Alhamdulillah.
Barangsiapa mandi janabat dan niat dalam mandinya untuk menghilangkan dua hadats kecil dan besar, hal itu diterima. Baik mandinya setelah masuk waktu shalat atau sebelumnya. Silakan lihat soal no. 88066.
Kalau anda mandi dengan niat menghilangkan dua hadats pada waktu Dhuha, sebagai contoh, anda dibolehkan menunaikan shalat Zuhur dengan kesucian ini. Kecuali anda batal dengan pembatal (wudu) seperti keluar air seni.
Adapun keluarnya tetesan (kencing) setelah bersuci, kalau anda yakini hal itu, maka anda harus melakukan dua perkara; Pertama, membersihkan pakaian atau badan anda yang terkena (tetesan seni), dan kedua, mengulangi wudu saja tanpa mengulangi mandi. Seyogyanya anda tidak menuruti perasaan serta berpaling darinya, agar tidak terjerumus perasaan was-was. Anda pun tidak perlu mengurut kemaluan anda agar keluar apa yang ada di dalamnya atau mengeceknya setelah buang hajat. Karena hal itu akan membuka penyakit was-was. Maka hendaklah anda tidak menghiraukannya. Dalam buku Manahi Al-Jalil dikatakan: “Keragu-raguan keluarnya (tetesan kencing) setelah selesai buang hajat, hendaknya diabaikan dan tidak (perlu) diteliti lagi.”
Dalam kitab ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 4/125 dikatakan: “Mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali menyebutkan bahwa ketika selesai dari istinja (membersihkan najis setelah buang hajat) dengan air, dianjurkan memercikkan air pada kemaluan atau celananya dengan air, untuk menghilangkan rasa was-was. Sehingga ketika datang keraguan, anggapannya bahwa tempat yang basah itu berasal dari percikan air tadi, selama tidak ada keyakinan sebaliknya."
Siapa yang mengira telah keluar sesuatu setelah istinja, Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Jangan perhatikan sebelum anda yakin. Tinggalkan saja, karena dia bersumber dari setan. Insya Allah, keraguan itu akan hilang.”
Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam kitab Al-Mushanaf bahwa Ibnu Umar radhiallahu anhuma ketika ditanya akan hal itu, beliau menjawab: “Kalau anda berwudu, hendaklah anda memercikan (yakni memercikkan kemaluan anda dengan air) dan abaikan keraguan, karena dia bersumber dari setan."
Pandangan serupa juga dikatakan oleh Sulaiman bin Yasar, Hasan Al-Basri dan Said bin Al-Musayyab. Silakan lihat kitab Al-Mudawwanah, 1/120, I’lamul Muwaqi’in, 4/63, 1/103, dan silakan lihat soal no. 93877.
Wallahua’alam.