Alhamdulillah.
Kalau disana ada luka pada salah satu anggota wudu, maka luka ini mungkin terbuka atau ada tempelan dan ikatan. Kalau di atasnya ada penutup atau ikatan, maka dibasuh bagian yang sehat kemudian dibasahi tangannya dengan air kemudian diusap di atas balutan. Dari usapan ini tidak perlu tayamum lagi.
Telah ada hadits mengusap di atas gibs. Cuma semuanya lemah. Kecuali telah ada ketetapan dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma .
Baihaqi mengatakan, “Tidak ada sesuatupun ketetapan dalam bab ini dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Cuma ada pendapat pakar fikih dari kalangan tabiin dan setelahnya juga dengan apa yang kami riwayatkan dari Ibnu Umar. Kemudian beliau menyebutkan dengan sanadnya bahwa Ibnu Umar radhiallahu anhuma berwudu sementara telapak tangannya terbaluti, kemudian beliau mengusap di atasnya dan di atas balutan. Dan membasuh selain itu. Beliau mengatakan, “Dan dari Ibnu Umar ini shoheh.” Selesai Majmu (2/368).
Sementara kalau lukanya terbuka, maka seharusnya dibasuh dengan air sebisa mungkin. Kalau membasuhnya berbahaya dan memungkinkan diusapnya. Maka yang wajib diusapnya. Kalau tidak memungkinkan, maka lukanya dibiarkan tanpa dibasuh dan tanpa diusap. Kemudian ketika selesai berwudu, bertayamum.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Syarkhu Mumti’ (1/169) mengatakan, “Para ulama rahimahumullah mengatakan, “Luka atau semisalnya, mungkin terbuka atau tertutup. Kalau terbuka, maka harus dibasuh dengan air. Kalau tidak memungkinkan dibasuh dengan air, maka diusap lukanya. Kalau tidak memungkinkan mengusap, maka dengan bertayamum. Ini dilakukan secara berurutan.
Kalau (luka) tertutup dengan sesuatu layak untuk menutupinya, maka tidak ada kecuali dengan mengusap saja. Kalau berbahaya dengan diusap meskipun tertutup, maka diganti dengan tayamum. Seperti (kondisi luka) terbuka. Ini yang disebutkan para ulama fikih rahimahumullah.” Selesai
Syekh Ibnu Baz rahimahullah mengatakan, “Kalau di atas (luka) ada gibs, maka diusap di atasnya. Kalau terbuka, bertayamum.” Selesai ‘Fatawa Ibnu Baz, (10/118).
Syekh Sholeh Al-Fauzan hafidhahullah ditanya, “Setelah dicuci yang dilakukan dokter terhadapku, keluar darah dari tanganku di tempat jarum, maka dibalut dengan kain kasa. Kalau saya copot, akan keluar darahnya. Dan tidak akan berhenti kecuali malam hari. Sehingga kasa ini tetap terbalut di tangan kiri. Apakah diperbolehkan bagiku ketika berwudu saya mengusap di atasnya, meskipun kain kasa tidak diletakkan pada waktunya dalam kondisi suci. Dibalutkan pada waktu masih ada darah, bagaimana cara mengusapnya?
Beliau menjawab, “Jangan mencopot kain kasa yang dibalutkan di atas luka, apalagi kalau dilepas berbahaya bagi anda dan keluar darah. Tidak diperbolehkan anda melepaskannya dalam kondisi seperti ini. Karena hal itu berbahaya bagi anda. Biarkan dalam kondisinya. Kalau anda berwudu, basuhlah yang tidak ada balutan dari tangan anda, sementara yang ada balutanya, cukup diusap di atasnya. Dengan membasahi tangan anda dengan air dan diusapkan di atas kasa. Hal ini cukup dari basuhan yang ada dibawahnya selama masih (terbalut) karena ada keperluan meskipun untuk beberapa waktu atau beberapa hari. Tidak disyaratkan ketika membalut dalam kondisi suci, bahkan cukup diusap saja menurut pendapat terkuat. Meskipun ketika menaruhnya tidak dalam kondisi suci. Meskipun di bawahnya ada darah di tempat jarum atau luka.
Kesimpulannya, tidak mengapa bagi anda membiarkan kain kasa, bahkan harus dibiarkan karena ada kemaslahatan. Dan anda mengusap di atasnya ketika anda membasuh di atas tangan.” Selesai (Al-Muntaqa Min Fatawa Syekh Al-Fauzan, /15).
Wallahu a’lam .