Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Apakah Puasa Kafarat (Tebusan) Sumpah Dapat Dimasukkan Dalam Puasa Enam Hari Bulan Syawal?

Pertanyaan

Saya mempunyai pertanyaan khusus terkait sumpah dengan nama Allah. Dimana saya bersumpah dengan nama Allah tidak akan pergi ke tempat fulan, akan tetapi setelah seminggu, saya pergi ke tempat itu. Sehingga saya memutuskan untuk berpuasa tiga hari dalam enam syawal. Apakah (puasa) itu untuk termasuk tebusan sumpah atau bagaimana? Terima kasih

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Kami ingatkan kepada saudara penanya terkait dengan beberapa masalah penting inti masalahnya sebelum menjawab:

1. Asalanya seorang muslim hendaknya menjaga sumpahnya semenjak diucapkannya disini dan disitu. Terhadap urusan yang tidak layak disertai dengan sumpah nama Allah. Allah berfirman:

وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ  (سورة المائدة: 89)

“Dan jagalah sumpahmu.” QS. Al-Maidah: 89.

Syekh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Asalnya adalah tidak layak bagi seseorang memperbanyak sumpah. Berdasarkan firman Allah a’ala:

وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ  (سورة المائدة: 89)

“Dan jagalah sumpahmu.” QS. Al-Maidah: 89.

Sebagian ulama menafsirkannya dengan berkata; Maksudya adalah jangan memperbanyak sumpah. Tidak diragukan lagi, bahwa ini lebih utama, lebih selamat bagi seseorang dan lebih melepaskan tanggungannya.” (Syarh Mumti, 15/117).

2.Jika tempat yang dia bersumpah untuk tidak pergi ke sana adalah tempat yang diharamkan dan tidak halal baginya untuk pergi ke sana berdasarkan syariat Allah, maka anda harus membatalkan sumpah anda dan tidak pergi. Jika perginya wajib, seperti silaturrahim, mengunjungi kerabat, maka anda harus membatalkan sumpah anda kalau kepergian anda menjadi sesuatu yang wajib dan dianjurkan membatalkan (sumpah) kalau kepergiannya itu sunah. Kalau pergi ke tempat itu mubah, maka lihatlah yang terbaik bagi agama dan dunia anda. serta yang lebih mendekatkan ketakwaan kepada Tuhan anda. dan lakukan. Kalau kepergiannya itu lebih baik dan lebih bertakwa, maka pergi dan tebus sumpah anda. kalau tidak, maka tetaplah anda dengan melarang diri anda pergi kesana.

Dari Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ (رواه البخاري، رقم 6343  ومسلم، رقم 652) .

“Kalau anda bersumpah, dan anda menilai yang lainnya itu lebih baik, maka lakukan yang lebih baik (tinggalkan sumpahnya) dan tebus sumpah anda.” (HR. Bukhari, no. 6343 dan Muslim, no. 1652).

Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَى غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَلْيُكَفِّرْ عَنْ يَمِينِهِ وَلْيَفْعَلْ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ (رواه مسلم، رقم 1650) .

“Siapa yang bersumpah dan melihat lainnya itu lebih baik, maka hendaknya dia menebus sumpahnya dan melakukan yang lebih baik.” HR. Muslim, (1650).

Dalam ‘Mausu’ah Fiqhiyah, (8/63) dikatakan, “Sumpah yang baik maknanya adalah jujur dalam sumpahnya dan melakukan seperti apa yang disumpahi. Allah Ta’ala berfirman:

ولا تنقضوا الأيمان بعد توكيدها وقد جعلتم الله عليكم كفيلا إن الله يعلم ما تفعلون

“Dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An-Nahl: 91)

Ia termasuk wajib dalam bersumpah apabila bersumpah melakukan yang wajib atau meninggalkan yang haram, sehingga menjadi sumpah ketaatan. Harus dia lakukan dan konsisten dengan sumpahnya serta diharamkan membatalkannya.

Adapun kalau bersumpah meninggalkan yang wajib atau melakukan yang diharamkan, maka ia termasuk sumpah kemaksiatan, harus dibatalkan.

Kalau bersumpah melakukan perbuatan sunah, seperti shalat sunah atau shodaqah sunah. Maka konsisten dengan sumpah itu dianjurkan dan menyalahinya adalah makruh. Kalau bersumpah meninggalkan yang sunah, maka sumpahnya termasuk makruh. Melakukannya juga makruh, sunahnya dibatalkan. Kalau terhadap perbuatan mubah, maka membatalkannya juga mubah. Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إذا حلفت على يمين فرأيت غيرها خيرا منها فأت الذي هو خير , وكفر عن يمينك

“Jika anda bersumpah dan melihat yang lainnya itu lebih baik, maka datangkan yang lebih baik dan tebus sumpah anda.”

3. Keputusan anda bahwa anda akan berpuasa tiga hari sebagai pengganti membatalkan sumpah anda, itu tidak diperbolehkan. Kecuali kalau anda tidak mempu memberi makan kepada 10 orang miskin, atau pakaian kepada mereka. Maka tebusan sumpaha adalah, memberi makan atau pakaian kepada 10 orang miskin atau memerdekakan budak. Kalau tidak didapati, maka puasa tiga hari. Allah berfirman:

لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَ تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

سورة المائدة: 89

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maidah: 89)

Silahkan lihat soal no. 45676.

Kedua:

Sementara khusus dengan pertanyaan anda, dengan menjadikan puasa tebusan sumpah di bulan Syawal dan memasukkannya pada puasa enam hari Syawal yang memiliki keutamaan puasa bersama Ramadan, yaitu seperti puasa setahun. Maka kami katakan, “Kalau tanggungan puasa itu karena anda tidak mampu memberi makan dan pakaian. Maka  jangan dihitung dari (puasa) enam hari syawal. Maka tidak diperbolehkan menggabungkan antara niat wajib dengan niat sunah. Puasa tebusan khusus membutuhkan niat tersendiri sebagaimana halnya puasa enam syawal. Dari sini, maka puasa anda untuk tiga hari sebagai tebusan sumpah anda, tidak termasuk dari puasa enam hari syawal.

Para ulama lajnah Daimah ditanya, “Apakah puasa enam Syawal, puasa Asyuro dan puasa Arafah. Apakah diterima untuk sumpah? Dimana dia tidak mampu menghitungnya?

Maka mereka menjawab, “Tebusan sumpah adalah memerdekakan budak muslim atau memberi makan atau pakaian untuk sepuluh orang miskin. Kalau tidak mendapatkan sesuatu dari hal itu, maka anda berpuasa untuk setiap sumpah tiga hari. Sementara kalau anda tidak mampu menghitung sumpah anda, maka anda wajib bersungguh-sungguh menghitungnya dengan memperkirakan. Kemudian menebus dengan apa yang dibatalkan (sumpahnya) dan hal itu cukup insyaallah. Dan tidak diterima puasa hari Asyuro, Arofah dan enam syawal sebagai tebusan sumpah. Kecuali kalau dia berniatkan puasanya untuk tebusan bukan untuk yang sunah.”

Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrozak Afifi, Syekh Abdullah Godyan.

Fatawa Lajnah Daimah, (23/37, 38).

Syekh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah ditanya, “Penanya menyebutkan bahwa dia bersumpah, dan dia ingin menebus sumpah ini dengan puasa tiga hari, apakah diperbolehkan saya berpuasa bergandengan dengan puasa enam syawal dimana puasaku adalah enam hari?

Maka beliau menjawab, “Pertama, bagi orang yang bersumpah tidak diperbolehkan ketika membatalkan puasanya berpuasa kecuali ketika tidak di dapatkan makanan atau pakaian untuk sepuluh orang miskin. Atau memerdekakan budak. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ (سورة المائدة: 89)

“Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar).” (QS. Al-Maidah: 89)

Dikenal dikalangan orang awam bahwa tebusan sumpah ketika melanggar janjinya adalah puasa tiga hari bagi yang orang yang mendapatkan makanan atau pakaian atau memerdekakan (budak) dan bagi yang tidak mendapatkannya. Ini keliru, seseorang tidak diperbolehkan berpuasa kecuali ketika orang yang bersumpah melanggar tidak mendapatkan makanan untuk sepuluh orang miskin atau mendapatkan tetapi tidak mendapatkan orang miskin. Maka waktu itu dia berpuasa tiga hari berturut-turut.

Kemudian dibawah puasa tiga hari, maka tidak diterima berniat puasa untuk enam hari syawal. Karena keduanya adalah dua ibadah yang independen. Maka masing-masing tidak dapat diikutkan kepada lainnya. Hendaknya, puasa enam hari syawal kemudian puasa tiga hari tambahan dari puasa enam hari.” (Fatawa Nurun ‘Ala Darbi,    /84, 85).

Tidak disyaratkan puasa tiga hari berturut-turut, hal itu telah kami jelaskan pada jawaban soal no. 12700. Silahkan melihat.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam