Alhamdulillah.
Pertama
Kalau seorang wanita keguguran, hal itu tidak dianggap nifas darah yang keluar darinya kecuali kalau kegugurannya itu telah jelas (nampak) ciptaan manusia dari kepala, tangan atau kaki atau selain dari itu. pembentukan tidak dapat dimulai sebelum delapan puluh hari berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam:
( إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ مَلَكًا فَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ وَيُقَالُ لَهُ : اكْتُبْ عَمَلَهُ وَرِزْقَهُ وَأَجَلَهُ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ ، ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوح) رواه البخاري (3208)
‘Sesungguhnya salah satu diantara kamu dikumpulkan penciptaanya di perut ibunya empat puluh hari (berupa mani). Kemudian semasa itu (empat puluh hari) berupa segumpal darah. Kemudian semasa itu berupa sekerat daging. Kemudian Allah utus malaikat dan diperintahkan untuk mencatat empat kalimat, dikatakan: ‘Catatlah amalan, rizki, ajal dan merana atau bahagia. Kemudian ditiupkan ruh di dalamnya.’ HR. Bukhori, 3208.
Hadits ini menunjukkan bahwa manusian melewati beberapa tahapan dalam kandungan. Empat puluh hari berupa mani, kemudian empat puluh hari lagi segumpal darah. Kemudian empat puluh ketiga berupa sekerat daging. Kemudian ditiupkan ruh setelah sempurna seratus duapuluh hari. Pembentukan berarti pada fase sekerat daging dan tidak mungkin sebelum itu. sebagaimana firman Allah Ta’ala:
(يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنْ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ) الحج/5
‘Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu.’ SQ. Al-Hajj: 5.
Diketahui dari ayat ini, bahwa sekerat daging terkadang sempurna dan terkadang tidak sempurna.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, ‘Kalau seorang wanita melihat darah setelah melahirkan sesuatu yang jelas pembentukan orang, maka itu termasuk darah nifas. Telah ditegaskan (yakni Imam Ahmad) bahwa kalau dia melihat mani atau segumpal darah bukan termasuk nifas.’ Selesai dari ‘Al-Mugni, 1/211.
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, ‘Kalau seorang wanita keguguran apa yang nampak dari menciptaan manusia baik kepada, tangan atau kaki atau selain itu, maka dia termasuk (mendapatkan) nifas. Mampunyai hukum seputar nifas. Maka tidak boleh shalat, tidak boleh puasa, suaminya tidak boleh menggaulinya sampai suci atau sempurna empat puluh hari. Semantara apa yang keluar dari wanita tidak jelas penciptaan manusia, dimana ada daging yang tidak terbentuk atau segumpal darah. Maka dia mempunyai hukum (darahnya) mustahadhoh bukan hukum nifas. Juga bukan darah nifas. Maka dia harus shalat, puasa di bulan Ramadan dan dihalalkan suaminya (menggaulinya). Karena dia mempunyai hukum istihadhoh menurut ahli ilmu.’ Selesai dari ‘Fatawa Islamiyah, 1/243.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ‘Ahli ilmu mengatakan, kalau keluar (dari rahim wanita0 dan telah nampak penciptaan manusia, maka darah yang keluar termasuk darah nifas. Maka dia meninggalkan shalat, puasa dan suaminya menjauhinya sampai bersih. Kalau keluar (dari rahim wanita) dan tidak berbentuk, maka darahnya tidak termasuk darah nifas bahkan itu darah kotor, tidak menghalangi untuk shalat, puasa dan selain dari keduanya. Ahli ilmu mengatakan, ‘Minimal waktu pembentukan (di rohim) adalah delapan puluh satu hari.’ ‘Fatawa AL-Mar’ah Al-Muslimah, 1/304, 305.
Dari sini, maka darah yang keluar dari anda bukan termasuk darah nifas, karena janin yang keluar sebelum berumur delapan puluh hari. Maka seharusnya anda shalat dan puasa pada masa itu, sampai datang kepada anda darah haid.
Kedua,
Anda diharuskan mengqodo’ puasa, hal ini tidak ada masalah baik anda dalam kondisi suci maupun dalam kondisi nifas. Karena barangsiapa yang meninggalkan puasa tanpa uzur (seperti sakit, haid atau bepergian) maka seharusnya mengqodo’. Sementara anda tinggalkan karena ada uzur yaitu persangkaan anda bahwa anda dalam kondisi nifas. Sementara qodo’ shalat, yang nampak anda tidak perlu mengqodo’ shalat, karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak memerintahkan wanita mustahadhoh yang telah meninggalkan shalat disela-sela turunnya darah untuk mengqodo’nya. Akan tetapi dibimbing apa yang selayaknya dilakukan ke depannya.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, ‘Wanita mustahadhoh kalau berdiam dalam beberapa waktu tidak shalat, karena berkeyakinan tidak wajibnya shalat atasnya. Maka kewajiban mengqodo’nya ada dua pendapat. Salah satunya tidak perlu mengulanginya –sebagaimana yang dinukil dari Malik dan lainnya- karena mustahadhoh yang dikatakan oleh Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya saya datang darah haid deras sekali yang menghalangiku ntuk shalat dan puasa.’ Beliau memerintahkan kepadanya apa yang seharusnya dilakukan ke depan. Tanpa diperintahkan untuk mengqodo’ shalat yang lalu.’ Selesai dari ‘Majmu’ Fatawa, 22/102. Silahkan melihat soal jawab no. 45648.
Kesimpulannya, maka anda harus mengqodo’ puasa, sementara shalat kalau mudah bagi anda. Lebih bagus anda lakukan. Kalau tidak, kami memohon semoga Allah memaafkan anda. Dan kami nasehatkan kepada anda agar giat mencari ilmu dan memperdalam agama. Kami memohon kepada Allah untuk kami dan anda mendapatkan taufik dan kebenaran.
Wallahu’alam .