Alhamdulillah.
Setiap yang ada dikatakan sesuatu, maksudnya adalah sesuatu yang berada di luar.
Dan Allah –Ta’ala- adalah Dzat yang ada dengan sebenarnya, maka disebut dan dikabarkan sebagai sesuatu, sebagaimana firman-Nya:
قُلْ أَيُّ شَيْءٍ أَكْبَرُ شَهَادَةً قُلِ اللَّهُ شَهِيدٌ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ
الأنعام/19 .
“Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?" Katakanlah: "Allah. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu”. (QS. Al An’am: 19)
Kata “Asy Syai’” (sesuatu) itu bisa untuk sesuatu yang lama dan yang baru, wajib keberadaannya dan mungkin keberadaannya.
Bahkan hal yang bersifat maknawi juga disebut sebagai sesuatu, karena ia ada di dalam fikiran, hal yang tidak ada juga dikatakan sebagai sesuatu yang berada di dalam ilmu Allah, bukan sesuatu yang nampak keberadaannya.
Imam Bukhori –rahimahullah- berkata di dalam Shahihnya (9/124):
Bab:
قُلْ أَيُّ شَيْءٍ أَكْبَرُ شَهَادَةً قُلِ اللَّهُ
الأنعام: 19
“Katakanlah: "Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?" Katakanlah: "Allah”. (QS. Al An’am: 19)
Allah menamakan diri-Nya dengan sesuatu, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menamakan Al Qur’an dengan sesuatu, padahal Al Qur’an adalah salah satu sifat dari sifat-sifat Allah, dan berfirman:
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ
القصص: 88
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah”. (QS. Al Qashash: 88)
Syeikh Abdullah Al Ghunaiman –hafidzahullah- berkata:
“Yang diinginkan bahwa Allah –Ta’ala- disebut sebagai sesuatu, demikian juga sifat-sifat-Nya, bukan berarti bahwa kata sesuatu itu termasuk bagian dari Nama-nama Allah Yang Baik, akan tetapi disampaikan bahwa Dia sebagai sesuatu, demikian juga Sifat-sifat-Nya sebagai sesuatu; karena semua yang ada bisa dikatakan sebagai “sesuatu”. (Syarh Kitab Tauhid min Shahih Al Bukhori: 11/343)
Atas dasar itulah maka kata “sesuatu” bukan termasuk nama-nama Allah –Ta’ala-, namun tetap dikabarkan sebagai sesuatu, masalah kabar ini cakupannya lebih luas dari pada Nama-nama dan Sifat-sifat. Maka dikatakan: Syaiun (sesuatu), maujud (ada), qaddim (lama), Azali (terdahulu) semua ini tidak termasuk nama bagi-Nya.
Adapun firman Allah –Ta’ala-:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
الذاريات/49 .
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”. (QS. Adz Dzariyaat: 49)
Maknanya adalah bahwa Allah telah menciptakan sesuatu menjadi dua bagian: laki-laki dan perempuan, panas dan dingin, malam dan siang, dan lain sebagainya.
Ibnul Jauzi –rahimahullah- berkata:
“Firman Allah –Ta’ala-:
وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنا زَوْجَيْنِ
Maksudnya adalah dua jenis dan dua macam, seperti laki-laki dan perempuan, dingin dan panas, darat dan laut, malam dan siang, manis dan pahit, cahaya dan gelap, dan lain sebagainya,
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Agar kalian mengingat akan kebesaran Allah, sehingga kalian mengetahui bahwa pencipta pasangan-pasangan tersebut adalah satu”. (Zaad Al Masiir: 4/172)
Ayat tersebut berkaitan dengan sesuatu sebagai makhluk dan bahwa Allah telah menjadikannya sepasang yang berlawanan.
Di antaranya adalah firman Allah –Ta’ala-:
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى
النحم/45
“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan”. (QS. An Najm: 45)
فَجَعَلَ مِنْهُ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنْثَى
القيامة/39
“Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki laki dan perempuan”. (QS. Al Qiyamah: 39)
Firman Allah tentang Nabi Nuh –‘alaihis salam-:
قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ
هود/40
“Kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina)”. (QS. Huud: 40)
Maka apa kaitannya dalam hal ini bahwa Allah dikabarkan dengan sesuatu ?, kecuali jika orang atheis berkata: “Jika Dia (Allah) dianggap sesuatu, maka Dia akan mempunyai dua pasang (istri)”.
Maka jawaban bagi orang yang sesat dan bodoh ini:
“Sesungguhnya Allah telah mengabarkan tentang keberadaan berpasangan dari segala sesuatu dari makhluk, apakah menjadi benar di dalam fikiran anda –jika anda masih mempunyai akal- bahwa Sang Pencipta –Jalla Jalaaluh- telah mengabarkan kepada kami tentang ayat ini bahwa Sang Pencipta telah menciptakan dua pencipta selain diri-Nya, selama Dia telah mencipatakan segala sesuatu berpasang-pasangan !??.
Apa begitu akal dan jalan pikiran anda ??
Sungguh ayat tersebut dengan ringkas dan jelas menjelaskan tentang ke Maha Kekuasaan Allah –‘Azza wa Jalla- dan perbutan-Nya untuk alam semesta, dan bahwa di antara bentuk kekuasaan-Nya, keagungan-Nya, dan ke Maha Esaan-Nya, bahwa Dia telah menciptakan segala sesuatu berpasangan dua-dua.
Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata:
“ومن كل شيء خلقنا زوجين maksudnya adalah semua makhluk berpasangan; langit dan bumi, malam dan siang, matahari dan bulan, daratan dan lautan, cahaya dan kegelapan, iman dan kufur, kematian dan kehidupan, kesulitan dan kebahagiaan, surga dan neraka, sampai binatang (juga demikian), jin dan manusia, laki-laki dan perempuan, tumbuhan (juga demikian)”. Oleh karenanya, Dia berfirman: لعلكم تذكرون maksudnya agar kalian mengetahui bahwa Sang Pencipta adalah satu tidak ada sekutu bagi-Nya”. (Tafsir Ibnu Katsir: 7/424)
Sungguh Sang Pencipta itu tidak ada lain kecuali satu, tidak mungkin ada dua pencipta lalu alam semesta menjadi tenang, karena satu dari keduanya akan memaksa yang lainnya, lalu ia akan menjadi tuhan sendirian, sebagaimana firman Allah –ta’ala-:
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ
المؤمنون/91
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu”. (QS. Al Mukminun: 91)
Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata di dalam tafsirnya:
“Maksudnya adalah kalau misalnya jumlah tuhan itu banyak, maka masing-masing mereka akan (berbangga) dengan ciptaan masing-masing, maka alam ini tidak akan beraturan, tapi yang terjadi semua makhluk ini teratur dan terorganisir dengan baik, setiap alam atas dan bawah saling terkait sebagian dengan lainnya dengan sangat sempurna,
ما ترى في خلق الرحمن من تفاوت
“Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang”. (QS. Al Mulk: 3)
Jika (banyak tuhan itu terjadi) maka setiap mereka akan memaksa yang lainnya demikian juga sebaliknya, maka sebagian mereka akan menjadi lebih tinggi dari yang lainnya”.
Mungkin orang bodoh lainnya akan mengatakan:
“Jika Allah itu adalah sesuatu, maka Dia akan masuk pada firman-Nya:
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
الزمر/62 .
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu”. (QS. Az Zumar: 62)
Maka pendapat kami: Allah adalah yang menciptakan segala sesuatu yang berupa makhluk, sedangkan Allah adalah Al Kholiq (Sang Pencipta), dan Sang Pencipta bukanlah makhluk, jika Sang Pencipta adalah makhluk yang diciptakan dan dipelihara, maka yang telah dia ciptakan adalah pencipta lain dan Dia adalah Allah.
Jika dianggap bahwa yang kedua itu adalah makhluk, maka dia juga bukan pencipta, sampai urusannya selesai di alam fikiran dan analisa bahwa Sang Pencipta adalah Esa dan wajib keberadaannya, yang keberadaannya untuk Dzat-Nya, tidak didahului oleh ketiadaan, dan tidak ditimpa kehancuran, dan Dia-lah Sang Pencipta –satu-satu-Nya- dan segala sesuatu selain-Nya adalah makhluk dipelihara oleh keagungan-Nya. Itulah Sang Pencipta Yang Esa, Dia-lah yang diketahui oleh ahli agama dan ahli iman, Dia-lah Allah Yang Maha Esa, Dia-lah Tempat Bergantung segala sesuatu.
Yang seperti ini jika ada orang yang berkata: “Sungguh Allah itu ada dan setiap yang ada telah diciptakan oleh Allah.
Lalu dikatakan: “Semua yang ada adalah makhluk yang telah diciptakan oleh Allah. Dan Sang Pencipta mustahil akan menjadi makhluk sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
Kesimpulannya adalah:
Bahwa kata Asy Syai’ (sesuatu) dan kata “Al Wujud” (ada) termasuk nama yang saling bersinergi, yang disandingkan dengan Al qodim (lama) dan Al Muhdats (baru), Al Kholiq (pencipta) dan Makhluk (ciptaan).
Pemaknaan seperti itu tidak difahami oleh orang yang berakal bahwa Sang Pencipta menciptakan diri-Nya sendiri dengan alasan bahwa Dia adalah sesuatu dan ada; karena mustahil sang pencipta menciptakan dirinya sendiri, karena hal itu berarti menggabungkan antara dua hal yang bertentangan, antara sang pencipta yang tidak mengenal ketiadaan sebelumnya dan makhluk yang mengenal ketiadaan sebelumnya.
Untuk memperluas wawasan bisa diihat juga pada jawaban soal nomor: 87677
Wallahu A’lam