Jum'ah 19 Ramadhan 1445 - 29 Maret 2024
Indonesian

Apa Itu Waktu-waktu Shalat Yang Lima

Pertanyaan

Apa itu waktu-waktu shalat yang lima? Apa hikmah dibedakannya waktu-waktu ini? Apa itu waktu dhorurat? Dan bagaimana cara kita menghitung pertengahan malam?

Alhamdulillah.

Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada para hamba-Nya lima waktu shalat, baik siang maupun malam dengan waktu yang telah ditentukan, yang mengandung hikmah agar seorang hamba senantiasa tersambung dengan Tuhannya Ta’ala di waktu-waktu ini. Maka dia bagaikan air bagi hati, seperti pepohonan yang disirami dari waktu ke waktu, bukan sekaligus satu kali kemudian terputus.

Di antara hikmah perbedaan waktu-waktu ini adalah agar tidak membosankan dan memberatkan hambanya, berbeda jika ditunaikan semuanya dalam satu waktu. Maka Maha Tinggi Allah ta’ala dan Maha Bijak dalam hukumnya.

(Muqoddimah Risalah Ahkam Mawaqitsu Sholat karangan Syekh Muhammad bin Utsaimin rahimahullah)

Apa itu waktu-waktu shalat yang lima?

Waktu-waktu shalat itu telah disebutkan Nabi sallallahu alaihi  wa sallam dalam sabda:

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ (رواه مسلم، رقم 612).

“Waktu Zuhur ketika matahari telah bergeser sampai bayangan seseorang sama panjangnya dengan dirinya selagi belum masuk Ashar. Dan waktu Ashar adalah selagi belum menguning matahari (dibarat). Waktu shalat Maghrib adalah selagi belum terbenan mega merah di arah barat. Waktu shalat Isya adalah sampai pertengahan malam tengah. Waktu shalat subuh ketika terbit fajar sampai sebelum terbitnya matahari. Kalau sudah terbit matahari, maka jangan shalat karena dia terbit di antara dua tanduk setan.” (HR. Bukhori, no. 612).

Dalam hadits ini ada penjelasan waktu-waktu shalat yang lima. Sementara kalau penentuan dengan jam, itu berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Nanti kita akan bahas tersendiri.

Pertama: Waktu Zuhur

Nabi sallallahu alaihi  wa sallam bersabda, “Waktu Dzhuhur ketika matahari bergeser hingga bayangan seseorang seperti panjang dirinya selagi belum masuk waktu Ashar. Maka Nabi sallallahu’ali wa sallam menentukan waktu dzhuhur permulaan dan akhirnya.

Permulaan waktu Zuhur adalah semenjak tergelincirnya matahari – maksudnya disini adalah tergelincir dari pertengahan langit ke arah barat.

Cara praktis mengetahu tergelincirnya matahari (permulaan waktu Zuhur)

Letakkan sesuatu yang memanjang (seperti tiang) di tempat terbuka ketika matahari terbit dari arah timur maka bayangan dari alat yang panjang itu menghadap ke arah barat. Setiap kali matahari meninggi maka bayangan ini akan berkurang. Selagi berkurang, maka matahari belum terelincir. Dan bayangan terus akan berkurang sampai pada batas tertentu kemudian mulai bertambah ke arah timur. Ketika ada tambahan sedikit saja, maka matahari dikatakan telah tergelincir. Berarti waktu dzhuhur telah masuk.

Tanda tergelincir dengan jam, bagilah antara terbit matahari dan terbenamnya menjadi dua bagian. Dan ini adalah waktu tergelincir. Kalau sekiranya matahari terbit jam 6 pagi dan terbenam jam 6 sore. Maka tergelincirnya (matahari) adalah jam 12.00. kalau terbit jam 07.00 dan terbenam pada jam 7 sore. Maka waktu tergelincirnya adalah jam satu siang. Dan begitulah. (Silahkan melihat kitab ‘As-Syarkhu Al-Mumti’, 2/96).

Sementara akhir dari waktu Zuhur adalah bayangan segala sesuatu setara dengannya (maksudnya panjangnya) setelah bayangan tergelincirnya matahari.

Cara praktis mengetahui akhir waktu Zuhur

Kita kembali  ke tiang yang telah kita letakkan tadi. Misalnya panjangnya satu meter, kita akan perhatikan bahwa panjang bayangan sebelum tergelincir akan berkurang sedikit demi sedikit, sampai berhenti pada titik tertentu (beri tanda pada di titik ini) kemudian bayangan mulai bertambah, ketika itulah masuk waktu Zuhur. Kemudian bayangan terus bertambah ke arah timur sampai panjang bayangan sama dengan panjangnya tiang, maksudnya panjang bayangan (yang satu meter dimulai dari titik yang ditetapkan tadi berdasarkan tanda, sementara bayangan yang belum dikasih tanda tidak dihitung). ketika itu,  waktu Zuhur berakhir  dan langsung masuk waktu Ashar.

Kedua: Waktu Ashar

Nabi sallalahu’alaihi wa sallam bersabda. “Waktu Ashar adalah selagi matahari belum menguning. Kita telah mengetahui bahwa permulaan waktu Ashar adalah ketika telah selesai waktu Zuhur (maksudnya ketika bayang-bayang sama panjangnya)

Sementara akhir dari waktu Ashar itu ada dua waktu.

  1. Waktu pilihan yaitu permulaan waktu Ashar sampai matahari menguning berdasarkan sabda Nabi sallalahu’alaihi wa sallam, “Waktu Ashar selagi matahari belum menguning. Maksudnya selagi belum kuning matahari sebelah barat. Penentuan jamnya berbeda dengan perbedaan musim
  2. Waktu darurat, yaitu dari menguningnya matahari sampai terbenamnya matahari berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi  wa sallam, “Siapa yang mendapatkan satu rakaat Ashar sebelum terbenam matahari maka dia telah mendapatkan (waktu) Ashar.” (HR. Bukhari, no. 579 dan Muslim, no. 608).

Apa maksud dengan waktu darurat?

Makna darurat adalah kalau seseorang sibuk dari waktu Ashar dengan kesibukan yang menjadi suatu keharusan seperti membalut luka-luka –meskipun dia bisa menunaikan shalat sebelum matahari menguning akan tetapi sangat berat– akhirnya dia shalat menjelang terbenam matahari, maka dia telah shalat pada waktunya dan tidak berdosa. Karena ini termasuk waktu darurat. Kalau seseorang harus mengakhirkan (shalat), tidak mengapa selagi dia menunaikannya sebelum terbenam matahari.

Ketiga: waktu Maghrib

Nabi sallallahu alaihi  wa salalm bersabda, “Dan waktu shalat Maghrib adalah selagi mega merah (syafaq ahmar) belum terbenam.

Maksudnya bahwa waktu Maghrib dimulai langsung setelah keluarnya waktu Ashar yaitu terbenamnya matahari hingga terbenamnya syafaq (mega merah).

Kalau warna merah di langit telah terbenam dari langit maka telah keluar waktu Maghribnya dan memasuki waktu Isya. Untuk penentuan dengan memakai jam, berbeda sesuai dengan perbedaan musim. Kapan saja ketika warna kemerah-merahan telah hilang di ufuk, maka ini dalil bahwa waktu Maghrib telah selesai.

Keempat: waktu Isya

Nabi sallallahu alaihi  wa sallam bersabda, “Waktu shalat Isya sampai tengah pertengahan malam. Maka waktu Isya dimulai dengan keluarnya waktu Maghrib langsung (maksudnya semenjak terbenamnya mega merah) sampai pertengahan malam.

Bagaimana cara menghitung pertengahan malam?

Jawabannya adalah kalau anda ingin menghitung pertengahan malam, maka hitunglah waktu dari terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar. Maka pertengahan malam di antara keduanya itu adalah waktu terakhir Isya (yaitu pertengahan malam).

Jika matahari terbena jam lima sore dan fajar mulai jam lima pagi, maka pertengahan malamnya adalah jam 11 malam. Jika matahari terbenam jam lima sore dan fajar terbit jam enam pagi. Maka pertengahan malamnya adalah jam 11.30 malam, dan begitulah perhitungannya.

Kelima: waktu fajar

Nabi sallallahu’alahi wa sallam bersabda, “Waktu shalat subuh adalah dari sejak terbit fajar selagi matahari belum terbit. Kalau matahari telah terbit, maka jangan shalat karena (waktu itu) matahari terbit di antara dua tanduk setan.

Mulai waktu fajar dari terbitnya fajar kedua (sodiq) dan berakhir dengan terbitnya matahari. Dan fajar kedua adalah warna putih yang membentang di ufuq timur dan membentang dari utara ke selatan. Sementara kalau fajar pertama keluar sebelum fajar kedua sekitar satu jaman dan di antara keduanya ada perbedaan, yaitu:

  1. Fajar awal vertikal bukan horisontal, maksudnya tegak berdiri dari timur ke barat. Sementara kedua itu horisontal dari utara ke selatan.
  2. Fajar pertama akan padam maksudnya cahayanya terang dalam waktu singkat kemudian gelap. Sementara fajar kedua tidak gelap bahkan semakin bersinar cahayanya dan semakin terang.
  3. Bahwa fajar kedua itu bersambung dengan ufuq, antara dia dengan ufuq tidak ada kegelapan. Sementara fajar pertama terputus dari ufuq sehingga antara ia dengan ufuq ada kegelapan. (Silahkan melihat kitab ‘As-Syarkhu AL-Mumti’, 2/107).

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid