Kamis 25 Jumadits Tsani 1446 - 26 Desember 2024
Indonesian

Apakah Disyaratkan Menggerakkan Lisan Dalam Bacaan Al-Qur’an Dan Zikir?

Pertanyaan

Apakah ketika kita ingin mengucapkan salah satu zikir, harus menggerakkan mulut? Seperti ketika kita ingin masuk kamar mandi dan menyucapkan zikir, apakah kita gerakkan mulut atau cukup ucapan dalam akal fikiran? Begitu juga ketika tidur dan zikir pagi?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama; Zikir kepada Allah adalah amalan paling utama bagi orang muslim. Tidak cukup di lisan, bahkan zikir dalam hati, lisan dan perbuatan.

Syekh Abdurrahman Sa’dy rahimahullah berkata: “Kalau diungkapkan secara bebas, maka yang dimaksud zikir kepada Allah (zikrullah) mencakup semua yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah. Baik keyakinan, pemikiran, prilaku hati, prilaku badan, menyanjung kepada Allah atau mempelajari dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat atau yang semisalnya. Semuanya termasuk zikrullah ta’ala.”  (Ar-Riyadu An-Nadhirah hal. 245)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah (juga) berkata: “Zikrullah dapat dilakukan dengan hati, lisan dan perbuatan. Zikir, asalnya dilakukan dalam hati. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:

أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ؛ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ؛ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ 

رواه البخاري ومسلم

“Ketahuilah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, kalau ia baik, maka seluruh tubuh akan baik. Kalau ia rusak,maka seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka untaian semuanya menuju ke zikir dalam hati. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ 

(سورة الكهف:  28)

“Dan janganlah engkau mentaati orang yang Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami dan mengikuti hawa nafsunya.” (QS. Al-Kahfi: 28)

Zikir kepada Allah dengan lisan dan perbuatan tanpa diiringi zikir dengan hati, nilainya sangat kurang,  bagaikan jasad tanpa ruh.

Sifat zikir dengan hati adalah bertafakur terhadap ayat-ayat Allah, mencintai-Nya, mengagungkan-Nya, kembali kepadaNya, takut kepadaNya dan bertawakkal kepadaNya serta amalan-amalan hati lainnya.

Sementara zikir kepada Allah dengan lisan adalah mengucapkan dengan semua perkataan untuk mendekatkan kepada Allah. Yang tetinggi adalah uacapan ‘Lailaha illallahu’.

Sementara zikir kepada Allah dengan perbuatan adalah setiap perbuatan yang mendekatkan kepada Allah seperti menunaikan shalat, ruku', sujud, jihad (berperang di jalan Allah), zakat. Semuanya adalah zikir kepada Allah, karena ketika anda menunaikannya menjadikan anda taat kepada Allah, ketika itulah anda berzikir kepada Allah dengan perbuatan. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:

وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر ولذكر الله أكبر  

(سورة العنكبوت: 45)

“Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain).” (QS. Al-Ankabut: 45)

Sebagian ulama mengatakan: ”Yaitu karena shalat mengandung zikir kepada Allah, maka ia yang paling besar.” Ini merupakan salah satu di antara dua pendapat ulama tentang ayat ini.  (Tafsir Surat Al-Baqarah, 2/167-168)

Kedua: Zikir yang dicapkan oleh lisan seperti bacaan Al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, zikir pagi dan petang hari, tidur dan masuk kamar mandi serta yang lainnya semuanya harus bergerak

Dikutip dari Ibnu Rusyd dalam kitab ‘Al-Bayan wat-Tahsil, 1/490’ dari Imam Malik rahimahullah, sesungguhnya beliau ditanya tentang orang yang membaca dalam shalat (akan tetapi) tidak didengar seorang pun, bahkan termasuk dirinya. dan tidak juga menggerakkan lisannya. Maka beliau mengatakan: “Itu bukan bacaan. Sesungguhnya bacaan adalah apa menggerakkan lisan.”

Al-Kasani mengomentari dalam kitab Bada'i As-Shana'i, 4/118: “Membaca itu tidak lain adalah dengan menggerakkan lisannya dengan huruf. Bukankah anda beranggapan orang yang shalat dan mampu untuk membaca, lalu dia tidak menggerakkan lisannya dengan huruf, maka shalatnya tidak sah. Begitu juga kalau dia bersumpah tidak membaca surat dalam Al-Qur’an, kemudian dia hanya melihat dan memahaminya tanpa menggerakkan lisannya, maka tidak batal sumpahnya." Maksudnya, karena dia tidak membca, cuma sekedar melihat saja.

Yang juga menunjukkan hal tersebut, bahwa para ulama melarang orang junub untuk membaca Al-Qur’an denga lisan. Namun mereka membolehkan melihat mushaf dan membaca Al-Qur’an dalam hati tanpa menggerakkan lisannya. Hal itu menunjukan adanya perbedaan di antara dua perkara ini. Tidak menggerakkan lisan, tidak dianggap membaca." (Silahkan melihat Al-Majmu, 2/187-189)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya: ”Apakah harus menggerakkan lisan (ketika membaca) Al-Qur’an dalam shalat, ataukah cukup dalam hati?"

Beliau menjawab: ”Bacaan harus dengan lisan, kalau seseorang membaca di hatinya dalam shalat, maka hal itu tidak diterima. Begitu juga semua zikir, tidak diterima (hanya) dengan hati. Akan tetapi seseorang  harus dengan menggerakkan lisan dan kedua bibirnya. Karena itu adalah ucapan, dan tidak mendapatkannya kecuali dengan menggerakkan lisan dan kedua bibirnya.”  (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 13/156)

Wallahu’alam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam