Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Tatacara Interaksi Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam Kepada Para Shahabatnya

Pertanyaan

Bagaimana dahulu Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam beriteraksi dengan para shahabatnya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Dahulu interaksi Nabi sallallahu’alaihi wa sallam kepada para shahabatnya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah ta’ala. Sebagaimana dalam firman-Nya subhanahu wata’ala:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْر

( آل عمران : 159)

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Ali Imron: 159.

Dalam ayat ini. Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menganjurkan tiga hal dalam beriteraksi dengan para shahabatnya:

Perkara yang pertama: kasih sayang dan berlaku lemah lembut serta memaafkannya.

Dan beginilah dahulu perjalanan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersama para shahabatnya. Allah ta’ala berfirman:

 لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيم ( التوبة : 128)

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” QS. At-Taubah: 128

Diantara gambaran kasih sayang beliau, biasanya beliau lemah lembut dan bersabar dalam mengajarkannya atau bersikap kaku kepada beberapa dari mereka yang terbiasa akan hal itu, diantaranya adalah hadits dari Anas bin Malik berkata:

 كُنْتُ أَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهِ بُرْدٌ نَجْرَانِيٌّ غَلِيظُ الحَاشِيَةِ، فَأَدْرَكَهُ أَعْرَابِيٌّ فَجَبَذَ بِرِدَائِهِ جَبْذَةً شَدِيدَةً، قَالَ أَنَسٌ: فَنَظَرْتُ إِلَى صَفْحَةِ عَاتِقِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَدْ أَثَّرَتْ بِهَا حَاشِيَةُ الرِّدَاءِ مِنْ شِدَّةِ جَبْذَتِهِ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ مُرْ لِي مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي عِنْدَكَ، فَالْتَفَتَ إِلَيْهِ فَضَحِكَ، ثُمَّ أَمَرَ لَهُ بِعَطَاءٍ  رواه البخاري (6088) ، ومسلم (1057)

“Dahulu saya berjalan bersama Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam dan beliau memakai kain Najrani kasar pintalannya. Dan bertemu dengan orang Badui kemudian ditarik sangat keras kainnya. Maka Anas berkata, “Maka saya melihat bekas tarikan di leher Nabi sallallahu’alaihi wa sallam karena keras tarikannya. Kemudian dia berkata, “Wahai Muhammad, tolong perintahkan untukku agar (memberikan) uang Allah yang ada pada anda. Dan beliau menoleh kepadanya kemudian tertawa, dan beliau memeritahkan agar diberi sesuatu kepadanya.” HR. Bukhori, (6088) dan Muslim, (1057).

Dan dari Abu Hurairah:

  أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِي المَسْجِدِ، فَثَارَ إِلَيْهِ النَّاسُ ليَقَعُوا بِهِ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دَعُوهُ، وَأَهْرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ، أَوْ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ   رواه البخاري (6128)

“Sesungguhnya ada orang Badui kencing di dalam masjid, maka orang-orang pada marah kepadanya ingin mendorongya. Maka Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada mereka, ”Biarkan dia, dan siramlah dengan satu gayung atau satu timba air di atas air seninya. Sesungguhnya kami diutus kepada kamu semua dengan kemudahan bukan diutus dengan kesulitan. HR. Bukhori, (6128).

Dan dari Muawiyah bin Hakim As-Silmy berkata:

  بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ، فَقُلْتُ: يَرْحَمُكَ اللهُ! فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ، فَقُلْتُ: وَاثُكْلَ أُمِّيَاهْ، مَا شَأْنُكُمْ؟ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ، فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ، فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي، لَكِنِّي سَكَتُّ، فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي! مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ، فَوَاللهِ! مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي وَلَا شَتَمَنِي، قَالَ: إن هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ (رواه مسلم: 537)

“Ketika saya shalat bersama Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam, ada salah seorang yang bersin, maka saya mengatakan, “(Yarhamukallahu) Semoga Allah merohmati anda!. maka orang-orang pada memandang tajam kepadaku. Saya berkata, “Celaka kamu semua, ada apa ini? Kamu semua memandangku seperti ini, maka mereka mulai menepuk tangan ke pahanya. Ketika saya melihat mereka mendiamkan diriku, maka saya diam. Ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, Demi Dia, Bapak dan Ibuku. Saya belum pernah melihat pengajar sebelum dan sesudah beliau yang terbaik dibandingkan beliau. Beliau tidak membentak, tidak memukul dan tidak menghinaku. Seraya beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat ini tidak layak dari sedikitpun perkataan manusia, sesungguhnya ia adalah tasbih (ucapan subhanallah), takbir (ucapan Allah Akbar) dan bacaan Qur’an. HR. Muslim, (537).

Diantara gambaran kasih sayang beliau kepada mereka adalah bahwa beliau biasanya seringkali tersenyum kepada wajah mereka. Dari Jarir bin Abdillah berkata:

 مَا حَجَبَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ أَسْلَمْتُ، وَلاَ رَآنِي إِلَّا تَبَسَّمَ فِي وَجْهِي    رواه البخاري (6089) ، ومسلم (2475

“Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah menghalangiku semenjak saya masuk Islam, dan saya tidak pernah melihatnya kecuali beliau tersenyum kepada wajah saya. HR. Bukhori, (6089) dan Muslim, (24475).

Dan dari Abdullah bin Harits bin Jazi berkata:

مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَكْثَرَ تَبَسُّمًا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ   رواه الترمذي (3641)، وصححه الألباني في "صحيح سنن الترمذي

“Saya tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak tersenyum dibandingkan dengan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. HR. Tirmizi, (3641) dinyatakan shoheh oleh Albani di Shoheh Sunan Tirmizi.

Biasanya beliau tidak tampak kemarahan dan kekerasannya kecuali dalam rangka meraih keredhoaan Allah ta’ala dan menjaga agama para shahabatnya. Dari Aisyah radhiallahu anha berkata:

مَا خُيِّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَأْثَمْ، فَإِذَا كَانَ الإِثْمُ كَانَ أَبْعَدَهُمَا مِنْهُ، وَاللَّهِ مَا انْتَقَمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ يُؤْتَى إِلَيْهِ قَطُّ، حَتَّى تُنْتَهَكَ حُرُمَاتُ اللَّهِ، فَيَنْتَقِمُ لِلَّهِ رواه البخاري (6786

“Tidaklah Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika diberi dua pilihan diantara dua perkara melainkan beliau memilih yang paling mudah selagi itu bukan dosa. Jikalau itu suatu dosa, maka beliau paling jauh darinya. Demi Alah, beliau tidak pernah membalas untuk dirinya dalam sesuatu yang mengenai diri beliau sampai ketika kehormatan Allah dilanggarnya, maka beliau membalasnya hanya karena Allah semata. HR. Bukhori, (6786).

Perkara kedua:

Beliau biasa memaafkan untuk para shahabatnya dan orang yang membuat marah atau memancing kemarahannya. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu sesungguhnya beliau mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اللهُمَّ! إِنَّمَا مُحَمَّدٌ بَشَرٌ، يَغْضَبُ كَمَا يَغْضَبُ الْبَشَرُ، وَإِنِّي قَدِ اتَّخَذْتُ عِنْدَكَ عَهْدًا لَنْ تُخْلِفَنِيهِ، فَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ آذَيْتُهُ، أَوْ سَبَبْتُهُ، أَوْ جَلَدْتُهُ، فَاجْعَلْهَا لَهُ كَفَّارَةً، وَقُرْبَةً، تُقَرِّبُهُ بِهَا إِلَيْكَ يَوْمَ الْقِيَامَة. رواه البخاري (6361) ، ومسلم (2601) واللفظ له.

“Ya Allah, sesungguhnya Muhammad adalah manusia, pernah marah sebagaimana orang-orang marah. Dan sungguh saya telah membuat janji disisi-Mu yang tidak akan pernah diingkarinya. Maka siapa saja dari kalang orang mukmin yang pernah saya sakiti atau saya hinanya atau saya pukul. Maka jadikanlah ia (janji) sebagai tebusan, untuk mendekatkan diri dengannya kepada-Mu pada hari kiamat kelak. HR. Bukhori, (6361) dan Muslim, (2601) dan redaksi dari beliau.

Perkara ketiga:

Bahwa beliau tidak pernah sendirian dalam suatu urusan terkait dengan pengetahuan, pengalaman dan suatu pendapat. Biasanya beliau bermusyawarah bersama dengan para shahabatnya dan mengikut sertakan dalam suatu perkara. Dalam rangka menjalankan firman Allah ta’ala:

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْر  آل عمران /159

“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”. QS. Ali Imron: 159

Ibnu Katsir mengatakan, “Oleh karena itu Rasulullah biasanya bermusyarah dengan para shahabatnya dalam kejadian suatu urusan. Untuk menghibur hatinya agar apa yang akan mereka lakukan lebih giat untuk dilaksanakan. Sebagaimana beliau bermusyawarah pada hari perang Badar ketika pergi menuju ke rombongan dagang unta. Mereka mengatakan, “Wahai Rasulullah, kalau sekiranya kita menyeberangi lautan, pasti kita seberangi bersama anda. kalau anda berjalan menyusuri lembah, pasti kami akan berjalan bersama anda. kami tidak akan mengatakan kepada anda seperti perkataan kaum Nabi Musa kepada Nabi Musa, “Pergilah anda bersama Tuhanmu berperang sementara kami disini duduk saja. Akan tetapi kami mengatakan, “Pergilah, maka kami akan pergi bersama anda, diantara anda, sebelah kanan, sebelah kiri berperang bersama anda.

beliau juga bermusyawarah dengan para shahabatnya dimana tempat menetapnya sampai Mundzir bin Amr memberikan masukan diam disini akan menemui kematian (hal itu dahulu menjadi julukanya) agar maju ke depan suatu kaum. Dan beliau juga bermusyawarah dalam perang Uhud apakah diam di dalam kota Madinah atau keluar menghampiri musuh. Maka mayoritas shahabat mengusulkan keluar menghampiri musuh. Sehingga beliau ikut keluar menyongsongnya. Beliau juga bermusyawarah dengan para shahabat pada perang Khondaq ketika dalam perdamaian dengan para sekutu dengan sepertiga buah-buahan di Madinah waktu itu. Kemudian ada dua sahabat Sa’ad yaitu Sa’ad bin Muadz dan Sa’ad bin Ubadah yang menolaknya  sehingga beliau tinggalkan hal itu.

Beliau juga bermusyawarah dengan para shahabat dalam perjanjian Hudaibiyah dimana beliau condong untuk menawan orang-orang musyrik. Maka As-Shiddiq mengatakan kepada beliau, “Sesungguhnya kita datang bukan dalam rangka memerangi seorangpun. Sesungguhnya kita datang dalam rangka menunaikan umroh, maka beliau mengabulkan apa yang dikatakan Abu Bakar.

Beliau sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan dalam cerita tuduhan palsu (kepada Aisyah),”Tolong berikan masukan kepada diriku wahai umat Islam pada suatu kaum yang ingin membina keluargaku sementera mereka menuduhnya. Demi Allah, saya tidak melihat keluargaku suatu kejelekan. Dan bangunlah (binalah) mereka dengan orang –demi Allah- tidak saya ketahui kecuali suatu kebaikan. Dan beliau meminta saran kepada Ali dan Usamah berkaitan dengan perpisahan dengan Aisyah radhiallahun ‘anha.

Dan dahulu biasanya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak musyawarah para shahahat dalam peperangan dan semisalnya. Selesai dari ‘Tafsir Ibnu Katsir, (2/149).

Untuk tambahan faedah Silahkan dilihat kitab ‘Kaifa ‘Amiluhum sallallahu’alaihi wa sallam’ di link ini:

https://almunajjid.com/9468

Wallahu ‘alam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam