Alhamdulillah.
Pertama:
Telah disebutkan dalam website kami, keputusan akan disunnahkannya berpuasa selama 9 hari awal pada bulan Dzul Hijjah, bisa dilihat pada jawaban soal nomor: 41633, 49042 dan 84271.
Kedua:
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
) مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ ، يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ وَقِيَامُ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ(
“Tidak ada hari-hari yang lebih dicintai oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya dari pada 10 hari awal dari bulan Dzul Hijjah, ibadah puasa yang dilakukan tiap harinya pada hari-hari tersebut sama dengan berpuasa satu tahun, dan shalat malam pada setiap malamnya sama dengan shalat malam pada lailatul qadr”.
Hadits tersebut telah diriwayatkan oleh Tirmidz: 758, Al Bazzar: 7816, Ibnu Majah: 1728 dari jalur Abu Bakar bin Nafi’ Al Bashri, dia berkata: “Telah meriwayatkan kepada kami dari Mas’ud bin Washil, dari Nahas bin Qahm, dari Qatadah, dari Sa’id bin Musayyib dan dari Abu Hurairah.
Sanad (mata rantai) tersebut adalah dha’if (lemah) dikarenakan Nahas bin Qahm dan Mas’ud bin Washil; oleh karena itu semua ulama bersepakat bahwa hadits tersebut dinyatakan lemah.
Tirmidzi berkata:
“Hadits tersebut hadits gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari Mas’ud bin Washil dari Nahas”.
Saya telah bertanya kepada Muhammad (Imam Bukhori) tentang hadits tersebut, maka beliau juga tidak mengetahuinya kecuali melalui jalur tersebut.
Telah diriwayatkan dari Qatadah dari Sa’id bin Musayyib, dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- secara mursal sedikit dalam masalah ini.
Yahya bin Sa’id telah mempermasalahkan Nahas bin Qahm dari sisi hafalannya.
Al Baghawi –rahimahullah- berkata:
“Sanadnya lemah”. (Syarh Sunnah: 2/624)
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:
“Hadits tersebut lemah”. (Syarhul Umdah: 2/555)
Al Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata:
“Sanadnya lemah”. (Fathul Baari: 2/534)
Hadits tersebut juga didha’ifkan oleh Syeikh Albani –rahimahullah- dalam As Silsilah Ad Dha’ifah: 5142
Al Hafidz Ibnu Rajab –rahimahullah- berkata setelah menuliskan hadits tersebut dan hadits lainnya dalam bab yang sama:
“Ada hadits dari jalur yang lainnya, akan tetapi semuanya maudhu’; oleh karenanya kami berpaling darinya dan dari yang serupa dengannya dalam hal keutamaan 10 awal Dzul Hijjah, dan jumlahnya sangat banyak”. (Lathaif Ma’arif: 262)
Ketiga:
Adapun hadits yang kedua dalam pertanyaan di atas, sumbernya dari Hunaidah bin Kholid Al Khuza’i, telah diriwayatkan tentangnya dengan jumlah sanad yang banyak dengan redaksi yang berbeda-beda:
1.Hunaidah bin Kholid dari Ummul Mukminin Hafshah –radhiyallahu ‘anha-
Telah diriwayatkan dari Al Hurr bin Shoyyah, dan yang meriyatkan dari Al Hurr sesuai dengan jalur ini tiga orang perawi.
a.‘Amr bin Qais Al Malai
Nasa’i dalam As Sunan telah meriwayatkan darinya: 2416, Ahmad dalam Al Musnad: 44/59, Thabrani dalam Al Mu’jam Al Kabiir: 23/205, Ibnu Hibban dalam Shahihnya: 14/332, Abu Ya’la dalam Al Musnad: 12/469 dengan redaksi sebagai berikut:
( أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : صِيَامَ عَاشُورَاءَ ، وَالْعَشْرَ ، وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَالرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ )
“Ada empat hal yang belum pernah ditinggal oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-: Puasa ‘Asyura (10 Muharram), 10 awal Dzul Hijjah, 3 hari tiap bulan dan 2 raka’at sebelum Subuh”.
Perawi dari ‘Amr bin Qais adalah Abu Ishak Al Asyja’i: dia adalah majhul (tidak dikenal); oleh karenanya para pentahqiq (peneliti) Al Musnad melemahkannya dan syeikh Albani dalam Irwa’ul Ghaliil: 4/111.
b.Zuhair bin Mu’awiyah Abu Khoitsamah
Menurut Nasa’i dalam Al Kubro: 2/135 dengan redaksi Zuhair sebagai berikut:
( كان رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يصوم من كل شهر ثلاثة أيام ، أول اثنين من الشهر ، ثم الخميس ، ثم الخميس الذي يليه(
“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu berpuasa tiga hari setiap bulannya, Senin pertama dari semua bulan kemudian hari Kamisnya, kemudian hari Kamis yang berikutnya”.
c.Syuraik
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Al Kubro: 2/135, Ahmad dalam Al Musnad: 9/460, cetakan Muassasah Risalah Syuraik menjadikanya termasuk Musnad Ibnu Umar dengan redaksi hadits Zuhair.
Ibnu Abi Hatim –rahimahullah- berkata:
“Saya telah bertanya kepada bapak saya dan kepada Aba Zur’ah tentang hadits yang diriwayatkan oleh Syuraik, dari Al Hurr bin Shoyyah dari Ibnu Umar bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu berpuasa dalam satu bulan pada hari Senin dan hari Kamis berikutnya, kemudian hari Senin berikutnya”.
Keduanya menjawab:
“Hal itu salah, yang benar adalah Al Hurr bin Shoyyah dari Hunaidah bin Kholid dari istrinya dari Ummu Salamah dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-“. (Al ‘Ilal: 1/231)
Para pentahqiq (peneliti ulang) Al Musnad berkata:
“Sanadnya lemah, Syuraik adalah Ibnu Abdillah An Nakho’i, hafalannya buruk, redaksi haditsnya masih diperdebatkan, kemudian mereka menyebutkan perbedaan tersebut”. (Al Musnad: 9/460)
2.Dari Hunaidah bin Kholid dari istrinya dari sebagian istri Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Uwanah, dari Al Hurr bin Shoyyah, dari Hunaidah menurut jalur ini, diriwayatkan oleh Abu Daud: 2437, Nasa’i: 2372, 2418, Ahmad: 24/37, 69/44, Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro: 4/284, At Thohawi dalam Syarh Ma’anil Atsaar: 2/76, dan redaksinya redaksi Abu Daud:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم تسع ذي الحجة ، ويوم عاشوراء ، وثلاثة أيام من كل شهر ، أول اثنين من الشهر والخميس
“Bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu berpuasa pada tanggal 9 Dzul Hijjah, tanggal 10 Asyura’ (Muharram), 3 hari setiap bulan, Senin dan kamis pertama dalam satu bulan”.
3.Dari Hunaidah, dari ibunya, dari Ummu Salamah.
Hal ini melalui jalur Muhammad bin Fudhail berkata:
“Hasan bin Ubaidillah telah meriwayatkan kepada kami, dari Hunaidah Al Khuza’i dari ibunya, dari Ummu Salamah berkata:
( كَانَ رَسُولُ اللهِِ صلى الله عليه وسلم يَأمُرُ بِصِيَامِ ثَلاثَةِ أيَّامٍ : أوَّلَ خَمِيسٍ ، وَالاثْنَيْنَ وَالاثْنَيْنَ
“Bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan untuk berpuasa tiga hari: Kamis pertama, dan hari Senin dan Senin”.
Dalam riwayat lainnya disebutkan:
كَانَ رَسُولُ اللهِِ صلى الله عليه وسلم يَاْمُرُنِي أَنْ أصُومَ ثَلاثَةَ أيَّام مِنَ الشَّهْرِ : الاثْنَيْن ، وَالْخَمِيس ، وَالاثْنَيْن مِنَ الْجُمُعَةِ الأخْرَى
“Bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu memerintahkan agar saya berpuasa 3 hari setiap bulan: hari Senin, Kamis. Dan hari Senin dari Jum’at berikutnya”.
Dalam riwayat lainnya disebutkan:
كَانَ رَسُولُ اللهِِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرنِي أَنْ أصُومَ ثَلاثَةَ أيَامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، أوَّلُهَا الاثْنَيْنَ ، وَالْجُمُعَة ، وَالْخَمِيس
“Bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dahulu memerintahkan kepada saya agar berpuasa tiga hari pada setiap bulan: Diawali dengan hari Senin, Jum’at dan Kamis”.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad: 82/44, Abu Ya’la dalam Al Musnad: 12/315, Abu Daud: 2452 dan Nasa’i: 4/221. Dalam masalah ini tidak disebutkan puasa pada tanggal 9 Dzul Hijjah dan puasa pada tanggal 10 Asyura’ (Muharram), beliau hanya menyebutkan puasa 3 hari setiap bulannya.
4.Dari Hunaida, dari Istrinya dari Ummu Salamah
Melalui jalur Abdur Rahim bin Sulaiman, dari Hasan bin Ubaidillah, dari Al Hurr bin Shoyyah, dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, dari Ummu Salamah –redaksinya yang sama dengan sebelumnya-, diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabiir: 23/216, 23/420 dan Abu Ya’la dalam Al Musnad.
5.Dari Hunaidah bin Kholid berkata: “Saya telah menemui Ummul Mukminin –dia tidak menyebutkan namanya-.
Ini melalui jalur Zuhair bin Mu’awiyah, dari Al Hurr bin Shoyyah berkata: “Saya telah mendengar Hunaidah Al Khuza’I berkata: “Saya telah menemui Ummul Mukminin, saya mendengar beliau berkata:
( كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصوم من كل شهر ثلاثة أيام : أول اثنين من الشهر ، ثم الخميس ، ثم الخميس الذي يليه ) يرويه النسائي (رقم/2415(
“Dahulu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berpuasa setiap bulannya selama 3 hari: Hari Senin pertama pada bulan tersebut, kemudian hari Kamisnya, kemudian hari Kamis berikutnya”. (HR. Nasa’i: 2415)
Kesimpulan:
Bahwa para pemeriksa hadits mereka berbeda pendapat dalam menghukumi status hadits tersebut, disebabkan semua perbedaan dalam sanad (silsilah para rowi) dan matannya (teks hadits):
Mereka yang telah melemahkan hadits tersebut adalah Az Zaila’i dalam Nashbur Raayah: 2/157, para pentahqiq Musnad Imam Ahmad, Syeikh Ibnu Baaz dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 15/417, hal itu disebabkan ketidakstabilan matan dan sanadnya, semoga inilah yang benar untuk menghukumi status hadits tersebut.
Syeikh Albani telah menshahihkan dalam Shahih Abu Daud: 7/196-199 kedua riwayat Zuhair bin Mu’awiyah dan Abu ‘Uwanah dari Al Hurr bin Shoyyah.
Disebutkan dalam Al ‘Ilal karya Ad Daruquthni (15/121-122) :
“Telah ditanya tentang hadits Hunaidah bin Kholid Al Khuza’i, dari Hafshah berkata:
أربعة لم يدعهن النبي صلى الله عليه وسلم : صيام عاشوراء ، والعشر ، وثلاثة أيام من كل شهر ، والركعتان قبل الغداة .
“Empat hal yang belum pernah ditinggalkan oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah: puasa ‘Asyura, sepuluh awal (Dzul Hijjah), tiga hari setiap bulan dan dua raka’at sebelum Subuh”.
Beliau berkata: “Hadits ini diriwayatkan oleh Al Hurr bin Shoyyah dari Hunaidah bin Kholid Al Khuza’i, dari Hafshah.
Hasan bin Ubaidillah berbeda pendapat dengannya, maka hadits tersebut diriwayatkan oleh Abdur Rahman bin Sulaiman, dari ibunya, dari Ummu Salamah. Diriwayatkan juga oleh Al Hurr bin Shoyyah, dari Hunaidah, dari istrinya, dari sebagian istri-istri Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan beliau tidak menyebutkan nama istri Nabi tersebut.
Wallahu A’lam.