Senin 24 Jumadil Ula 1446 - 25 November 2024
Indonesian

Kalau Wanita Haid Suci Sebelum Fajar, Maka Menunaikan Shalat Magrib dan Isya’

Pertanyaan

Ketika suci dari haid dan saya mandi malam hari contohnya, bagaimana cara saya menunaikan shalat? Apakah saya shalat isya’ saja atau isya’ dan magrib atau seharian penuh? Perlu diketahui bahwa saya tidak melihat lendir putih akan tetapi saya biarkan sehari untuk mengetahui bahwa darah telah terhenti dariku?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Ketika wanita haid telah bersih dan sudah masuk waktu isya’, maka dia harus menunaikan shalat isya’ karena dia mendapatkan waktunya. Begiut juga diharuskan shalat magrib karena ia dapat dijama’ dengan isya’ ketika ada uzur. Begitu juga ketika suci dan sudah masuk waktu asar, maka dia shalat dhuhur dan asar, dan ini yang difatwakan oleh sebagian shahabat Nabi sallallahu’alaihi wa salam, dan ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama’.

Sementara kalau dia suci setelah subuh atau setelah dhuhur atau setelah magrib, maka dia tidak shalat kecuali satu shalatan saja, yaitu shalat yang ketika suci masuk waktunya (subuh atau dhuhur atau magrib). Karena shalat-shalat ini tidak dapat dijama’ dengan shalat sebelumnya.

Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Al-Mugni, (1/238) mengatakan, “Kalau seorang wanita suci sebelum terbenam matahari, maka dia harus shalat dhuhur dan asar, kalau dia suci sebelum terbit fajar, maka dia harus shalat magrib dan isya’ di akhir waktu. Diriwayatkan pendapat ini dari Abdurrahman bin Auf, Ibnu Abbas, Thowus, Mujahid, An-Nakho’I, Az-Zuhri, Rabi’ah, Malik, Laits dan Syafi’I, Ishaq, Abu Tsaur. Imam Ahmad mengatakan,”Mayoritas ulama’ tabiin mengatakan pendapat ini kecuali Hasan saja, beliau mengatakan, “Tidak wajib shalat kecuali shalat yang didapatkan waktu sucinya saja. Dan ini pendapat At-sauri, pemilik logika (mazhab Hanafiyah), karena waktu yang lebih utama telah keluar ketika waktu dia masih ada uzurnya. Maka tidak diwajibkan sebagaimana kalau tidak mengetahui waktu kedua apapun.

Diceritakan dari Malik bahwa kalau dia mendapatkan waktu kadar lima rakaat dari waktu kedua, maka diwajibkan melakukan untuk waktu pertama. Karena mampu pada rakaat pertama dari lima rakaat di waktu shalat pertama dalam kondisi ada uzur. Maka diwajibkan karena dia telah mendapatkannnya sebagaimana dia mendapatkan waktu pilihan. Berbeda kalau mendapatkan kurang dari itu.

Sementara untuk kami apa yang diriwayatkan Al-Atsram, Ibnu Mundir dan selain dari keduanya dengan sanadnya dari Abdurrahman bin Auf, dan Abdullah bin Abbas, keduanya mengatakan, “Wanita Haid yang suci sebelum terbit fajar mendapatkan satu rakaat, maka dia shalat magrib dan isya’. Kalau dia suci sebelum terbenam matahari, maka dia shalat dhuhur dan asar semuanya.  Karena waktu kedua adalah untuk waktu pertama waktu ada halangan. Kalau orang yang terkena uzur mendapatkannya, maka harus dilakukannya sebagaimana diwajibkan untuk kewajiban kedua. Selesai dengan diedit

Dikatakan dalam matan ‘Zadul Mustaqni’,”Siapa yang menjadi layak untuk menunaikan kewajiban sebelum keluar waktunya, maka dia harus melakukannya dan apa yang bisa dijama’ waktu sebelumnya.” Selesai

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan dalam kitab As-Syarkh Al-Mumti’,”Contoh akan hal itu adalah ketika dia mendapatkan waktu shalat asar kadar satu rokaat, atau kadar yang diharamkan, maka dia harus melakukan shalat asar, begitu juga diharuskan shalat dhuhur. Kalau dia mendapatkan hal itu waktu shalat isya’, maka dia juga harus melakukan shalat isya’ dan shalat maagrib juga. Kalau dia mendapatkan waktu shalat fajar, maka tidak ada kewajiban kecuali shalat fajar saja. Karena ia tidak dapat dijama’ dengan shalat sebelumnya. Kalau dikatakan,”Apa sisi kewajiban shalat dhuhur pada contoh pertama, dan shalat magrib pada contoh kedua? Jawabannya adalah dari sisi atsar (hadits) dan Nadhor (logika).

Kalau atsar, maka diriwayatkan hal itu dari Ibnu Abbas, Abdurrahman bin Auf radhiallahu’anhum. Sementara kalau nadhor (logika), karena shalat waktu kedua juga waktu untuk shalat pertama ketika ada uzur yang menghalanginya dan diperbolehkan untuk menjama’nya. Ketika ia adalah waktu bagi ada uzur, maka ketika mendapatkan bagian waktunya seperti dia mendapatkan bagian dari dua waktu secara bersamaan. Dan ini yang terkenal di madzhab.

Sebagian ahli ilmu mengatakan, “Hal itu bukan merupkan suatu keharusan, kecuali shalat yang dia mendapatkan waktunya saja. Sementara waktu sebelumnya tidak harus melakukannya.” Selesai dan syekh rahimahullah menguatkan pendapat ini, yaitu pendapat yang terakhir ini.

Yang lebih berhati-hati adalah mengamalkan pendapat jumhur ulama’, maka lakukan dua shalat bersamaan, dan anda tidak harus melakukan semua shalat seharian. Kalau sekiranya hanya mencukupkan shalat yang dia mendapatkan waktunya saja, kita berharap hal itu tidak mengapa.

Kedua:

Seorang wanita mendapatkan suci dengan salah satu dari dua tanda berikut ini, cairan putih atau mendapatkan kering secara sempurna. Dimana kalau dimasukkan kapas keluar bersih tidak ada bekas darahnya merah atau kekuningan. Sebagaimana yang telah kita jelaskan di jawaban soal no. 5595

Maka anda duduk seharian tanpa shalat, karena anda tidak melihat cairan putih, perbuatan ini tidak dibenarkan, karena ada kemungkinan anda sudah suci dengan kering, maka hendaknya anda perhatikan tanda-tanda ini ketika bersih.

Nawawi rahimahullah mengatakan, “Tanda berhentinya haid dan mendapatkan suci adalah terputusnya keluar darah dan keluarnya warna kekuningan dan keruh. Kalau sudah berhenti, maka dia sudah suci. Baik setelahnya itu keluar cairan putih atau tidak. Selesai dari ‘Al-Majmu’, (2/562).

Wallahua’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam