Selasa 12 Rabi'uts Tsani 1446 - 15 Oktober 2024
Indonesian

Beberapa Dalil Yang Berkaitan Dengan Najisnya Madzi dan Kewajiban Mensucikan Pakaian Yang Dipakai Untuk Shalat

246483

Tanggal Tayang : 20-04-2017

Penampilan-penampilan : 23046

Pertanyaan

Apakah anda bisa memberikan dalil yang jelas dari sunnah yang menyebutkan bahwa madzi jika mengenai pakaian akan menjadikannya najis dan membatalkan shalat jika dia melaksanakan shalat dengan pakaian tersebut ?
Saya mengetahui hukumnya, akan tetapi saya belum mendapatkan satu dalil pun yang menyatakan hal itu, saya telah mendengar satu riwayat yang menyebutkan bahwa Imam Ali telah mengadukan kepada Nabi berkaitan dengan keluarnya madzi maka Nabi menyuruhnya untuk mencuci kemaluannya, namun beliau tidak menyuruhnya untuk mencuci pakaiannya. Pertanyaan yang serupa juga berkaitan dengan air seni, apa dalilnya bahwa shalat dengan pakaian yang terkena air seni tidak sah, meskipun bekas air seninya tersebut sudah mengering ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Hukumnya madzi adalah najis dan membatalkan wudhu’, dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ali –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

" كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً فَجَعَلْتُ أَغْتَسِلُ حَتَّى تَشَقَّقَ ظَهْرِي فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ ذُكِرَ لَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( لَا تَفْعَلْ ، إِذَا رَأَيْتَ الْمَذْيَ فَاغْسِلْ ذَكَرَكَ وَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ ) رواه أبو داود (206)، وصححه الشيخ الألباني رحمه الله .

“Saya adalah seorang yang sering mengeluarkan madzi, maka saya bersuci dengan mandi besar sampai punggungku seakan menjadi pecah, maka saya menyampaikan hal itu kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau telah diberitakan oleh orang lain, maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Janganlah kau lakukan !, jika kamu melihat madzi maka cucilah kemaluanmu dan berwudhu’lah dengan wudhu’ yang sama dengan wudhu’nya shalat”. (HR. Abu DaudL 206 dan dishahihkan oleh Albani –rahimahullah-)

Sebagaimana hadits lain yang diriwayatkan oleh Sahal bin Hunaif berkata: “Saya telah sangat menjauhkan diri saya dengan madzi dengan memperbanyak mandi besar, maka saya menyampaikan hal itu kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan menanyakannya kepada beliau, maka beliau bersabda:

( إِنَّمَا يُجْزِئُكَ مِنْ ذَلِكَ الْوُضُوءُ ) فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ بِمَا يُصِيبُ ثَوْبِي مِنْهُ ؟ قَالَ : ( يَكْفِيكَ أَنْ تَأْخُذَ كَفًّا مِنْ مَاءٍ فَتَنْضَحَ بِهِ ثَوْبَكَ حَيْثُ تَرَى أَنَّهُ أَصَابَ مِنْهُ ) رواه أبو داود(210) الترمذي (115). وحسنه الألباني في " صحيح أبي داود "

“Sebenarnya sudah cukup dengan wudhu’ saja”, maka saya berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika madzi tersebut mengenai pakaianku ?”. Beliau menjawab: “Cukup bagimu dengan mengambil air satu telapak tangan kemudian menyiramkannya kepada pakaianmu sampai kamu melihat bekas air telah membasahinya”. (HR. Abu Daud: 210 dan Tirmidzi: 115 dan dihasankan oleh Albani dalam Shahih Abu Daud)

Para ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil akan najisnya madzi, bisa dibaca pada Fathul Baari karya Ibnu Hajar (1/381), Umdatul Qaari Syarah Shahih Al Bukhori (3/220), Subulus Salam (1/93), Al Majmu’ karya Imam Nawawi (2/164).

Pengambilan dalil dari hadits tersebut sangatlah jelas; karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyuruhnya untuk mencuci kemaluannya dan menyiramkan air pada pakaian yang terkena madzi tersebut. Inilah yang menjadi dalil bahwa madzi itu adalah najis.

Para ulama telah melakukan konsensus akan najisnya madzi.

Imam Nawawi –rahimahullah- berkata dalam Al Majmu’ (2/571):

“Ummat telah melakukan konsensus bahwa madzi adalah najis”.

Sebagian Syi’ah telah berpendapat tidak wajar; karena menyelisihi banyak hadits dan ijma’.

Asy Syaukani berkata dalam Nail Authar (1/73):

“Para ulama telah bersepakat bahwa hukumnya madzi adalah najis, tidak ada yang menyelisihinya kecuali sebagian (syi’ah) imamiyah, mereka berdalil bahwa hanya dengan menyiramkan air di atasnya tidak bisa menghilangkan najis, kalau hukumnya (madzi) itu najis maka diwajibkan mencucinya.

Jika demikian maka mereka juga menganggap bahwa kotoran manusia adalah suci; karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyuruh mengusap sandal yang terkena kotoran tersebut dengan tanah, lalu melaksanakan shalat dengannya, adapun hanya dengan mengusap tidak mampu menghilangkannya, ini merupakan bentuk kebatilan sesuai dengan kesepakatan para ulama.

Para ulama telah berbeda pendapat jika madzi mengenai pakaian, imam Syafi’i, Ishak dan yang lainnya berpendapat: “Tidak dibolehkan kecuali hanya dengan mencucinya, mereka berdalil dengan riwayat yang menyuruh untuk mencucinya, padahal riwayat yang menyuruh untuk mencucinya tersebut adalah mencuci kemaluannya, bukan mencuci pakaiannya, di sinilah letak perbedaannya. Dalam masalah ini tidak ada riwayat yang bententangan dengan hanya cukup menyiramkan air di atasnya, maka mencukupkan diri dengannya dibenarkan dan boleh”.

Adapun pakaian yang terkena air seni –dan terkena najis lainnya-, maka tidak boleh dipakai untuk melaksanakan shalat, meskipun sudah mengering sampai disucikan dengan mencucinya, kami telah menyebutkan beberapa dalil yang menyatakan hal itu dalam fatwa nomor: 195117.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam