Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Jika Seseorang Tidur Sebelum Maghrib dan Tidak Bangun Kecuali Setelah Fajar Esok Harinya, Apakah Puasanya Sah Untuk Esoknya ?

Pertanyaan

Kemarin saya tidur sebelum maghrib, dan saya bangun setelah fajar, maka apakah memungkinkan bagi saya untuk berpuasa pada hari ini atau tidak ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Barang siapa yang telah tidur sebelum maghrib  dan bangun setelah terbit fajar pada hari berikutnya, puasanya tidak sah untuk hari ini menurut pendapat jumhur, karena tidak adanya niat berpuasa dari malam itu, dan malam itu dimulai dari terbenamnya matahari.

Dan jumhur memberi syarat adanya kepastian niat untuk setiap hari, dan tidak cukup dengan satu niat di awal bulan saja, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ             رواه أبو داود (2454) والترمذي (730) والنسائي (2331)

“Barang siapa yang tidak berniat puasa sejak sebelum fajar,  maka tidak ada puasa baginya”.  (HR. Abu Daud: 2454 dan Tirmidzi: 730 dan Nasa’i: 2331)

Dan menurut redaksia Nasa’i:

مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ          والحديث صححه الألباني في "صحيح أبي داود".

“Barang siapa yang tidak meniatkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya”. (Hadits ini telah ditashih oleh Albani di dalam Shahih Abu Daud)

Niat ini urusannya mudah, jika terlintas di dalam fikiran di antara maghrib sampai fajar bahwa ia akan berpuasa besok, maka itulah niat, meskipun ia makan dan minum dengan menghadikan niat puasa untuk esok hari, maka ia telah berniat.

Namun barang siapa yang tidur sebulum maghrib maka tidak terjadi apa-apa kepadanya.

Malikiyyah dan Ahmad dalam satu riwayat berpendapat bahwa cukup berniat satu kali di awal bulan.

Dan menurut pendapat tersebut maka puasanya orang yang tidur tadi maka puasanya tetap sah.

Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata: “Dan niat itu akan dianggap untuk setiap hari, hal ini juga menjadi pendapat Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ibnul Mundzir.

Dan dari Ahmad, bahwa beliau membolehkan satu kali niat untuk sepanjang bulan, jika ia telah berniat untuk berpuasa pada semua harinya. Hal ini juga menjadi madzhab Malik dan Ishak; karena ia telah berniat pada waktu jenisnya sesuai untuk niat puasa, maka boleh, sebagaimana jika ia telah berniat setiap hari pada malam harinya.

Dan menurut kami, karena puasa wajib, maka ia wajib untuk berniat setiap harinya pada malamnya, seperti puasa qadha’.

Dan karena hari-hari tersebut termasuk ibadah yang sebagiannya tidak rusak dengan rusaknya sebagian hari lainnya, dan bisa masuk apa saja yang akan meniadakannya, maka serupa dengan qadha’, dan kerenanya berbeda dengan hari pertamanya”. (Al Mughni: 3/23)

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- telah menguatkan madzhab Malikiyyah.

Beliau –rahimahullah-  berkata:

“Dan ucapan beliau: “Bagi ibadah puasa setiap hari wajib”, maksudnya wajib untuk berniat setiap hari pada harinya, maka contohnya di Ramadhan membutuhkan 30 kali  niat”.

Atas dasar itulah maka jika seseorang tidur setelah ashar di bulan Ramadhan dan tidak bangun besoknya kecuali setelah terbit fajar, maka puasanya tidak sah; karena ia tidak berniat puasa pada malam harinya.

Dan inilah yang telah disebutkan oleh penulis dan itulah yang terkenal di dalam madzhab ini.

Mereka telah memberikan alasan bahwa setiap hari ada ibadahnya sendiri-sendiri, dan karenanya sebagai contoh puasa pada hari Ahad tidak rusak dengan rusaknya puasa hari  Senin.

Sebagian para ulama telah berpendapat bahwa apa saja yang ada syaratnya berkesinambungan, maka sudah cukup dengan satu  niat pada awalnya, selama tidak dipisah dengan udzur, lalu melanjutkan niatnya.

Dan atas dasar inilah maka jika seseorang telah berniat pada hari pertama bulan Ramadhan bahwa ia akan berpuasa  selama satu bulan penuh, maka puasanya sah untuk satu bulan seluruhnya, selama tidak ada udzur yang memutus keberlanjutan puasanya tersebut, seperti jika ia melakukan safar di tengah Ramadhan, maka jika ia ingin kembali berpuasa lagi maka ia wajib memperbaharui niatnya kembali.

Inilah pendapat yang paling benar; karena umat Islam semuanya jika anda bertanya kepada mereka, maka masing-masing dari mereka berkata:  “Saya berniat untuk berpuasa dari awal bulan sampai akhir bulan.

Dan atas dasar itu maka jika niat itu tidak terjadi pada setiap malam dengan sebenarnya, maka secara hukum sudah terjadi; karena hukum asal niatnya tidak terputus. Oleh karenanya kami katakan jika berurutannya puasanya terputus karena sebab yang mubah, lalu ia kembali berpuasa, maka ia harus memperbaharui niatnya.

Pendapat inilah yang menjadikan jiwa tenang dan tidak menjadikan leluasa beramal kecuali pada pendapat tersebut. Selesai. (Asy Syarhu Al Mumti’: 6/356)

Untuk lebih berhati-hati hendaknya mengambil pendapat jumhur, maka hendaknya anda menahan sisa harinya lalu mengqadha’nya.

Dan sebaiknya diketahui bahwa gambaran perbedaan pendapat jika seseorang tidur sebelum maghrib, dan berlanjut tidur sampai terbit matahari.

Adapun jika ia terbangun pada tengah malam meskipun sebentar, dan menghadirkan niat bahwa untuk puasa besok maka puasanya sah tanpa ada perbedaan menurut para ulama.

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam