمان

(سورة الحجرات: 11)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman.” (QS. Al-hujurat: 11)

Ibnu Katsir berkata di dalam Tafsirnya:

“Maksud dari hal itu adalah menghina mereka, mengecilkan dan mengejek mereka. Semua ini haram, dan termasuk dari sifat-sifat orang munafik”.

Sebagian mengolok-olok secara fisik, cara jalan, kendaraan dan dikhawatirkan kepada orang yang mengolok-olok akan dibalas oleh Allah Azza wa Jalla karena olokannya, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

لا تُظهر الشماتة بأخيك فيرحمه الله ويبتليك  (رواه الترمذي )

“Janganlah kamu nampakkan cibiran kepada saudaramu, maka Allah akan menyayanginya dan mengujimu”. (HR. Tirmidzi)

Nabi –shalallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melarang penghinaan dan menyakiti; karena hal itu jalan permusuhan dan kebencian, Nabi –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:

 المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخذله ولا يحقره ، التقوى ها هنا – ويشير إلى صدره ثلاث مرات – بحسب امرئٍ من الشر أن يحقر أخاه المسلم ، كل المسلم على المسلم حرام ، دمه وماله وعرضه  (رواه مسلم)

“Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak mendzaliminya, tidak menjatuhkannya, dan tidak menghinanya. Taqwa itu ada di sini –beliau menunjuk pada dadanya sebanyak 3 kali- cukuplah seseorang itu termasuk kategori buruk jika ia menghina saudara muslim lainnya, setiap muslim kepada muslim lainnya haram; darahnya, hartanya dan kehormatannya”. (HR. Muslim)

  1. Tidak Bercanda Berlebihan

Sebagian orang lebih banyak dari sisi ini dan sudah menjadi karakter mereka. Hal ini berlawanan sekali dengan ciri-ciri orang beriman. Bercanda merupakan kemudahan  dan keringanan agar kesungguhan dan semangat bisa bertahan dan rehat bagi jiwa.

Umar bin Abdul Aziz –rahimahullah- berkata:

اتقوا المزاح ، فإنه حمقة تورث الضغينة

“Jagalah kalian dari bercanda; karena sebuah kebodohan yang akan mewariskan sakit hati”.

Imam Nawawi –rahimahullah- berkata:

“Bercanda yang dilarang adalah yang berlebihan dan terus menerus, maka dia akan menyebabkan tawa dan kerasnya hati sehingga lupa mengingat Allah Ta’ala. Di berbagai moment  dapat berubah menjadi Tindakan  menyakiti dan menyebabkan kedengkian, jatuhnya kewibawaan dan kemuliaannya. Adapun orang yang selamat dari unsur ini maka dibolehkan, karena Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah melakukannya.

  1. Mengenali kedudukan Manusia

Sungguh sebagian manusia bercanda dengan semuanya tanpa pertimbangan. Ada hak ulama, ada haknya pembesar, dan ada hak orang tua. Oleh karenanya diwajibkan mengetahui kepribadian lawan bercandanya, maka tidak bercanda dengan orang bodoh, orang dungu, atau orang yang tidak dikenal.

Dalam tema ini, Umar bin Abdul Aziz berkata:

“Hindari bercanda, maka dia akan melenyapkan wibawa”.

Sa’d bin Abi Waqqas berkata:

“Kurangilah candaanmu, karena berlebihan dalam bercanda akan menghilangkan wibawa dan menjadikan orang bodoh berani kepadamu”.

  1. Hendaknya bercanda kadarnya sama dengan garam pada makanan

Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

لا تكثر الضحك فإن كثرة الضحك تميت القلب (صحيح الجامع، رقم 7312)

“Jangan banyak tertawa; karena banyak tertawa akan mematikan hati”. (Shahih Al Jami: 7312)

Umar bin Khattab –radhiyallahu anhu- berkata:

من كثر ضحكه قلت هيبته ، ومن مزح استُخف به ، ومن أكثر من شيء عُرف به

“Barang siapa yang banyak tertawa maka wibawanya berkurang dan barang siapa yang bercanda maka dia akan diremehkan, dan barang siapa yang banyak melakukan sesuatu maka akan dikenal dengan hal itu”.

فإياك إياك المزاح فإنه             يجرئ عليك الطفل والدنس النذلا

ويُذهب ماء الوجه بعد بهائه       ويورثه من بعد عزته ذلاً

Maka jauhilah bercanda # karena anak-anak akan berani kepadamu, dengan menodai dan melukai

Dan menghilangkan air muka setelah kecerahannya # dan akan mewarisi kehinaan setelah kemuliaan.

  1. Tidak mengandung unsur ghibah

Ini penyakit yang buruk, dan bagi sebagian orang ghibah ini dibalut dengan cerita dan disampaikan dengan cara bercanda. Kalau tidak maka akan termasuk dalam sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

ذكرك أخاك بما يكره (رواه مسلم)

“Anda menyebutkan apa yang tidak disenangi oleh saudara anda”. (HR. Muslim)

  1. Memilih waktu yang sesuai untuk bercanda

Seperti pada saat piknik atau saat perayaan, atau pada saat bertemu teman berinteraksi dengannya dengan sedikit candaan, atau dengan sesuatu yang menakjubkan, atau candaan ringan, agar rasa cinta masuk ke hatinya, dan kebahagiaan masuk pada dirinya, atau ketika masalah keluarga menjadi runyam dan salah satu pasangan suami istri marah, karena bercanda ringan ini akan menghilangkan kekakuan dan mengembalikan air pada salurannya.

Wahai seorang muslim….

Seorang laki-laki berkata kepada Sofyan bin Uyainah –rahimahullah- :

“Bercanda adalah aib harus dijauhi!’ Lalu beliau menjawab: “Bahkan dia adalah sunnah, namun bagi orang yang melakukannya dengan baik, dan menempatkan pada tempatnya”.

Sebenarnya umat sekarang membutuhkan tambahan cinta bagi masing-masing individu dan mencegah kebosanan dalam kehidupannya. Akan tetapi sebagi orang berlebihan dalam hiburan, tertawa, bercanda, dan itu menjadi kebiasaannya, mendominasi majelis dan obrolannya, membuang-buang waktu, menghabiskan umur, dan memenuhi catatan amal dengan canda dan main-main.

Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

 لو علمتم ما أعلم لضحكتم قليلاً ولبكيتم كثيراً

“Kalau kalian mengetahui apa yang saya ketahui maka kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis”.

Disebutkan di dalam Fathul Baari: “Maksud dari ‘mengetahui’ di sini apa yang berkaitan dengan keagungan Allah dan kemurkaan-Nya kepada orang yang durhaka kepada-Nya, dan kejadian berat yang terjadi pada saat sakratul maut, kematian, di dalam kubur dan pada hari kiamat”.

Diwajibkan kepada umat Islam laki-laki dan perempuan agar memutuskan untuk memilih teman yang baik yang bersungguh-sungguh dalam hidupnya dari mereka yang membantu untuk memutus waktu dunia dan menjalaninya menuju Allah ‘Azza wa Jalla dengan sungguh-sungguh dan ketegaran, dari orang-orang nyaman bersama orang-orang pilihan dan sholeh.

Bilal bin Sa’d berkata: “Aku mendapati mereka keras pada beberapa tujuan, saling tertawa satu sama lain, namun jika pada malam hari mereka menjadi ahli ibadah.”

            Ibnu Umar –radhiyallahu ‘anhuma- pernah ditanya:

“Apakah dahulu para sahabat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tertawa”.

Ia berkata: “Iya, dan keimanan di dalam hati mereka seperti gunung”.

Maka diwajibkan kepadamu seperti mereka, menjadi pahlawan pada siang hari, dan menjadi ahli ibadah pada malam hari.

Semoga Allah menjadikan kita semua, kedua orang tua kita termasuk yang makan pada hari kiamat, di mana mereka akan dipanggil pada hari yang agung tersebut:

 ادخلوا الجنة لا خوف عليكم ولا أنتم تحزنون

“Masuklah kalian ke dalam surga, tidak ada ketakutan pada diri kalian, dan tidak bersedih”.

Dan sholawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya semuanya.

Refrensi: Publikasi Abdul Malik Al-Qasim