Alhamdulillah.
Dalam beribadah harus bersandar dengan dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih. Di antara kaidah syariat ini adalah bahwa Allah tidak disembah kecuali dengan apa yang disyariatkan. Dan tidak disembah dengan (melakukan) bid’ah. Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami yang tidak ada (tuntunannya) maka ia akan tertolak.” Maksudnya amalannya sia-sia dan tertolak serta tidak diterima oleh Allah. Mengakhiri doa dengan Al-Fatihah tidak ada dalilnya, baik dari kitab maupun sunnah. Begitu juga meniup tangan dan mengusap kedua matanya dengannya setelah berdoa.
As-Syuqairi rahimahullah menyatakan, "Termasuk bid’ah adalah mencium kuku kedua ibu jari dan mengusap kedua mata dengannya setelah berdoa selesai shalat. Demikian juga mengumpulkan jari jemari kedua tangan lalu meletakkan di kedua mata setelah shalat diserta bacaan yang mereka baca adalah bid'ah (As-Sunan wal Mubtadi'at, hal. 71)
Masalah mencium mushaf, Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta
Dalam kitab Al-Adab As-Syariyyah, (2/273 cetakan Ar-Risalah) karangan Ibnu Muflih, terdapat pernyataan sebagai berikut, “Adapun pendapatnya (Imam Ahmad) adalah abstain (tekait dengan mencium mushaf) dan menjadikan di kedua matanya. Al-Qodhi mengatakan di kitab Al-Jami Al-Kabir: “Sesungguhnya sikap absatinnya beliau meskipun perbuatan tersebut mengandung pemuliaan dan penghormatan, karena sebuah ibadah, jika tidak dapat menerima qiyas (analogi) tidak, maka tidak dianjurkan untuk melakukannya. Meskipun di dalamnya ada pengagungan kecuali ada pernyataan jelas secara nash. Tidaklah anda melihat Umar ketika melihat Hajar (aswad) mengatakan, “Kamu tidak dapat memberikan bahaya dan manfaat, jika saya tidak melihat Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam menciummu, maka saya tidak akan menciummu.” (HR. Bukhari, 1597 dan Muslim, 1270)
Sedangkan miring dan bergerak-gerak ketika membaca Al-Quran dan shalat, hal itu termasuk prilaku orang Yahudi, dan termasuk sikap dalam peribadatan mereka. Maka seorang muslim tidak selayaknya dengan sengaja melakukan hal itu. (silahkan lihat kitab "Bida'ul Qurraa, Bakr Abu Zaid, hal. 57).
Sikap bijak dalam mengingkari seperti yang anda sebutkan dalam pertanyaan perlu mendapatkan apresiasi. Caranya meminta kepada mereka dalil terhadap ibadah yang mereka lakukan dan kedudukannya. Karena tidak dibolehkan beribadah kecuali dengan adanya dalil seperti tadi. Dalilnya diminta dari orang yang melakukanya, bukan dari orang yang mengingkarinya. Semoga Allah memberikan taufik kepada anda untuk mendapatkan semua kebaikan. Shalawat semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad.