Alhamdulillah.
Pertama:
Puasa anda untuk hari itu sudah sah; karena anda belum melihat darah, dan anda belum merasakan keluarnya darah sebelum maghrib, hukum asalnya jika terjadi keraguan akan keluarnya darah, sebelum maghrib atau sesudah maghrib ?, bahwa kejadian itu disandarkan pada waktu terdekat, dan inilah yang menjadi kaidah fikih, dan waktu terdekat di sini adalah setelah maghrib.
Makna kaidahnya adalah bahwa jika terjadi perbedaan pada masa terjadinya sesuatu, di mana tidak ada bukti yang menjelaskannya, maka masalah ini disandarkan kepada waktu terdekat pada keadaan itu; karena itulah yang diyakini. Dan waktu yang lebih jauh itu diragukan, namun jika penyandarannya dipastikan untuk waktu yang terjauh maka itulah yang wajib diamalkan”. Selesai. (Mausu’atul Qawaid Al Fiqhiyyah: DR. Muhammad Shidqi Al Burnu: 12/316)
As Suyuthi –rahimahullah- berkata di dalam kitabnya Al Asybah wa An Nadzoir: 59:
“Kaidah: Hukum asal setiap yang baru dikira-kira dengan waktu yang terdekat, dan di antara cabang-cabangnya: “Ia melihat ada mani di pakaiannya dan tidak ingat bahwa ia bermimpi basah, maka ia tetap wajib mandi sesuai dengan pendapat yang benar. Berkata Imam Syafi’i di dalam Al Umm: “Dan diwajibkan mengulangi setiap shalat yang dilakukan dari sejak tidur terakhir di mana ia tidur dalam kondisi seperti itu”. Selesai.
Kedua:
Adapun shalat maghrib, jika besar perkiraan anda bahwa darah sudah keluar pada saat shalat; karena sakitnya mulai reda –sebagaimana yang telah anda sebutkan- dan kondisi darah yang telah anda lihat selesai shalat masih segar, dan lain sebagainya yang menjadikan dugaan terbesar anda, maka shalatnya tidak sah, dan anda wajib mengulanginya setelah anda suci.
Dan jika tidak ada dugaan terbesar anda, akan tetapi ragu-ragu saja maka shalatnya tetap sah, sebagaimana yang telah kami sebutkan bahwa sesuatu yang baru itu disandarkan kepada waktu yang paling dekat, maka dihukumi bahwa darah telah keluar setelah shalat.
Syeikh Muhammad bin Muhammad Al Mukhtar As Syinqithi –hafidzahullah- pernah ditanya tentang seorang wanita yang telah melihat darah haid setelah shalat maghrib, dan ia belum tau apakah keluarnya sebelum terbenamnya matahari atau sesudahnya ?, bagaimanakah status hukum shalat dan puasanya ?.
Beliau menjawab:
“Jika ia telah melihat darah dan dugaan kuatnya ia lebih dahulu (melihat darah) dari pada terbenamnya matahari, maka tidak ada masalah bahwa puasanya pada hari itu sia-sia, dan ia wajib mengqadha’nya.
Adapun jika dugaan kuatnya bahwa darahnya masih segar dan terjadi setelah terbenamnya matahari, maka tidak masalah pada sahnya puasanya, dan ia wajib shalat maghrib setelah suci; berarti ia mengqadha’nya dan shalat”.
Adapun jika ia ragu-ragu, maka kaidahnya menurut para ulama –rahimahullah- mengatakan:
“Disandarkan pada waktu yang paling dekat”, maka hukum asalnya adalah puasanya sah sampai ada dalil yang menunjukkan bahwa tidak sah. Dan hukum asalnya ia telah melakukan puasa hari itu dengan sempurna, dan ia sudah terbebas dari tanggungan sampai kita pastikan adanya sesuatu yang mempengaruhiinya, maka pada saat itu dihukumi bahwa puasanya sah.
Adapun darah, maka tidak berdampak pada hari itu, dan masalahnya tinggal sebaliknya, karena jika anda mengatakan: “Puasanya sah, maka ia wajib mengqadha’ shalat maghrib, dan jika saya katakan: “Puasanya tidak sah, maka tidak ada qadha’ shalat maghrib, jika ia selamat puasanya maka ia wajib mengqadha’ shalat maghribnya; karena masuknya waktu mewajibkan menuntut adanya beban bagi wanita haid, dan tidak menunggu akhir waktu sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli fikih Hanafiyah dan sebagian pengikut Imam Ahmad”. Selesai. (Syarah Zaad Al Mustaqni’ karya Syeikh As Syinqithi”.
Lihat juga untuk faedah jawaban soal nomor: 191684 .
Wallahu A’lam.