Ahad 23 Jumadil Ula 1446 - 24 November 2024
Indonesian

Apakah Mandi Hari Arafah Termasuk Sunah?

236735

Tanggal Tayang : 08-09-2016

Penampilan-penampilan : 10874

Pertanyaan

Apakah mandi di hari Arafah termasuk sunah?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Tidak disyaratkan bersuci ketika wukuf di Arafah. Para ulama sepakat sahnya wukuf orang haid dan junub. Kecuali dianjurkan berwukuf dalam kondisi suci dari dua hadats, besar dan kecil. Karena dia akan mengingat Allah ta’ala, sehingga dianjurkan berwudu ketika mengingat Allah ta’ala. Silahkan melihat jawaban soal no. 82029

Kedua:

Telah ada ketetapan bukan satu orang dari para shahabat bahwa beliau mendi pada hari Arafah. Seperti Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar dan Ali radhiallahu anhum. Diriwayatkan oleh Baihaqi, (6124) dari Zaidan berkata, seseorang bertanya kepada Ali radhiallahu anhu tentang mandi, seraya mengatakan, “Apakah saya mandi setiap hari kalau anda mau? Maka beliau menjawab, “Tidak, mandi yang dinjurkan berkata, “Hari jumah, hari Arafah, hari Nahr dan hari raya.” Dishohehkan Al-Bani di ‘Irwa’, (1/177).

Telah ada dalam ‘Mausu’ah Fiqhiyah, (45/323), “Syafiiyah, Hanabilah dan Malikiyah berpendapat disunahkan mandi ketika wukuf di Arafah. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ali, Ibnu Mas’ud dan Ibnu Umar radhiallahu anhum, mereka mandi ketika berangkat ke Arafah. Juga ia termasuk ibadah dimana orang-orang pada berkumpul di satu tempat. Maka dianjurkan baginya mandi seperti shalat jumah dan dua hari raya. Sementara Hanafinyah dan acuan dalam mazhab Malikiyah, bahwa mandi hari Arafah dianjurkan (mustahab).” Selesai

Mustahab menurut ulama fikih adalah sunah yang tidak ditekankan (goiru muakkadah) maksudnya dimana Rasulullah sallallahu aliahi wa sallam tidak terus menerus melakukannya.” Silahkan melihat ‘Hasyiyah Ibnu Abidin, (2/411).

Dari sini telah diketahui bahwa empat mazhab yang terkenal sepakat dianjurkan mandi pada hari Arafah, siapa yang melaksanakannya diberi pahala. Dalil anjurannya adalah prilaku para shahabat radhiallahu anhum.

Telah diriwayatkan Ibnu Majah, (1316) dari Fakihan bin Said,”Sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dahulu mandi pada hari raya fitri dan hari Nahr serta hari Arafah.” Akan tetapi hadist palsu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Albani di ‘Dhoif Ibnu Majah.’

Telah ada dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

 الغسل في هذه الأيام واجب: يوم الجمعة ويوم الفطر ويوم النحر ويوم عرفة   وضعفه الألباني في "ضعيف الجامع" (3929) .

“Mandi di hari-hari ini adalah wajib, hari Jumah, hari raya fitri, hari Nahr dan Hari Arafah. Dilemahkan oleh Al-Bani di ‘Dhoif Al-Jami’, (3929).

Telah ada dalam fatwa no, (81949 ) bahwa dianjurkan bagi orang yang ingin berkumpul dengan orang-orang agar mandi, bersih-bersih dan memakai minyak wangi, diantara hal itu adalah mandi untuk wukuf di Arafah.

Ketiga:

Perlu diketahui bahwa mandi untuk hari Arafah bukan untuk setiap muslim, akan tetapi hanya untuk jamaah haji saja. Karena hal ini yang ada dari para shahabat radhiallahu anhum. Mandi karena berkumpul. Dan berkumpul hanya di Arafah.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak dinukil baik dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam maupun dari para shahabat dalam haji kecuali tiga mandi. Mandi ihram, mandi ketika masuk Mekah dan mandi hari Arafah.” Selesai dari ‘Majmu Fatawa, (26/132).

Keempat:

Ungkapan ‘sunah’ dan ‘mustahab’ diungkapkan untuk satu arti dalam istilah para ulama fikih. Sebagian membedakan diantara keduanya. Sesuai dengan asal yang dibangunnya. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Mustahab adalah sunah, ia adalah apa yang diperintahkan bukan mengharuskan dalam melakukannya. Kalau perintah yang harus dilakukan adalah wajib. Hukum mustahab adalah pelakunya mendapatkan pahala, dan tidak disiksa orang yang meninggalkannya. Akan tetapi pahala mustahab atau sunah itu lebih sedikit dibandingkan dengan wajib. Dengan dalil atsar dan nador.

Dalil atsar adalah firman Allah ta’ala dalam hadits qudsi:

ما تقرب إليَّ عبدي بشيء أحب إليَّ مما افترضت عليه

“Apa yang hamba-Ku mendekatkan diri kepadaku lebih saya cintai dari apa yang saya wajibkan kepadanya.”

Dua shalat wajib itu lebih dicintai Allah dibandingkan dua rakaat sunah.

Sementara dalil nadori adalah bahwa apa yang diwajibkan Allah kepada hamba menunjukkan hal itu lebih ditekankan. Dan orang yang terkena beban kewajiban itu membutuhkan kepada (wajib) lebih banyak dibandingkan kebutuhan kepada yang sunah.

Apakah dibedakan antara mustahab dengan sunah? Jawabnya adalah sebagian ulama membedakaan diantara keduanya, bahwa mustahab itu yang ada ketetapan dengan qiyas. Sementara sunah itu ada ketetapan dengan sunah maksudnya dengan dalil. Akan tetapi yang kuat tidak ada perbedaan, itu sekedar permasalahan istilah. Menurut Hanabilah tidak ada perbedaan keduanya. Tidak ada perbedaan antara kita mengatakan dianjurkan berwudu tiga kali dan kita mengatakan disunahkan berwudu tiga kali. Ini sekedar istilah maksudnya kalau seseorang mengatakan dalam karangannya, “Kalau saya ungkapkan dengan ‘sunah’ sesungguhnya saya ungkapkan apa yang telah ada ketetapan dalam sunah. Kalau saya ungkapkan dengan ‘mustahab’, saya ungkapkan apa yang ada ketetapan dalam qiyas. Kemudian berjalan dengan istilah ini, tidak perlu diinkari.’ Selesai dari ‘Syarkhul Mumti’, (6/421). Silahkan melihat ‘Kasyful Qana’ karangan Bahuti, (1/87). Nihayatul Muhtaj karangan Ramli, (2/105).

Wallahu ‘alam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam