Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

SHALAT DAN PUASA ORANG YANG DIPENJARA, TIDAK MENGETAHUI WAKTU APAPUN

Pertanyaan

Bagaimana shalatnya orang yang dipenjara di ruangan gelap di bawah tanah, sementara dia terikat dan tidak mengetahui waktu shalat apapun, tidak juga mengetahui masuknya bulan Ramadan

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama, kami memohon kepada Allah ta’ala agar memberikan kenikmatan kepada semua tawanan dari kalangan umat Islam dengan dilepaskan dalam waktu dekat. Dan diberikan kepadanya keutamaan sabar dan ketabahan. Dipenuhi hati mereka dengan ketenangan dan keyakinan. Dimudahkan untuk umat  Islam jalan kebajikan dan dimulyakan para penolongnya serta dihinakan musuh-musuhnya.

Kedua, para ahli ilmu telah menetapkan bahwa shalat dan puasa tidak jatuh (kewajibannya) terhadap tawanan umat Islam, dan seharusnya dia memperkirakan dan berijtihad untuk waktunya. Kalau dalam persangkaan kuat telah memasuki waktu shalat, maka tunaikan shalat. Kalau dalam persangkaan kuat telah memasuki bulan Ramadan, maka berpuasa. Memungkinkan untuk mengambil dalil dalam waktu dengan memperhatikan waktu makan, atau bertanya kepada penjaga penjara (sipir) atau semisal itu. kalau dia telah berijtihad dan memperkirakan dengan teliti waktu shalat dan puasa yang benar, maka ibadanya sah dan diterima. Baik terlihat setelah itu sesuai dengan waktu atau melebihi waktunya. Atau tidak terlihat baginya sesuatu apapun. Berdasarkan firman Allah ‘Allah tidak membebani jiwa kecuali dengan (sesuai) kemampuannya.’ SQ. AL-Baqrah: 286. Allah subhanahu wata’la juga berfirman: “Allah tidak membebani jiwa kecuali (sesuai) apa yang telah diberikannya.” SQ. At-Talaq: 7. Kalau diketahui dia berpuasa pada hari ied, maka diharuskan baginya mengqada’. Karena puasa pada hari ied tidak sah. Kalau sekiranya diketahui shalat dan puasa sebelum waktunya, maka diharuskan baginya mengulangi puasa dan shalat.

Telah ada di kitab ‘AL-Muasu’ah AL-Fiqhiyyah, 28/ 84-85: “Mayoritas ulama fiqih berpendapat bahwa bagi orang yang tidak jelas bulan-bulan baginya, maka dia tidak jatuh (kewajiban) puasa Ramadan. Bahkan tetap diharuskan, karena kewajiban tetap padanya dan perintah tertuju (padanya). kalau dia berijtihad dan berpuasa, maka tidak lepas dari lima kondisi:

Kondisi pertama, terus bermasalah baginya dan tidak terbuka. Yang mana tidak diketahui puasanya tepat Ramadan atau mendahului atau mengakhiri. Maka diterima puasanya dan tidak (perlu) mengulangi, karena dia telah mengerahkan semua kemampuannya dan tidak dibebani selain itu.

Kondisi kedua, puasa tawanan sesuai dengan bulan Ramadan, maka (puasanya) diterima

Kondisi ketiga, puasa para tawanan bertepatan setelah Ramadan, maka diterima (puasanya) menurut mayoritas ulama’.

Kondisi keempat, ada dua sisi. Sisi pertama, ketika puasanya bertepatan dengan sebelum Ramadan, dan diketahui hal itu sebelum datangnya Ramadan, maka diharuskan berpuasa kalau datang (Ramadan) tanpa ada perbedaan. Karena waktunya memungkinkan bagi dirinya.

Sisi kedua, ketika puasanya bertepatan sebelum Ramadan, dan tidak diketahui kecuai setelah selesai Ramadan. Diterimanya puasa ada dua pendapat. Pendapat pertama, tidak diterima puasa Ramadannya, bahkan dia harus mengqadanya. Ini mazhab Malikiyah dan Hanbaliyah dan yang jadi patokan dalam mazhab Syafiiyyah. Pendapat kedua, diterima puasa Ramadannya. Sebagaimana para jamaah haji tidak jelas hari Arafah, dan mereka wukuf pada hari sebelumnya. Dan ini pendapat sebagian Syafiiyyah.

Kondisi kelima, puasa orang-orang tawanan bertepatan dengan sebagian Ramadan tanpa sebagian lainnya, maka yang bertepatan dengan Ramadan dan setelahnya diterima, sementara yang bertepatan sebelum Ramadan tidak diterima.” Selesai

Silahkan melihat ‘Al-Majmu’, 3/72-73. Al-Mugni, 3/96.

Wallahuta’ala a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam