Selasa 21 Syawal 1445 - 30 April 2024
Indonesian

Jenis-jenis syafaat

26259

Tanggal Tayang : 24-04-2024

Penampilan-penampilan : 203

Pertanyaan

Saya mendengar ada golongan yang berpandangan bahwa syafaat hanya milik Allah Subhanahu wa ta’ala saja dan tidak bisa di dapat kecuali dengan meminta dari-Nya, dan golongan lain berpandangan bahwa Allah memberikan syafaat-Nya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan kepada para walinya yang shaleh, maka meminta syafaat-Nya dari mereka adalah sesuatu yang sahih. mengenai hal ini bagaimana kebenarannya berdasarkan bukti hukum yang mendasarinya?.

Ringkasan Jawaban

Syafa’at adalah perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu bahaya bagi orang lain. Ada dua jenis syafaat, yang pertama; syafa’at yang terjadi di akhirat pada hari kiamat, yang kedua; syafa’at yang terkait dengan urusan-urusan dunia. Masing-masing dari keduanya memiliki kondisi dan tipenya, untuk lebih detailnya bisa dilihat dalam jawaban panjang.

Alhamdulillah.

Definisi syafa’at

Pengertian syafa’at adalah  perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu bahaya bagi orang lain.

Pembagian syafa’at

Ada dua jenis syafa’at:

  1. Syafa’at yang terjadi di akhirat pada hari kiamat
  2. Syafaat yang terkait dengan urusan-urusan dunia

Jenis-jenis syafa’at yang terjadi di akhirat:

Ada dua jenis syafa’at yang terjadi di akhirat

Yang pertama: syafa’at khusus

Adalah syafaat yang menjadi kekhususan Rosulullah shallallhu ‘alaihi wasallam saja dan tidak dimiliki oleh makhluk selainnya.

Ada beberapa kategori untuk Syafa’at jenis ini:

  1. syafaat agung

Ini adalah syafa’at yang berupa kedudukan yang terpuji sebagaimana telah dijanjikan Allah Subhanahu wa ta’alauntuk Nabi-Nya, dalam firman-Nya disebutkan:

وَمِنْ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

 الإسراء/79

Pada sebagian malam lakukanlah salat tahajud sebagai (suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. (Al-Isra /79).

Hakikat syafaat ini adalah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan memberikan syafa’at untuk seluruh umat ketika Allah menunda hisab, yang membuat masa penantian mereka menjadi semakin lama di padang masyhar pada hari kiamat, dan mereka merasakan kegelisahan dan kesulitan yang mereka tidak sanggup menanggungnya, lalu mereka mengatakan: siapakan yang akan memberikan syafaat bagi kita dihadapan Tuhan kita supaya segera memutuskan perkara hamba-hamba Nya ? mereka berharap segera bisa meninggalkan tempat ini, lalu manusia mendatangi para Nabi yang masing-masing dari mereka mengatakan: “aku tidak mampu (memberi syafaat)”, sampai ketika mereka bertemu dengan Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkata: “ya aku mampu, aku mampu (memberi syafaat)”. Maka dia memberikan syafaat kepada mereka agar penghakiman diputuskan, ini adalah syafa’at agung yang khusus hanya dimiliki oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.  

Ada beberapa hadis tentang syafaat ini, dalam al-Saheehain dan lainnya, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhaari dalam Shahihnya (1748) dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhu:

إن الناس يصيرون يوم القيامة جُثاً، كل أمة تتبع نبيها، يقولون: يا فلان اشفع، حتى تنتهي الشفاعة إلى النبي صلى الله عليه وسلم، فذلك يوم يبعثه الله المقام المحمود

“Sungguh pada hari kiamat kelak manusia akan berada dalam posisi berlutut (tak berdaya). Setiap umat akan mengikuti nabinya hingga mereka saling berkata, “Ya Fulan, berilah aku syafaat.” Sampai akhirnya mereka mendatangi Nabi (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wasallam. Itulah hari ketika Allah mengangkat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada kedudukan (maqom) yang terpuji.”

  1. Syafaat bagi penghuni surga untuk masuk kedalam surga.

Dari Anas bin Malik dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

آتي باب الجنة يوم القيامة فأستفتح فيقول الخازن: من أنت؟ فأقول: محمد، فيقول: بك أمرت لا أفتح لأحد قبلك. رواه مسلم (333 ) وفي رواية له (332): أنا أول شفيع في الجنة

"Saya mendatangi pintu surga pada hari kiamat, lalu saya meminta dibukakan. Lalu seorang penjaga (Malaikat) bertanya, 'Siapa kamu? ' Maka aku menjawab, 'Muhammad'. Lalu ia berkata, "Khusus untukmu, aku diperintahkan untuk tidak membukakan pintu untuk siapapun, sebelum kamu masuk." Diriwayatkan oleh Muslim (333).

Dalam riwayat lain yang diriwayatkan Muslim (332) disebutkan: “Aku adalah pemberi syafa'at pertama di surga…”.

  1. Syafaat rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam untuk paman pamannya Abi Thalib

Dari sa’id al-khudzri bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika disebutkan tentang pamannya Abu Thalib beliau mengatakan:

لعله تنفعه شفاعتي يوم القيامة، فيجعل في ضحضاح من نار يبلغ كعبيه يغلي منه دماغه رواه البخاري (1408)، ومسلم (360

“semoga syafaatku dapat menolongnya pada hari kiamat, dia diletakkan di neraka yang paling landai, apinya mencapai mata kaki sementara otaknya mendidih”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (1408), dan Muslim (360).

  1. Syafaat rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam untuk umatnya agar dimasukkan kedalam surga tanpa hisab.

Syafaat ini disebutkan oleh beberapa ulama dengan landasan dalil dari Hadis Abi Hurairah yang panjang tentang syafaat:

ثُمَّ يُقَالُ يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ سَلْ تُعْطَهْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَقُولُ: أُمَّتِي يَا رَبِّ أُمَّتِي يَا رَبِّ أُمَّتِي يَا رَبِّ، فَيُقَالُ يَا مُحَمَّدُ: أَدْخِلْ مِنْ أُمَّتِكَ مَنْ لا حِسَابَ عَلَيْهِمْ مِنْ الْبَابِ الْأَيْمَنِ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ، وَهُمْ شُرَكَاءُ النَّاسِ فِيمَا سِوَى ذَلِكَ مِنْ الْأَبْوَابِ رواه البخاري (4343)، ومسلم (287

“….kemudian dikatakan: Hai Muhammad, angkatlah kepalamu, mintalah pasti kau diberi, berilah syafaat nicaya kau diizinkan untuk memberi syafaat. Maka aku mengangkat kepalaku, aku berkata: Wahai Rabb, ummatku, wahai Rabb, ummatku, wahai Rabb, ummatku. Ia berkata: Hai Muhammad, masukkan orang yang tidak dihisab dari ummatmu melalui pintu-pintu surga sebelah kanan dan mereka adalah sekutu semua manusia selain pintu-pintu itu." Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (4343), dan Muslim (287).

Yang kedua: Syafaat umum

ini adalah syafaat yang dimiliki oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan lainya yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wa ta’ala dari para malaikat, para Nabi, dan orang-orang sholih, syafaat jenis ini ada beberapa macam:

  1. Syafaat bagi golongan orang-orang yang masuk neraka supaya mereka dikeluarkan dari neraka.

Ada beberapa dalil tentang syafaat ini, dia

فوالذي نفسي بيده ما منكم من أحد بأشد مناشدة لله في استقصاء الحق من المؤمنين لله يوم القيامة لإخوانهم الذين في النار، يقولون: ربنا كانوا يصومون معنا ويصلون ويحجون. فيقال لهم: أخرجوا من عرفتم، فتحرم صورهم على النار فيخرجون خلقا كثيرا... فيقول الله عز وجل: شفعت الملائكة وشفع النبيون وشفع المؤمنون ولم يبق إلا أرحم الراحمين، فيقبض قبضة من النار فيخرج منها قوما لم يعملوا خيرا قط

“Maka demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah salah seorang dari kalian yang begitu gigih memohon kepada Allah didalam menuntut al haq pada hari kiamat untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka, mereka berseru; wahai rabb kami, mereka selalu berpuasa bersama kami, salat bersama kami, dan berhaji bersama kami.” Maka dikatakan kepada mereka; “keluarkanlah orang-orang yang kalian ketahui.” Maka bentuk-bentuk mereka hitam kelam karena terpanggang api neraka, kemudian mereka mengeluarkan begitu banyak orang…...” Allah lantas berfirman: "Para Malaikat, Nabi dan orang-orang yang beriman telah memberi syafaat, sekarang yang belum memberikan syafaat adalah Dzat Yang Maha Pengasih." Kemudian Allah menggenggam satu genggaman dari dalam neraka, dari dalam tersebut Allah mengeluarkan suatu kaum yang sama sekali tidak melakukan kebaikan…”

  1. Syafaat bagi golongan calon penghuni neraka supaya mereka tidak dimasukkan kedalamnya.

Landasan dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

ما من مسلم يموت فيقوم على جنازته أربعون رجلا لا يشركون بالله شيئا إلا شفعهم الله فيه أخرجه مسلم (1577)

"Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, kemudian terdapat empat puluh orang yang tidak mensekutukan Allah dengan sesuatupun berdiri untuk menshalatkan jenazahnya melainkan diterima syafa'at mereka untuknya." Diriwayatkan oleh Muslim (1577),

ini adalah syafaat yang diberikan sebelum masuk neraka, dan Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan syafaat-Nya.

  1. Syafaat bagi golongan orang-orang yang beriman yang berhak masuk surga supaya ditinggikan derajatnya di surga.

Sebagai contoh, apa yang diriwayatkan oleh Muslim rahimahullah (1528) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau berdo’a untuk Abi Salamah, beliu mengucapkan:

اللّهمّ اغفر لأبي سلمة وارفع درجته في المهديّين، واخلفه في عقبه في الغابرين واغفر لنا وله يا ربّ العالمين، وافسح له في قبره، ونوّر له فيه.

“Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, tinggikan derajatnya di kalangan orang-orang yang terpimpin dengan petunjuk-Mu dan gantilah ia bagi keluarganya yang ditinggalkannya. Ampunilah kami dan ampunilah dia. Wahai Rabb semesta alam. Lapangkanlah kuburnya dan terangilah dia di dalam kuburnya)."

Syarat-syarat syafaat di akhirat:

Merujuk pada dalil-dalil syafaat, bahwa syafaat di akhirat tidak bisa diraih kecuali dengan syarat-syarat sebagai berikut:

  1. keridhaan Allah kepada orang yang mendapat syafaat, sebagaimana firman-Nya :

ولا يشفعون إلا لمن ارتضى

الأنبياء 28 

(Mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang Dia ridhai), Al-Anbiya /28.

Hal ini mengharuskan orang yang menerima syafaat termasuk golongan ahli tauhid karena Allah tidak memberikan ridha-Nya kepada orang-orang musyrik, dalam sahih al-Bukhari (97) dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: ditanyakan (kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

  • يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ، أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ: لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِه

"Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafa'atmu pada hari kiamat?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Aku telah menduga wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada orang yang mendahuluimu dalam menanyakan masalah ini, karena aku lihat betapa perhatian dirimu terhadap hadits. Orang yang paling berbahagia dengan syafa'atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah dengan ikhlas dari hatinya atau jiwanya".

  1. Atas izin Allah untuk pemberi syafaat bisa memberikan syafaatnya, sebagaimana firman-Nya subhanahu wa ta’ala:

  من ذا الذي يشفع عنده إلا بإذنه

البقرة /255

(Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya), Al-Baqarah /255.

  1. Keridhaan Allah kepada pemberi syafaat, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

إلا من بعد أن يأذن الله لمن يشاء ويرضى – النجم /26

(kecuali apabila Allah telah mengizinkan(-nya untuk diberikan) kepada siapa yang Dia kehendaki dan ridai), An-Najm /26.

Sebagaimana penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa golongan orang-orang yang terlaknat tidak bisa menjadi pemberi syafaat pada hari kiamat ; seperti disebutkan dalam riwayat Muslim (4703), dari Abi ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan:

إِنَّ اللَّعَّانِينَ لا يَكُونُونَ شُهَدَاءَ وَلا شُفَعَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَة

“Sesungguhnya para pelaknat itu tidak akan dapat menjadi syuhada' (orang-orang yang menjadi saksi) dan tidak pula dapat memberi syafa'at pada hari kiamat kelak.”

Syafaat yang berkaitan dengan urusan dunia

Untuk syafaat ini ada dua jenis:

  1. Sesuatu yang bisa dilakukan dalam batas kemampuan dan kesanggupan pelakunya, hal ini diperbolehkan dengan dua syarat:
  2. Hendaknya syafaat untuk sesuatu yang hukumnya diperbolehkan (mubah), maka syafaat tidak diperbolehkan jika berakibat pada hilangnya hak-hak mahkluk, atau berakibat pada berbuat dzalim kepada makhluk, demikian juga halnya jika syafaat menghasilkan terjadinya sesuatu yang diharamkan, seperti memberikan syafaat kepada orang yang harusnya di terapkan hukuman (had) atasnya, sehingga ia terhindar darinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

  وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان

المائدة /2

(Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan), Al-Maidah /2.

Dan dalam sebuah riwayat hadis, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: bahwa orang-orang Quraisy merasa kebingungan dengan masalah seorang wanita Makhzumiyah yang ketahuan mencuri, lalu mereka berkata, "Siapakah yang kiranya berani membicarakan hal ini kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Maka mereka mengusulkan, "Tidak ada yang berani melakukan hal ini kecuali Usamah, seorang yang dicintai oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Sesaat kemudian, Usamah mengadukan hal itu kepada beliau, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apakah kamu hendak memberi Syafa'at (keringanan) dalam hukum dari hukum-hukum Allah?" Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah, sabdanya:

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا رواه البخاري (3261)، ومسلم (3196).

"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, ketika orang-orang terpandang mereka mencuri, mereka membiarkannya (tidak menghukum), sementara jika orang-orang yang rendahan dari mereka mencuri mereka menegakkan hukuman had. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya." Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (3261), dan Muslim (3196).

Dan dalam Sahih Al-Bukhari (5568), dan Muslim (4761): dari Abi Musa radhiyallahu ‘anhu berkata:

إِذَا أَتَاهُ طَالِبُ حَاجَةٍ أَقْبَلَ عَلَى جُلَسَائِهِ فَقَالَ: اشْفَعُوا فَلْتُؤْجَرُوا وَلْيَقْضِ اللَّهُ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّهِ مَا أَحَب

"ApabiIa seorang yang meminta suatu kebutuhan datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau akan menghadap kepada orang-orang yang duduk bersama beliau seraya berkata: 'Berikanlah pertolongan agar kalian saling memperoleh pahala dan semoga Allah melaksanakan apa yang disenangi-Nya melalui ucapan nabi-Nya.'"

  1. Hendaknya tidak menyandarkan dalam hati, dalam meraih keinginan atau menghindari keburukan kecuali hanya kepada Allah semata, dan hendaknya ia sadar bahwa pemberi syafaat hanyalah sebab / sarana atas izin Allah, dan bahwasanya manfaat dan kerugian hanya ada di tangan Allah semata, pemahaman makna ini jelas sekali dalam Al-quran dan Hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Dan jika salah satu dari dua syarat ini tidak terpenuhi,, maka syafaat menjadi syafaat yang dilarang dan tidak diperbolehkan.

  1. Sesuatu yang berada diluar batas kemampuan dan kesanggupan seorang hamba, seperti mengharap syafaat dari orang yang sudah mati dan ahli kubur, atau dari orang yang masih hidup tetapi ghaib (tidak diketahui keberadaanya), dengan keyakinan bahwa ia bisa mendengar dan mewujudkan permintaanya, ini adalah jenis syafaat syirik yang dilarang oleh nash-nash Qur’an dan Hadist, dan harus dibatalkan karena didalamnya ada penyekutuan sifat hamba dengan Pencipta-Nya azza wa jalla, karena termasuk salah satu sifat-Nya azza wa jalla adalah Yang  Maha hidup dan tidak pernah mati.

Perkara yang dianggap belum jelas (syubhat)bagi orang-orang ini adalah mereka mengatakan: bahwa para auliya dan para pembesar memberikan syafaatnya bagi kerabat mereka , bagi orang-orang yang menyeru mereka, yang mengikuti mereka, dan yang mencintai mereka, dan atas dasar inilah mereka meminta diberikan syafaat, hal inilah yang diceritakan Allah ta’ala tentang orang-orang musyrik awal ketika mereka mengatakan:

   هؤلاء شفعاؤنا عند الله

يونس /18 

  • “Mereka (sembahan) itu adalah penolong-penolong kami di hadapan Allah”) Yunus /18, merujuk pada yang mereka sembah dari para malaikat, dan orang-orang solih, dan selain mereka, dan artinya mereka akan memberi syafaat bagi mereka di sisi Allah. Demikian juga halnya dengan golongan orang-orang musyrik modern sekarang; mereka mengatakan: sesungguhnya para auliya yang akan memberikan syafaat bagi kita, kami tidak berani meminta langsung kepada Allah, tetapi kami minta melalui para auliya agar mereka meminta kepada Allah untuk kami, mereka mengatakan: sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Nabi-Nabi yang lain, dan orang-orang solih diberikan oleh Allah syafaat, dan kami menyeru kepada mereka dan mengatakan: berikanlah syafaat bagi kami sebagaimana Allah memberikan syafaat kepada kalian, mereka membuat perumpamaan dengan para raja di dunia: sesungguhnya para penguasa atau raja-raja di dunia, mereka tidak bisa didekati kecuali dengan syafaat (perantara), dan jika anda menginginkan sesuatu maka anda akan menghubungi para wali penguasa dan orang-orang dekatnya, para menteri, penjaga keamanan, pembantu raja, anak raja, dan yang lainnya, anda akan meminta syafaat (perantara) mereka supaya penguasa bisa mengabulkan permintaan anda, demikian halnya posisi kita terhadap Allah ta’ala, kita bertawasul dan memohon syafaat dari para auliya, dan orang-orang yang dekat dengan Allah, pada titik ini mereka terjerumus dalam syirik orang-orang terdahulu, karena mereka membandingkan Sang Maha Pencipta dengan makhluk ciptaan-Nya.

Allah ta’ala menggambarakan tentang seorang lelaki mukmin didalam firman-Nya di surah Yasin :

أأتخذ من دونه آلهة إن يردن الرحمن بضر لا تغن عني شفاعتهم شيئاً

يس /23.

(Mengapa aku (harus) mengambil sembahan-sembahan selain-Nya? Jika (Allah) Yang Maha Pengasih menghendaki bencana terhadapku, pasti pertolongan mereka tidak berguna sama sekali bagi diriku), Yasin /23.

Allah ta’ala juga menyebutkan dalam firman-Nya bagaimana orang-orang kafir dengan pengakuan mereka :

قالوا لم نك من المصلين * ولم نك نطعم المسكين * وكنا نخوض مع الخائضين * وكنا نكذب بيوم الدين * حتى أتانا اليقين * فما تنفعهم شفاعة الشافعين

المدثر /43-48.

(Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan salat - dan kami (juga) tidak memberi makan orang miskin. - dan kami selalu mendustakan hari Pembalasan, - hingga datang kepada kami kematian.” - Maka, tidak berguna lagi bagi mereka syafaat (pertolongan) dari para pemberi syafaat.) Al-Muddastir 43-48.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, meskipun dia bisa memberikan syafaat pada hari kiamat, tetapi itu tidak akan terjadi kecuali dengan izin Allah ta’ala, dan keridhaan-Nya kepada siapa syafaat diberikan.

Oleh karena itu beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak membiarkan umatnya meminta syafaatnya bagi mereka di dunia ini, dan dalam hal itu tidak ada riwayatdari salah satu Sahabatnya radhiyallahu 'anhum.jika saja hal itu baik, niscaya beliau menyampaikannya kepada umatnya dan menyeru mereka untuk melakukannya, dan para sahabatnya yang senantiasa berbuat baik pasti akan segera melakukannya. Maka dapat kita fahami bahwa meminta syafaat kepadanya saat ini (di dunia) adalah kesalahan besar, karena didalamnya ada perbuatan untuk menyeru selain Allah dan melakukan sesuatu yang menghalangi syafaat, karena syafaat hanya berlaku bagi orang-orang yang ikhlas mentauhidkan Allah.

Dan orang-orang yang berada dalam situasi ini (berdiri) di hari kiamat meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam syafaat bagi mereka supaya keputusan hukum ditetapkan, hal ini dilakukan saat mereka ada bersama Nabi secara langsung, dan karena Nabi dapat menghadap Tuhan dan meminta kepada-Nya, hal seperti ini termasuk dalam hal meminta sesuatu dari orang hidup yang hadir (jelas keberadaanya) dan memiliki kapasitas untuk melakukan hal tersebut.

Oleh karena itu, diantara orang-orang yang saat itu berdiri di hari kiamat tidak ada satupun yang meminta syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam supaya diampuni dosanya.

Adapun orang-orang yang meminta syafaat Nabi saat ini, dengan dasar diperbolehkan memintanya di akhirat, jika argumen mereka ini benar, mereka hendaknya membatasi ucapan mereka: “wahai Rasulullah, berilah syafaat untuk kami. agar penghakiman dapat ditetapkan”! Namun faktanya mereka melakukan hal lain daripada itu. Mereka tidak membatasinya hanya pada permohonan syafaat, melainkan mereka memohon kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam – dan kepada orang lain – untuk diberikan keringanan dari kesusahan mereka dan diturunkan rahmat; mereka berpaling kepadanya pada saat terjadi bencana; mereka berdoa kepadanya di darat dan di laut, di waktu senang dan di waktu susah, dengan mengabaikan firman Allah:

اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْۤءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاۤءَ الْاَرْضِۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِ

النمل /62

(Apakah (yang kamu sekutukan itu lebih baik ataukah) Zat yang mengabulkan (doa) orang yang berada dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya, menghilangkan kesusahan, dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah ada tuhan (lain) bersama Allah?), An-Naml /62.

Dari uraian diatas, setiap orang yang berakal bisa melihat bahwa syafaat yang ditetapkan adalah syafaat yang terjadinya berkaitan dengan izin Allah dan Ridha-Nya, karena pada dasarnya syafaat seluruhnya adalah milik Allah, dan termasuk didalamnya apa yang Allah izinkan dari permohonan syafaat untuk urusan-urusan dunia dari makhluk yang hidup dan dapat melakukannya, yang perlu diperhatikan adalah bahwa syafaat disini diperbolehkan karena Allah mengizinkanya, hal itu karena dalam hal ini tidak ada keterkaitan hati dengan makhluk, akan tetapi intinya adalah hanya menjadikannya sarana sebagaimana sarana lainya yang diperbolehkan dalam syariat untuk melakukannya. Dan syafaat yang diharamkan adalah yang meminta kepada selain Allah untuk sesuatu yang tidak mungkin dilakukan kecuali oleh Allah, karena selain-Nya tidak memiliki syafaat dan tidak dapat melakukannya sampai Allah mengizinkan dan meridhainya. Dan barang siapa yang meminta syafaat kepada selain Allah maka ia telah melampaui hak dan kedudukan (maqam) Allah dan berlaku dzalim pada dirinya sendiri, dan telah menjerumuskan dirinya untuk dijauhkan dari menerima syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari kiamat, Kami memohon kepada Allah untuk menjaga kami tetap aman dan sehat, dan kami memohon kepada-Nya agar Nabi kami shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi perantara (syafaat) bagi kami… Amin.

Sumber rujukan:

Al-Shafaa'ah 'inda Ahl al-Sunnah wa'l-Jamaa'ah karya Syekh Naasir al-Juday';

Al-Qaul al-Mufeed oleh Syekh Muhammad ibn 'Utsaimin, (1/423);

A'laam al-Sunnah al-Manshoorah, (144).

Refrensi: Syekh Muhammad Sholeh Al-Munajid