Alhamdulillah.
Jika orang yang berpuasa sengaja menelan ludah/air liur yang keluar di bibir bagian luar, maka puasanya batal menurut madzhab Syafi’i dan Hambali; karena ludah pada saat itu sudah terpisah dari tempat asalnya, yaitu; bagian dalam mulut. Maka menelannya sama dengan menelan apa saja selain ludah yang ada di luar mulut.
An Nawawi –rahimahullah- berkata tentang menelan ludah yang tidak membatalkan:
“Agar menelannya dari tempat asalnya, maka jika sudah keluar dari mulut lalu dikembalikan lagi dengan lidah atau dengan yang lainnya dan menelannya maka puasanya batal”.
Rekan-rekan kami dalam madzhab berkata:
“Meskipun ludah sudah keluar ke bibir bagian luar, lalu dikembalikan dan ditelannya, maka batal puasanya; karena dia dianggap menganggap remeh hal itu dan keluar dari ranah sesuatu yang dimaafkan. Al Mutawalli berkata: “Jika ludah sudah keluar ke bibir bagian luar lalu dikembalikan dan ditelan maka batal puasanya”. (Al Mughni: 3/17)
Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata:
“Jika ludahnya keluar sampai ke bajunya atau di antara jari-jemarinya atau di antara dua bibirnya, lalu kembali masuk dia telan atau menelan ludah orang lain, maka batal puasanya; karena dia menelan sesuatu dari luar mulutnya maka sama dengan menelan apa saja yang berasal dari luar mulut”. (Al Mughni: 3/17)
Madzhab Hanafiyah berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan puasa, kecuali jika ludahnya sudah keluar terpisah dari mulutnya lalu dimasukkan lagi.
Disebutkan di dalam Fathul Qadiir (2/332):
“Jika ludahnya keluar dari mulutnya, lalu dia masukkan lagi dan menelannya, maka jika ludah tersebut belum terpisah dari mulutnya, bahkan masih terhubung seperti benang lalu kemudian terminum, maka puasanya tidak batal. Namun jika terpisah dari mulutnya, lalu diambilnya dan dikembalikan masuk, maka batal puasanya, akan tetapi tidak ada kaffarat apapun baginya, sama halnya dengan menelan ludah orang lain. Dan jika ludahnya dikumpulkan di dalam mulutnya lalu ditelan, maka hukumnya makruh tapi tidak membatalkan puasanya”.
Disebutkan dalam Majma’ Al Anhar (1/246):
“Jika ludahnya sudah keluar dari mulutnya, lalu dimasukkan dan ditelannya; maka jika belum terpisah dari mulutnya, bahkan masih tersambung dangan mulutnya, seperti; benang lalu terminum, maka tidak membatalkan puasa. Namun jika sudah terpisah dari mulutnya lalu diambil dan dimasukkan lagi ke tempat semula, maka batal puasanya, namun tidak ada kaffarat apapun baginya, sama halnya dengan menelan ludah orang lain. Dan jika kedua bibirnya basah dengan ludah pada saat berbicara atau yang lainnya, lalu tertelan maka tidak membatalkan puasanya”.
Dan di dalam Al Jauharah An Nayyirah (1/140) disebutkan:
‘’Kalau saja air liur orang yang sedang berpuasa mengalir sampai ke dagunya, baik dalam kondisi tidur atau terjaga, lalu ia telan kembali sebelum terputus, maka tidak membatalkan puasanya”.
Kami tidak hanya berpatokan pada madzhab Malikiyah.
Tidak ada dosa bagimu jika mau mengambil pendapat Hanafiyah; karena anda terkena was-was (sering ragu-ragu), hal ini merupakan udzur (alasan) yang jelas dan diterima.
Namun untuk lebih berhati-hati, jangan sampai anda melakukan hal itu dengan sengaja; akan tetapi tidak berlebihan dan tidak was-was.
Wallahu A’lam