Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Bid’ah Hasanah

864

Tanggal Tayang : 28-12-2024

Penampilan-penampilan : 20

Pertanyaan

Saya ingin tahu apa itu bid’ah ?, banyak orang yang saya dengar bahwa mereka menyebutkan pada banyak hal sebagai bid’ah, dan hal ini yang menyebabkan kerancuan pada diri saya. Kemudian tidakkah ada hadits yang menyatakan bahwa Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: bahwa barang siapa yang mempersembahkan perkara yang baru dan bermanfaat akan diberikan pahala ?, jika hal itu benar, maka kenapa semua bid’ah di anggap tercela ?

Ringkasan Jawaban

Bid’ah adalah cara yang dibuat dalam agama dengan tujuan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Dan hal ini berarti sesuatu yang tidak ada di dalam syari’at dan tidak ada dalil padanya, baik dari Al Qur’an atau As Sunnah, dan juga tidak ada pada masa Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabatnya. Arti dari sabda beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

من سنّ في الإسلام سنّة حسنة

“Barang siapa yang telah memberikan sunnah hasanah (cara/contoh yang baik) di dalam Islam”.

Yaitu; adalah barang siapa yang telah menghidupan sunah dari sunnah-sunnahnya Nabi -shallallahu ‘aihi wa sallam-, atau menunjukkannya padanya, atau menyuruhnya melakukannya, atau mengamalkannya agar bisa dicontoh oleh orang yang melihat atau mendengar tentangnya.

Alhamdulillah.

Definisi Bid’ah

Pertama:

Sebaiknya mengetahui arti bid’ah secara syari’at dan definisinya: adalah cara yang dibuat dalam agama dengan tujuan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Dan hal ini bahwa tidak ada di dalam syari’at dan tidak ada dalilnya dari Al Qur’an dan Sunnah, dan juga tidak ada di masa Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabatnya, dan jelas dari definisi ini juga bahwa inovasi duniawi tidak masuk dalam definisi bid’ah yang tercela secara syari’at.

Adapun terkait dengan masalah anda wahai penanya, jika yang anda maksud adalah berlawanan antara hadits Abu Hurairah dan hadits Jarir bin Abdullah -radiyallahu ‘anhuma- maka mari kita mengenali teks keduanya dan makana keduanya:

Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaly -radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَنْ سَنَّ سُنَّةَ خَيْرٍ فَاتُّبِعَ عَلَيْهَا فَلَهُ أَجْرُهُ وَمِثْلُ أُجُورِ مَنْ اتَّبَعَهُ غَيْرَ مَنْقُوصٍ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ سَنَّ سُنَّةَ شَرٍّ فَاتُّبِعَ عَلَيْهَا كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهُ وَمِثْلُ أَوْزَارِ مَنْ اتَّبَعَهُ غَيْرَ مَنْقُوصٍ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا  رواه الترمذي رقم (2675) وقال: “هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ”.

“Barang siapa yang telah memberikan sunnah (cara/contoh) baik, lalu diikuti, maka baginya pahalanya dan pahala sama dengan orang yang mengikutinya tidak berkurang dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang telah memberi sunnah (contoh/cara) buruk, lalu diikuti, maka baginya dosanya, dan dosa sama dengan orang yang mengikutinya tidak berkurang dari dosa mereka sedikitpun”. (HR. Tirmidzi: 2675 dan beliau berkata: ini hadits hasan dan shahih)

Konteks Hadits (Memberi sunnah hasanah (contoh/cara) yang baik dalam Islam.

Dan hadits ini ada konteksnya dan ceritanya yang akan menjelaskan maksud dari sabda beliau: “Barang siapa yang telah memberikan sunnah baik”, ceritanya adalah apa yang telah ada pada Shahih Imam Muslim dari Jarir bin Abdullah perawi hadits ini sendiri berkata:

جَاءَ نَاسٌ مِنْ الأَعْرَابِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ الصُّوفُ فَرَأَى سُوءَ حَالِهِمْ قَدْ أَصَابَتْهُمْ حَاجَةٌ فَحَثَّ النَّاسَ عَلَى الصَّدَقَةِ فَأَبْطَئُوا عَنْهُ حَتَّى رُئِيَ ذَلِكَ فِي وَجْهِهِ قَالَ ثُمَّ إِنَّ رَجُلا مِنْ الأَنْصَارِ جَاءَ بِصُرَّةٍ مِنْ وَرِقٍ ثُمَّ جَاءَ آخَرُ ثُمَّ تَتَابَعُوا حَتَّى عُرِفَ السُّرُورُ فِي وَجْهِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ  رواه مسلم رقم (1017).

“Telah datang beberapa orang Arab baduwi kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, ada bulu dombanya di atas mereka, lalu beliau melihat kondisi mereka yang buruk karena mereka sedang membutuhkan, lalu beliau menganjurkan manusia untuk bersedekah, dan mereka memperlambat hal itu, sampai terlihat pada wajah beliau, ia berkata: kemudian sungguh ada seseorang dari Anshor telah datang dengan sekantong dirham perak, lalu ada yang datang lagi, kemudian mereka berdatangan, sampai terlihat rasa bahagia pada wajah beliau, lalu Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

“Barang siapa yang telah memberikan sunnah hasanah (cara/contoh yang baik) dalam Islam, lalu ia dilakukan setelahnya, maka akan dicatat baginya seperti pahala orang yang mengerjakannya, dan tidak berkurang dari pahala mereka sedikitpun, dan barang siapa yang memberikan sunnah sayyi’ah (contoh/cara yang buruk), lalu dilakukan setelahnya, maka tercatat baginya sama dengan dosa orang yang telah melakukannya, dan tidak berkurang dari dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim: 1017)

Dan tambahan penjelasan dalam riwayat Nasa’i dari Jarir bin Abdullah -radhiyallahu ‘anhu- berkata:

كُنَّا عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَدْرِ النَّهَارِ فَجَاءَ قَوْمٌ عُرَاةً حُفَاةً مُتَقَلِّدِي السُّيُوفِ عَامَّتُهُمْ مِنْ مُضَرَ بَلْ كُلُّهُمْ مِنْ مُضَرَ، فَتَغَيَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَا رَأَى بِهِمْ مِنْ الْفَاقَةِ، فَدَخَلَ ثُمَّ خَرَجَ فَأَمَرَ بِلالا فَأَذَّنَ فَأَقَامَ الصَّلاةَ، فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ، فَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا وَ اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ تَصَدَّقَ رَجُلٌ مِنْ دِينَارِهِ مِنْ دِرْهَمِهِ مِنْ ثَوْبِهِ مِنْ صَاعِ بُرِّهِ مِنْ صَاعِ تَمْرِهِ حَتَّى قَالَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ فَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ الأَنْصَارِ بِصُرَّةٍ كَادَتْ كَفُّهُ تَعْجِزُ عَنْهَا بَلْ قَدْ عَجَزَتْ ثُمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ حَتَّى رَأَيْتُ كَوْمَيْنِ مِنْ طَعَامٍ وَثِيَابٍ حَتَّى رَأَيْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَهَلَّلُ كَأَنَّهُ مُذْهَبَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا  رواه النسائي في “المجتبى”: كتاب الزكاة باب التحريض على الصّدقة.

“Kami pernah bersama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- di tengah siang, lalu ada suatu kaum yang datang dengan pakaian tidak layak dan tidak beralas kaki, mereka membawa pedang, mayoritas mereka dari Mudhar, bahkan semuanya dari Mudhor, lalu wajah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- berubah karena melihat papa pada diri mereka, lalu beliau masuk dan lalu keluar dan menyuruh Bilal seraya mengumandangkan adzan untuk shalat, lalu beliau shalat dan berkhutbah:

“Wahai manusia, bertaqwalah kalian kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain[264], dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. Dan bertaqwalah kalian kepada Allah dan hendaknya setiap jiwa melihat apa ia lakukan untuk esok hari, ada seseorang telah bersedekah dari dinarnya, dan dirhamnya, dari pakaiannya, dari takaran sha’ gandum dan kurmanya, sampai beliau bersabda meskipun dengan secuil kurma, lalu seseorang datang dari Anshar dengan sekantong yang telapak tangannya tidak sanggup membawanya, bahkan memang sudah tidak bisa membawanya, kemudian diikuti oleh banyak orang sampai saya melihat dua tumpuk makanan dan pakaian sehingga saya telah melihat wajah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- berseri-seri mengkilap seperti emas dan beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

“Barang siapa yang telah memberikan sunnah hasanah (contoh/cara baik) dalam Islam, maka baginya pahalanya, dan pahala orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan barang siapa yang telah memberikan sunnah sayyi’ah (contoh/cara buruk) maka baginya dosanya, dan dosa orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun”. (HR. Nasa’i di dalam Al Mujtaba: Kitab Az Zakat Bab At Tahridh ‘ala Shadaqah).

Arti dari hadits (Barang siapa yang telah memberikan sunnah hasanah (contoh/cara baik) dalam Islam)

Maka menjadi jelas dari kisah dan kesempatan di atas bahwa makna sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

من سنّ في الإسلام سنّة حسنة 

“Barang siapa yang telah memberikan sunnah hasanah ( contoh/cara baik) dalam Islam”

Yaitu; barang siapa yang telah menghidupkan sunnah dari sunnah-sunnah Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau telah menunjukkan kepadanya, atau menyuruhnya, atau mengerjakannya untuk dijadikan panutan orang yang melihatnya atau mendengarnya, dan menunjukkan akan hal itu juga hadits Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata:

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَثَّ عَلَيْهِ (أي: حثّ على التصدّق عليه) فَقَالَ رَجُلٌ عِنْدِي كَذَا وَكَذَا قَالَ فَمَا بَقِيَ فِي الْمَجْلِسِ رَجُلٌ إِلاّ تَصَدَّقَ عَلَيْهِ بِمَا قَلَّ أَوْ كَثُرَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ اسْتَنَّ خَيْرًا فَاسْتُنَّ بِهِ كَانَ لَهُ أَجْرُهُ كَامِلاً وَمِنْ أُجُورِ مَنْ اسْتَنَّ بِهِ وَلا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ اسْتَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَاسْتُنَّ بِهِ فَعَلَيْهِ وِزْرُهُ كَامِلا وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِي اسْتَنَّ بِهِ وَلا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا رواه ابن ماجة في سننه رقم (204).

“Telah ada seseorang yang datang kepada Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu beliau telah menganjurkannya untuk bersedekah dan ia berkata: “Saya punya ini dan itu”, beliau berkata: “dan tidaklah tersisa orang di majelis itu kecuali bersedekah dengan sedikit atau banyak, lalu Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

“Barang siapa yang telah membuat sunnah baik maka baginya pahalanya sempurna, dan dari pahala orang yang ikut melakukannya, dan tidak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barang siapa yang telah membuat sunnah buruk, lalu diikuti orang lain, naka baginya dosa sempurna dan dari dosa-dosa orang yang telah mengikutinya dan tidak berkurang sedikitpun dari dosanya”. (HR. Ibnu Majah di dalam Sunannya nomor: 204)

Apakah ada yang disebut dengan Bid’ah Hasanah ?

Maka menjadi jelas pada sebelumnya dengan apa yang tidak meninggalkan kesempatan untuk diragukan bahwa tidak mungkin tujuan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- membolehkan bid’ah dalam agama atau membuka pintu apa yang dinamakan oleh sebagian orang dengan nama bid’ah hasanah, dan hal itu karena beberapa hal:

  1. Bahwa Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau selalu mengulang-ulangi bahwa:

كلّ محدثة بدعة وكلّ بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار  رواه النسائي

“Setiap yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan di neraka”. (HR. Nasa’i di dalam Sunannya, shalat hari raya, bab bagaimana berkhutbah)

Dan yang menjadi dalil dari hadits ini adalah diriwayatakan dari jalur Jabir -radhiyallahu ‘anhu- menurut Ahmad, dan dari jalur ‘Irbadh bin Sariyah menurut Abu Daud, dari jalur Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- menurut Ibnu Majah”.

Bahwa beliau -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda pada saat berkhutbah:

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ .. رواه مسلم رقم (867).

“Selanjutnya, maka sebaik-baik hadits adalah kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk urusan adalah hal baru, dan setiap bid’ah adalah sesat…”. (HR. Muslim: 867)

Maka jika setiap bid’ah adalah sesat, maka bagaimana dikatakan setelah itu bahwa ada di dalam Islam adalah bid’ah hasanah. Hal ini -demi Allah- adalah pertentangan yang jelas dengan apa yang telah Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah tetapkan dan telah diperingatkan darinya.

  1. Bahwa Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengabarkan bahwa barang siapa yang telah melakukan bid’ah dalam agama, bid’ah baru, maka amalannya gugur dan tertolak, tidak diterima oleh Allah sebagaimana yang telah ada pada hadits ‘Aisyah -radhiyallahu ‘anha- berkata: “Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ  رواه البخاري فتح رقم (2697)

“Barang siapa yang telah membuat yang baru pada urusan kami ini, apa yang tidak ada padanya, maka ia akan tertolak”. (HR. Bukhori dalam Fathul Baari: 2697)

Lalu bagaimana boleh setelah itu seseorang mengatakan akan bolehnya bid’ah dan mengamalkannya.

Keburukan Bid’ah:

Bahwa pelaku bid’ah  yang menambahkannya pada agama apa yang tidak ada padanya sebelumnya, maka pelakunya ini akan ditimpa banyak keburukan, masing-masing di antaranya lebih buruk dari yang lainnya:

  • Menuduh agama ini kurang lengkap, dan bahwa Allah belum melengkapinya, dan bahwa di dalamnya masih ada kesempatan untuk penambahan dan hal ini berbenturan dengan firman Allah Ta’ala:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

المائدة/ 3.

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al Maidah: 3)

  • Bahwa agama tetap kurang pada era Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampai datang pelaku bid’ah ini untuk menyempurnakannya dari dirinya sendiri.
  • Bahwa konsekuensi pengakuan pada bid’ah adalah menuduh Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan salah satu dari dua hal: bisa jadi karena ketidaktahuan pada bid’ah hasanah ini atau ia sudah mengetahuinya dan menyembunyikannya dan beliau telah mencurangi umat dan beliau tidak menyampaikannya.
  • Bahwa pahala bid’ah hasanah ini telah terlewat oleh Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para sahabatnya dan generasi terdahulu sehingga telah datang pelaku bid’ah ini untuk mendapatkannya, padahal bahwa sebaiknya ia mengatakan pada dirinya “Jika hal itu baik, maka mereka telah mendahului untuk melakukannya”.
  • Bahwa membuka pintu bid’ah hasanah ini akan menyebabkan perubahan agama dan membuka pintu hawa nafsu dan pendapat; karena setiap pelaku bid’ah berkata dengan keadaan dirinya bahwa sungguh apa yang telah kalian lakukan adalah perkara baik, maka dengan pendapat mana yang kita ambil dan dengan siapa di antara mereka kita mencontohnya ?
  • Sungguh amalan bid’ah akan menyebabkan penghapusan sunnah-sunnah dan perkataan generasi salaf yang realita mereka telah alami; sejauh mana bid’ah ini berkembang, maka sejauh itu pula sunnah akan mati. Dan kebalikannya adalah kebenaran.

Semoga Allah berkenan untuk menjauhkan kita dari kesesatan hawa nafsu dan fitnah dari apa yang tampak dan yang tersembuyi; wallahu A’lam

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid