Senin 24 Jumadil Ula 1446 - 25 November 2024
Indonesian

Umrah Di Bulan Haji Kemudian Kembali Ke Negerinya, Apakah Dia Dianggap Tamattu?

40356

Tanggal Tayang : 21-09-2013

Penampilan-penampilan : 6284

Pertanyaan

Mohon penjelasannya tentang umrah yang dilakukan di musim haji, sementara dia niat haji pada tahun tersebut. Apakah ketika kami kembali (ke Mekah) untuk haji, kami harus haji Tamattu dan kami wajib menyembelih hadyu atau tidak?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Orang yang melaksanakan haji Tamattu adalah orang yang melakukan umrah di bulan haji, lalu setelah selesai, dia ihram untuk haji pada tahun tersebut.

Di antara syarat Tamattu adalah tidak safar dari Mekah ke negerinya setelah dia selesai umrah. Jika dia pulang ke negerinya, kemudian kembai untuk melaksanakan haji Ifrad, maka dia diaggap melaksanakan haji ifrad. Tidak dianggap haji tamattu dan tidak diwajibkan hadyu baginya. Karena dia memulai haji dari perjalanan yang baru. Jika dia hendak menunaikan haji Tamattu, maka dia ihram untuk umrah lagi dari miqat dalam perjalanan yang kedua untuk menunaikan haji.

Adapun jika dia safar dari Mekah setelah melakukan umrah ke selain negerinya, misalnya dia safar ke Jedah, kemudian kembali lagi ke Mekah dan ihram untuk haji, maka dia tetap dianggap tamattu. Safarnya ke Jedah tidak membatalkan tamattu'nya. Karena dia tidak safar  ke tengah keluarganya.

Syekh Bin Baz ditanya tentang seorang yang menunaikan umrah di bulan Syawal, lalu kembali ke tengah keluarganya, kemudian dia kembali ke Mekah dengan niat haji Ifrad, apakah dia dianggap tamattu dan wajib baginya hadyu.

Maka dia menjawab,

Jika seseorang menunaikan umrah di bulan Syawal, kemudian kembali ke tengah keluarganya, lalu dia datang lagi dengan niat haji Ifrad, maka menurut pendapat jumhur ulama, dia tidak dianggap Tamattu dan tidak wajib hadyu baginya. Karena dia telah pulang ke tengah keluarganya, kemudian kembali lagi untuk menunaikan haji Ifrad. Inilah yang diriwayatkan dari Umar dan puteranya radhiallahu anhuma. Dan inilah pendapat jumhur. Adapun yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas adalah bahwa dia dianggap melakukan haji Tamattu dan dia diwajibkan membayar hadyu. Karena dia telah menggabungkan antara haji dan umrah di bulan haji pada tahun yang sama. Adapun jumhur berpendapat bahwa standarnya adlaah jika dia telah pulang ke tengah keluarganya. Sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa standarnya adalah jika dia melakukan safar dengan jarak yang membolehkannya qashar shalat, kemudian kembali dengan niat haji ifrad, maka dia tidak dianggap tamattu, dan tidak diwajibkan dam baginya. Adapun yang datang untuk melaksanakan haji, lalu dia menunaikan umrah dahulu, setelah itu menetap di Jedah atau Thaif dan daerah itu bukan kediaman keluarganya, kemudian dia kembali lagi dengan niat ihram untuk haji, maka dia dianggap tamattu. Keluarnya dari Mekah ke Thaif atau Jedah atau Madinah, tidak mengeluarkannya dari status haji Tamattu, karena dia telah datang untuk melakukan keduanya, dia hanya ke Jedah dan Thaif karena ada keperluan. Demikian pula bagi yang safar ke Madinah untuk berziarah. Semua itu tidak mengeluarkannya dari status Tamattu menurut pendapat yang lebih kuat, maka dia diwajibkan membayar hadyu tamattu. Kemudian dia harus sai untuk haji sebagaimana sai yang dilakukan untuk umrah.  (Majmu Fatawa, Syekh Bin Baz, 17/96)

Syekh Bin Baz jugg berkata dalam fatwanya, 17/98,

"Jika dia kembali lagi dan ihram untuk umrah, maksudnya dalam safar kedua, lalu tahallul darinya, kemudian menetap hingga pelaksanaan haji, maka dia dianggap tamattu dan umrah pertamanya tidak dianggap sebagai tamattu menurut jumhur ulama. Akan tetapi dia dianggap tamattu dengan umrah terakhir yang dia tunaikan kemudian dia menetap di Mekah hingga pelaksanaan haji.

Syekh Ibnu Utsaimin berkata,

Jika orang yang melaksanakan haji Tamattu kembali ke negerinya, kemudian dia melakukan safar lagi untuk haji dari negerinya, maka dia dianggap ifrad. Hal tersebut karena dia sudah dianggap terputus antara umrah dan hajinya dengan kepulangannya ke tengah keluarganya. Ketika dia memulai safar lagi, artinya dia memulai safar yang baru untuk haji, dan ketika itu hajinya dianggap sebagai haji ifrad. Maka tidak wajib baginya menyembelih hadyu tamattu. Akan tetapi jika dia lakukan hal itu sebagai hilah (cara menghindar) dari hadyu, maka dia tidak gugur. Karena hilah untuk menggugurkan kewajiban tidak menggugurkannya. Sebagaimana umumnya hilah untuk melakukan perkara haram, tidak berarti membuatnya halal." (Fatawa Arkanul Islam, hal. 524)

Wallahu’alam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam