Kamis 18 Ramadhan 1445 - 28 Maret 2024
Indonesian

Hukumnya Serangga Yang Hinggap di Makanan

Pertanyaan

Beberapa semut masuk ke dalam bubuk jus instan, saya meyakini mereka mati di dalam, maka jika ada serangga seperti semut ini hinggap di makanan, lalat, nyamuk, dan lain sebagianya, atau yang masuk ke dalam makanan atau minuman tersebut dalam keadaan mati atau masih hidup, maka apakah mungkin masih bisa kita makan atau kita minum makanan tersebut, atau saya harus memisahkannya dulu dari makanan tersebut sebelum mengkonsumsinya ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Syari’at telah mengharamkan hal-hal yang buruk.

Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ  الأعراف/157

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma`ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. (QS. Al A’raf: 157)

Serangga ini termasuk makanan yang di anggap buruk untuk dimakan oleh orang-orang Arab saat turunnya wahyu, dan mereka inilah yang menjadi objek pertama kali oleh arahan Al Qur’an.

Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata:

“Firman Allah subhanah:

 حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ 

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah..”. (QS. Al Maidah: 3)

Dan selain itu, maka yang dianggap baik oleh orang-orang Arab maka halal, berdasarkan firman Allah Ta’ala:

 وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ 

“dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik”. (QS. Al A’raf: 157)

Yaitu yang mereka anggap baik selain yang halal, dengan dalil dari ayat yang lain:

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ

“Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik ..”. (QS. Al Maidah: 4)

Kalau yang dimaksud adalah yang halal maka hal itu tidak menjadi jawaban untuk mereka.

Dan apa saja yang dianggap buruk oleh orang-orang Arab maka hukumnya haram, berdasarkan firman Allah:

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

“dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk”. (QS. Al A’raf: 157)

Anggapan baik dan buruk yang diakomodir adalah mereka penduduk Hijaz dari kalangan perkotaan; karena Al Qur’an turun ke tengah-tengah mereka, dan mereka yang menjadi objek Al Qur’an dan sunnah, maka kata-kata umum yang ada pada keduanya itu kembali kepada kebiasaan mereka tidak kepada yang lain, dan mereka yang tinggal dipedalaman saat itu tidak termasuk dalam kategori; karena kelaparan dan kedaruratan mereka memakan apa saja yang mereka dapatkan…

Jika memang demikian,  termasuk yang  dianggap buruk dari jenis serangga, seperti; ulat, kumbang, kecoak, kutu busuk, tikus, cicak, tokek jantan, tikus got, kalajengking, dan ular. Inilah pendapat Abu Hanifah dan Imam Syafi’I”. (Al Mughni: 13/316-317)

Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama.

Ibnu Hubairah –rahimahullah- berkata:

“Mereka bersepakat bahwa semua serangga tanah adalah haram”.

Kecuali Imam Malik beliau menganggapnya makruh tidak sampai haram pada salah satu riwayat dari beliau dan pada riwayat yang lain beliau berkata: “Haram”. (Ihtilaf Aimmah Al Ulama: 2/335)

Untuk tambahan faedah silahkan baca soal nomor: 21901

Kedua:

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan sebelumnya, maka anda wajib menyingkirkan serangga-serangga tersebut dari makanan karena keburukannya.

Hal ini jika menghilangkannya menjadi memungkinkan dan tidak kesulitan; karena kemunculan serangga tersebut dan bisa dibedakan.

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِي شَرَابِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْمِسْهُ ثُمَّ لِيَنْزِعْهُ، فَإِنَّ فِي إِحْدَى جَنَاحَيْهِ دَاءً وَالأُخْرَى شِفَاءً  رواه البخاري (3320(

“Jika ada lalat telah hinggap di minuman salah seorang kalian, maka celupkanlah lalu angkatlah, karena di salah satu sayapnya terdapat penyakit dan yang lainnya sebagai penawarnya”. (HR. Bukhori: 3320)

Namun jika serangga ini sedikit, kecil sulit untuk dipisahkan, maka dimaafkan; karena syari’at ini datang untuk mengangkat kesulitan dan yang ada unsur kesulitannya.

Allah Ta’ala berfirman:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ   البقرة /185.

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS. Al Baqarah: 185)

Allah Ta’ala berfirman:

مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ   المائدة/6

“Allah tidak hendak menyulitkan kamu”. (QS. Al Maidah: 6)

Al Mawardi –rahimahullah- berkata:

“Syeikh Taqiyyuddin telah berpendapat bahwa secara umum semua najis yang sedikit itu dimaafkan, pada makanan dan yang lainnya, termasuk kotoran tikus. Telah disebutkan di dalam Al Furu’ yang artinya menjadi pilihan penulis An Nudzum, saya berkata: “Ia berkata di dalam Majma’ Al Bahrain; saya berkata: “Yang lebih utama adalah (najis tersebut) dimaafkan pada pakaian, makanan karena besarnya tingkat kesulitan, dan tidak diragukan bagi orang berakal akan tersebar merata di mana-mana, khususnya pada tempat penggilingan, tempat perasan gula, minyak, hal itu lebih sulit dijaga dari pada bekasnya tikus, darahnya lalat, dan lain sebagainya, dan kotorannya. Banyak dari kalangan rekan-rekan kami telah memilih kesuciannya”. (Al Inshaf: 2/334-335)

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam