Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Perbedaan Antara Hutang dan Jual Beli

Pertanyaan

Saya telah mengambil dari sebagian saudari-saudari sekian emas sebagai hutang, dan saya telah berjanji untuk mengembalikannya dengan emas setelah sekian waktu (sama persis beratnya), saya mohon penjelasannya: Apakah hal itu termasuk riba ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Telah ada nash-nash yang banyak sekali dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam menjelaskan jenis-jenis riba, macam-macamnya, di antaranya adalah hadits Ubadah bin Shomit –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

 الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ   رواه مسلم (1587(

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum jenis burr dengan gandum jenis burr, gandum jenis sya’ir (jelay) dengan gandum jenis sya’ir (jelay), kurma dengan kurma, garam dengan garam, serupa dan sama beratnya dengan cara tunai, lalu jika berbeda jenis maka juallah terserah kamu jika dengan cara tunai”. (HR. Muslim: 1587)

Kedua:

Hutang itu boleh dan sunnah, sesuai dengan ijma’ kaum muslimin, baik pada harta yang mengandung jenis riba atau yang lainnya.

Ibnu Qathtan berkata di dalam Al Iqna’ fi Masail Ijma’ (197):

“Dan semua yang ulama yang dikenal telah melakukan ijma’ (konsensus) bahwa meminjam dinar, dirham, gandum, jelay, kurma, emas, dan semua yang serupa dari makanan yang ditakar dan ditimbang, adalah boleh”. Selesai.

Ketiga:

Si penanya ini mempermasalahkan pinjam emas dengan emas, berdasarkan bahwa ia termasuk harta riba dengan jenisnya disertai keterlambatan serah terima.

Jawabannya dari beberapa sisi:

Pertama:

Bahwa nash-nash yang mengharuskan syarat serah terima “yadan bi yadin (secara langsung)” sesungguhnya untuk jual beli, “Maka juallah terserah kalian”, bukan pada hal hutang.

Kedua:

Bahwa hutang ini (seperti) donasi, santunan dan ihsan (kebaikan), berbeda dengan jual beli ada timbal balik asal harta tanpa pengembalian.

Ibnul Qayyim –rahimahullah- berkata di dalam I’lam al Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamiin (2/11):

“Adapun hutang bahwa barang siapa yang berkata bahwa hal itu berbeda dengan qiyas, maka aku serupakan dengan jual beli ribawi dengan jenisnya namun terlambat serah terimanya, hal ini sebuah kesalahan; karena hutang dari jenis donasi dengan kemanfaatan seperti Al ‘Ariyah (memberikan manfaat kepada orang lain dengan cuma-cuma); oleh karenanya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menamakan Maniihatun (pemberian), seraya bersabda:

أو منيحة ذهب أو منيحة ورق

“Atau pemberian emas, atau pemberian (uang) kertas”.

Hal ini dalam rangka santunan bukan dalam rangka timbal balik, karena bab timbal balik masing-masing memberikan asal harta (modal utamanya) di mana harta itu tidak kembalikan lagi, dan hutang itu termasuk jenis Al ‘Ariyah (pinjaman) dan Al Maniihatu (pemberian), hal ini bukan termasuk jual beri pada sesuatu namun pada sisi santunan, donasi dan sedekah”. Selesai.

Syeikh Ibnu Utsaimin berkata di dalam As Syarhu Al Mumti’ ‘ala Zaad Al Mustaqni’ (9/93):

“Hal itu adalah akad santunan yang bertujuan untuk dimiliki oleh yang berhutang dari yang dihutangi, yaitu; kepemilikan seseorang yang telah kamu pinjamkan kepadanya, oleh karenanya hal itu merupakan akad santunan dan tidak bertujuan adanya timbal balik dan keuntungan, akan tetapi murni ihsan (kebaikan), makanya dibolehkan berhutang padahal gambarannya adalah gambaran riba, maka jika ia menjual satu dirham dengan satu dirham, dan tidak terjadi adanya serah terima, maka riba, dan jika ia memberikan hutang satu dirham dan setelah satu bulan ia memberikannya, maka bukan termasuk riba, padahal gambarannya adalah gambaran riba, tidak ada perbedaan kecuali pada tujuan, dan karena tujuan hutang adalah santunan, ihsan maka menjadi boleh”.

Ketiga:

Seperti diketahui bahwa manusia itu saling meminjam dari sebagian lainnya, mulai dari uang, dirham, dinar, dan semua harta benda dan barang seperti gandum dan onta. dan mengambalikan yang sama sejak masa kenabian sampai sekarang,dan tidak dikatakan bahwa ini riba, dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- berkata:

اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا مِنْ يَهُودِيٍّ بِنَسِيئَةٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا لَهُ مِنْ حَدِيدٍ   رواه البخاري (2251) ، ومسلم (1603

“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah membeli makanan dari seorang yahudi dengan cara ditangguhkan, dan menggadaikan baju perangnya yang dari besi kepadanya”. (HR. Bukhori: 2251 dan Muslim: 1603)

Dan gandum jenis As Sya’ir (jelay) termasuk jenis barang riba.

Kalau kita wajibkan adanya serah terima pada hutang, maka hutang akan tidak ada pada harta ribawi semuanya”.

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam