Alhamdulillah.
Pertama:
Telah ditetapkan di dalam al Qur’an dan Sunnah beberapa nama yang pasti bagi Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, di dalam al Qur’an beliau telah dinamakan dengan: Muhammad dan Ahmad. Juga telah disebutkan di dalam hadits yang shahih beberapa nama, yaitu;
( إِنَّ لِي أَسْمَاءً : أَنَا مُحَمَّدٌ ، وَأَنَا أَحْمَدُ ، وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللَّهُ بِيَ الْكُفْرَ ، وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمَيَّ ، وَأَنَا الْعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدَهُ أَحَدٌ ) البخاري (4896) ومسلم (2354)
“Sungguh saya mempunyai beberapa nama: saya Muhammad, Ahmad, al Maahi karena Alloh telah menghapus dariku kekufuran, saya juga al Hasyir yang semua manusia akan dikumpulkan di telapak kaki saya, saya juga al ‘Aqib yang berarti tidaklah ada seseorang setelah saya”. (HR. Bukhori: 4896 dan Muslim: 2354)
Dari Abu Musa al Asy’ari –radhiyallahu ‘anhu- berkata:
( كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَمِّي لَنَا نَفْسَهُ أَسْمَاءً فَقَالَ : أَنَا مُحَمَّدٌ ، وَأَحْمَدُ ، وَالْمُقَفِّي ، وَالْحَاشِرُ ، وَنَبِيُّ التَّوْبَةِ ، وَنَبِيُّ الرَّحْمَةِ ) رواه مسلم (2355) .
“Bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menamakan diri beliau dengan beberapa nama seraya bersabda: saya adalah Muhammad, Ahmad, al Muqaffaa, al Hasyir, Nabiyut Taubah, Nabiyur Rahmah”. (HR. Muslim: 2355)
Pada sebagian hadits secara dzahir nama-nama beliau ditentukan, sebagaimana dalam Shahih Bukhori (3532) dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari bapaknya –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
( لِي خَمْسَةُ أَسْمَاءٍ : أَنَا مُحَمَّدٌ ، وَأَحْمَدُ ، وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللَّهُ بِي الْكُفْرَ ، وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمِي ، وَأَنَا الْعَاقِبُ ) .
“Saya mempunyai lima nama: Saya Muhammad, Ahmad, saya Al Mahi yang mana Alloh telah menghapus dari saya kekufuran, saya juga al Hasyir yang semua manusia akan dikumpulkan di depan kaki saya, saya juga al ‘Aqib”.
Al Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata: “Yang nampak jelas bagi saya bahwa beliau menginginkan untuk mempunyai lima nama yang khusus, yang belum dinamakan dengan kelima nama tersebut sebelum saya, atau sebagai nama yang agung, atau nama yang sudah terkenal pada umat-umat terdahulu, beliau tidak menginginkan untuk membatasi nama-nama tersebut.
Bahkan dikatakan: Hikmah nama beliau hanya terfokus pada lima nama yang telah disebutkan dalam hadits di atas adalah karena kelima nama tersebut adalah yang paling terkenal dari pada yang lainnya, tertera juga pada kitab-kitab umat terdahulu.
Kedua:
Para ulama telah membukukan nama-nama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dalam banyak buku sampai lebih dari 14 buku, para penulis dalam sirah nabawiyah dan biografi telah mengkhususkan bab tertentu tentang nama-nama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, sebagaimana yang dilakukan oleh al Qadhi ‘Iyadh dalam bukunya: “Asy Syifa bi Ta’riif Huquuq al Musthafa” (1/228) pada bab: “Fashlun fii Asma’ihi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- wama Tadhammanathu min Fadhilatihi”. Al Hafidz bin Asakir mengkhususkan bab dalam bukunya: “Tarikh Dimasyqa”.
Ulama Bakr Abu Zaid –rahimahullah- berkata:
“Telah ditulis beberapa buku tentang nama-nama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, dan di dalam buku “Kasyfudz Dzunun” dan “Dzailaihi” sampai ada 14 buku, sebagaimana yang terdapat dalam buku “Mu’jam al Maudhu’at al Mathruqah fit Ta’liif al Islami” karangan Syeikh Abdullah bin Muhammad al Habsyi al Yamani: 435-436 di antaranya punya Ibnu Dihyah, al Qurtubi, ar Rasha’, as Sakhowi, as Suyuthi, Ibnu Faris dan lainnya.
Dibahas panjang lebar juga dalam buku-buku sirah, ciri-ciri kenabian, buku-buku yang mensyarah hadits, seperti: “Aridhotul Ahwadzi”: 10/281, dan yang telah dicetak di antaranya adalah Ar Riyadh al Aniqah fi Syarhi Asma’ Khoiril Kholiqah” karangan Imam As Suyuthi.
(Mu’jam al Manahi al Lafdziyah: 361)
Ketiga:
Para ulama telah berbeda pendapat pada banyak nama, apakah boleh dinisbahkan kepada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau tidak ?, hal ini juga menyebabkan perbedaan mereka dalam menentukan berapa nama-nama beliau.
Di antara sebab-sebab perbedaan mereka yang terpenting bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa semua sifat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang tertera di dalam al Qur’an termasuk nama beliau, maka mereka pun memasukkan sifat-sifat berikut ini sebagai nama beliau: as Syahid, al Mubasysyir, an Nadziir, ad Da’i, as Sirajul Muniir, hal ini berdasarkan firman Alloh –Ta’ala-:
( يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا . وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا ) الأحزاب/45-46.
“Hai Nabi sesungguhnya kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi”. (QS. Al Ahzaab: 45-46)
Namun para ulama yang lain berpendapat: Semua itu adalah sifat bukan sebagai nama beliau.
Imam Nawawi –rahimahullah- berkata:
“Sebagian yang telah disebutkan adalah sifat, dijadikan nama beliau dari sisi majaz”. (Tahdzib al Asma’ wal Lughat: 1/49)
As Suyuthi –rahimahullah- berkata: “Kebanyakan dari nama-nama tersebut adalah sifat-sifat beliau” (Tanwir al Hawalik: 1/727)
Ulama Bakr Abu Zaid –rahimahullah- berkata:
“Sebagian mereka menjadikan nama-nama beliau sama dengan jumlah asma’ul husna yang 99 nama, dan menjadikan nama-nama tersebut sebanyak 70 nama bersumber dari nama-nama Alloh.
Al Jazuli menghitung dalam “Dalail Khairat” sebanyak 200 nama.
Ibnu Dihyah melanjutkannya dalam bukunya: “al Mustaufa fi Asma’il Musthofa” sampai sekitar 300 nama.
Sebagian orang-orang sufi malah sampai 1000 nama, mereka berkata: “Alloh mempunyai 1000 nama, Rasul-Nya –shallahu ‘alaihi wa sallam- pun mempunyai 1000 nama”.
(Mu’jam al Manahi al Lafdziyah: 361)
Maka dikatakan bahwa beberapa angka di atas banyak berlebihan, yang benar adalah bahwa nama-nama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- lebih sedikit dari semua itu, dan tidak boleh menganggap semua sifat beliau yang ada di dalam al Qur’an dan Sunnah termasuk nama-nama beliau, apalagi bahwa nama-nama beliau adalah tauqifiyah (pemberian langsung dari Alloh), tidak boleh menambahkan dengan nama lain kalau tidak ada di dalam al Qur’an dan Sunnah.
Ulama Bakr Abu Zaid –rahimahullah- berkata:
“Yang mempunyai dasar hukum adalah nama beliau itu sedikit dan sifat beliau yang banyak, selain itu tidak ada dasarnya, tidak boleh menjuluki Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan sesuatu untuk membela beliau dari orang-orang yang ghuluw (berlebihan dalam bersikap) atau sebaliknya, larangan tersebut semakin kuat jika nama-nama dan sifat-sifat tersebut tidak ada tidak ada dasarnya bahkan cenderung berlebihan, bagian inilah yang kami maksud dan penting untuk disebutkan dalam “al Mu’jam” ini untuk jaga-jaga agar beliau tida dijuluki dengan nama-nama yang tidak pernah disebutkan oleh Alloh dan Rasul-Nya, hal ini sangat banyak sekali, sebagaimana yang tertera dalam buku-buku thariqah, wirid dan dzikir-dzikir yang mengandung bid’ah, seperti “Dalail al Khoiraat” karangan al Jazuli di sana disebutkan, di antaranya: Uhiida, Wahiid, Muniha, Mad’u, Ghouts, Ghiyats, Muqill ‘Atsaraat, Shufuh ‘an Zallat, Khozin Ilmillah, Bahru Anwaarika, Ma’din Asraarika, Mukti ar Rahmah, Nuurul Anwaar, As Sabab fii Kulli Maujuud, Haaur Rahmah, Miimul Malik, Daallud Dawaam, Qutbul Jalaalah, As Sirrul Jami’, Al Hijaab al A’dzom, Ayaatullah.
Nama-nama di atas pernah dicetak sebanyak 99 nama yang tertera di sampul terakhir dari al Qur’an, pada sampul pertama terdapat 99 nama-nama Alloh, mushaf ini adalah cetakan India, Syeikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahulla- mempunyai peran dalam memperingatkan agar tidak dicantumkan di dalam al Qur’an, maka setelah itu ditanggalkan kembali dari mushaf, semoga Alloh memberikan kepada beliau balasan yang baik. Nama-nama tersebut juga pernah tertulis di atas dinding masjid Nabawi pada bangunan sebelumnya. Alloh telah memberikan taufik kepada siapa saja yang diberi kemampuan untuk menanggalkan nama-nama tersebut dari masjid Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang tidak mempunyai dalil sama sekali –Allohul Musta’aan-.
Setelah ini kami akan membicarakan beberapa hal yang sangat berharga, yang tertera dalam “al Khothir ‘ala al Khothir –Alhamdulillah- karangan seorang ulama bahasa Ibnu ath Thayyib al Faasi dalam “Syarhi Kifayatil Mutahaffidz” punya Ibnu al Ajdaabi beliau berkata pada halaman: 51:
“Kemudian –pengarang Kifayatul Mutahaffadz- telah mensifati beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan sifat-sifat yang Alloh sebutkan di dalam al Qur’an sebagai penutup para Nabi, ditulis dengan nuansa sastra; karena mensifati beliau sebagaimana yang disifati oleh Alloh, disertai mutaba’ah (mengikuti jejak) beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam- merupakan pengakuan akan lemahnya membuat sifat-sifat yang baru, dengan demikian akan sampai kepada pujian yang sebenarnya kepada beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam-; oleh karenanya anda akan mendapatkan para tokoh yang terkenal hanya akan menyebut Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan apa yang tertera di dalam syari’at yang suci dari al Qur’an dan Sunnah, kebanyakan dari mereka tidak membuat-buat nama atau sifat yang baru”. (Mu’jamul Manahi al Lafdziyah: 362-263)
Wallahu a’lam.