Jum'ah 19 Jumadits Tsani 1446 - 20 Desember 2024
Indonesian

Bertanya Tentang Fatwa Imam Ahmad Berbeda Dengan Mazhabnya Dari Wajibnya Mengusap Kedua Telinga Dalam Wudu

225233

Tanggal Tayang : 20-01-2019

Penampilan-penampilan : 5920

Pertanyaan

Anda sebutkan dalam fatwa no. 115246 teksnya ‘Kholal mengatakan, “Semua menghukumi dari Abu Abdillah bagi orang yang meninggalkan mengusapkan keduanya (telinga) secara sengaja atau lupa diterima. Hal itu karena keduanya mengikuti kepala. Tidak difahami dari itlak nama kepala keduanya masuk. Dan tidak mirip sisa bagian kepala. Oleh karena itu tidak diterima mengusap keduanya bagi orang yang membagi mengusap sebagian. Apa sebab dibelakang fatwa Imam Ahmad ini. Padahal asal mazhabnya menegaskan wajibnya mengusap dua telinga?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Terkadang menukil dari imam satu seperti imam empat dan lainnya berbagai macam ijtihad dalam satu masalah. Disini para teman dan pengikutnya berbeda dalam memilih salah satu pendapat dan ijtihad. Menamakan bahwa ini adalah mazhabnya imam. Mereke mempunyai kaidah dan patokan. Mereka berusaha mengumpulkan diantara pendapat terdahulu, kalau kesulitan dan diketahui sejarahnya, sebagian diantara mereka menjadikan pendapat terakhir itu adalah (pendapat) mazhab. Sebagian lagi menjadikan pendapat yang pertama. Kalau tidak diketahui sejarahnya, maka ditarjih (dipilih) diantara pendapat yang terkuat. Dintara cara mentarjih (memilih) bahwa pendapat yang sesuai dengan kaidah mazhab, itu adalah mazhab.

Ibnu Badran rahimahullah mengatakan, “Terkadang beliau (maksudnya Imam Ahmad) dalam satu masalah ada banyak riwayat. Kemudian kalau anda melihat dalam kitab teman-teman (mazhab) anda akan jumpai seringkali terbangun atas satu pendapat. Dan riwayat satu. Anda ingin mengetahui bagaimana teman-teman (mazhab) membolehkan akan hal itu? Apa metode pilihan untuk salah satu riwayat atas lainnya. Tidak tersembunyi bagi anda bahwa teman-teman (mazhab) mengambil mazhab Ahmad dari perkataan, perbuatan dan jawabannya dan selain dari itu. Dahulu mereka ketika mendapatkan dari Imam satu masalah ada dua pendapat, mereka mencoba untuk memadukan keduanya dengan salah satu cara pokok (usul). Bisa menjadikan umum atas yang khusus. Mutlak atas muqoyad. Kalau hal itu memungkinkan. Maka kedua pendapat itu adalah mazhabnya. Kalau tidak memungkinkan menggabungkan keduanya dan diketahui sejarahnya, dan teman-teman mazhab berbeda. Sebagian kaum mengatakan yang kedua adalah  mazhab dan sekelompok lain mengatakan, yang pertama. Meskipun dia kembali. Kalau tidak diketahui sejarahnya, maka pendapat mazhab adalah yang lebih dekat dengan dalil atau kaidah mazhabnya. Selesai dari ‘Al-Madkhol Ila Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal, hal. 126.

Silahkan melihat ‘Al-Madkhol Al-Mufasol Ila Fiqhi Imam Ahmad bin Hanbal, (1/291) karangan Syekh Bakr Abu Zaid rahimahullah.

Oleh karena itu dibedakan antara mazhab istilahi dan mazhab pribadi. Kalau mazhab istilahi untuk Imam. Yaitu apa yang dipilih dia dan para teman-teman mazhab. Dan dijadikan rujukan dan menjadikannya sebagai mazhab. Terkadang Imamnya berbeda dalam berfatwa atau tidak dinukil darinya pendapat khusus dalam masalah ini.

Sementara mazhab pribadi adalah penegasan Imam dan pilihan pribadi.

Syekh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Disana ada perbedaan antara mazhab pribadi yang dijadikan patokan Imam (beribadah kepada) Allah Azza Wa Jalla dan mazhab istilahi. Kalau mazhab istilahi adalah terkadang pendapatnya Imam atau pendapatnya berbeda dengannya. Atau yang telah dijadikan istilah oleh pengikut imam ini, yang dijadikan sebagai mazhab. Seperti pilihan pengikut para imam. Mereka mengatakan fulan bin fulan telah sepakat dari kalangan pengikut para imam dalam masalah ini maka ia adalah mazhab. Atau mayoritas pengikutnya sepakat dalam masalah ini, maka itu adalah (pendapat) mazhab.

Akan tetapi mazhab pribadi berbeda, ia adalah yang dijadikan patokan (beribadah kepada) Allah Ta’ala. Terkadang sesuai dengan apa yang dikatakan sebagai mazhab istilahi terkadang berbeda.” Selesai ‘Syrkhu Mumti’, (12/41).

Kedua:

Masalah mengusap kedua telinga dalam wudu. Masalah itu banyak berbagai riwayat dari Imam Ahmad rahimahullah. Telah ada dalam ‘Masail Imam Ahmad riwayat Abi Dawud As-Sijistani, hal. 14. Saya katakan kepada Ahmad, “Kalau meninggalkan mengusap kedua telinga karena lupa dalam wudu, apakah mengulangi wudu? Beliau menjawab, “Tidak. Karena kedua telinga termasuk bagian kepala. Saya berkata, “Kalau dia sengaja tinggalkan ? beliau menjawab, “Saya khawatir dia selayaknya mengulanginya. “ selesai

Mardawai rahimahullah menyebutkan dua riwayat dari Imam Ahmad dalam mewajibkan mengusap kedua telinga. Salah satunya dikatakan, “Tidak wajib mengusapnya bahkan Cuma sunah. Dan ini yang shoheh (kuat). Zarkasyi mengatakan, “Ini yang paling terkenal penukilannya. Kemudian menyebutkan orang yang memilihnya dari kalangan ulama Hanbali. Kemudian beliau mengatakan, “Riwayat kedua adalah wajib mengusapnya. Dan ditegaskannya. Zarkasyi mengatakan, “Ini paling banyak orang yang memilihnya.” Selesai kemudian menyebutkan orang yang memilihnya juga. Dan melanjutkan, “Ini adalah mazhab istilahi.” Selesai dari ‘Tashih Al-Furu’, (1/181).

Dari sini, maka mazhab Imam Ahmad Istilahi itu adalah pilihan mayoritas teman-teman mazhab yaitu wajibnya mengusap kedua telinga dalam wudu. Hal ini tidak menghalangi Imam Ahmad mengatakan pendapat lain dalam masalah ini.

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam