Sabtu 22 Jumadil Ula 1446 - 23 November 2024
Indonesian

Bagaimana Kita Menggabungkan Firman Allah Ta'ala: (وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي) dengan lafaz mufrad (tungga) dan dengan firman Allah Ta'ala: (وَاصْنَعْ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا) dengan lafaz jamak?

145423

Tanggal Tayang : 12-12-2012

Penampilan-penampilan : 9692

Pertanyaan

Bagaimana Kita Menggabungkan Firman Allah Ta'ala: (وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي) dengan dengan firman-Nya. Apakah satu mata atau banyak mata?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Yang diyakini dalam aqidah Ahlussunnah wal Jamaah adalah bahwa Allah memiliki dua mata yang dapat melihat. Keduanya merupakan sifat-sifat dzatiyah yang tidak terpisah dari-Nya.

Ibnu Khuzaimah rahimahullah berkata, "Kami mengatakan bahwa Tuhan kami memiliki dua mata yang dapat melihat atau apa yang terdapat di bawah langit dan di bawah bumi yang tujuh lapis dan apa yang terdapat di atas langit yang tinggi.." (Kitab Tauhid, 1/76)

Abu Hasan Al-Asy'ari rahimahullah berkata, "Sesungguhnya dia memiliki kedua mata tanpa kita tahu bagaimananya, sebagaimana firman Allah Ta'ala, sebagaimana firman Allah Ta'ala  (تجري بأعيننا). "Al-Ibanah an Ushul Ad-Diyanah, 1/20)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Mazhab Ahlussunah adalah: Bahwa Allah memiliki dua mata, Dia melihat dengan keduanya secara hakikat sesuai dengan kedukan yang layak bagi-Nya. Keduanya merupak sifat dzatiyah." (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 4/58)

Ahlussunah melandasi penetapan dua mata dengan apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (6858), dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إن الله لا يخفى عليكم ، إن الله ليس بأعور - وأشار بيده إلى عينه - وإن المسيح الدجال أعور العين اليمنى كأن عينه عنبة طافية

"Sesungguhnya tidak ada pada kalian yang tersembunyi bagi Allah. Dia tidak cacat sebelah mata, beliau memberikan isyarat ke mata dengan tangannya, sesungguhnya Al-Masih Dajjal cacat sebelah mata kanannya, seakan matanya bagaikan anggur yang menonjol."

Ad-Darimi rahimahullah berkata dalam 'Ar-Raddu Alaa Bisyr Al-Murisi" (Bantahan terhadap Bisyr Al-Muraisi, 1/327), "Dalam penafsiran sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, "Sesungguhnya Allah tidak cacat sebelah mata" terdapat penjelasan bahwa Dia memiliki dua mata, berbeda dengan yang cacat sebelah matanya (الأعور)."

Syekh Abdullah Al-Ghunaiman hafizahullah berkata dalam 'Syarah Kitab At-Tauhid Min Shahih Al-Bukhari' (Penjelasan Kitab Tauhid Dari Shahih Bukhari), "Sesungguhnya Allah tidak cacat sebelah mata" Kalima ini memiliki makna dalam bab ini, dia menunjukkan bahwa Allah memiliki dua mata secara hakiki, karena yang disebut (العور) artinya salah satu dari kedua matanya cacat, atau hilang penglihatannya."

Kedua:

Sifat 'mata' tertera dalam Al-Quranul Karim dengan disandingkan kepada Allah Ta'ala dengan dua bentuk;

1- Bentuk tunggal yang disandingkan dengan dhamir (kata ganti) tunggal. Seperti dalam firman Allah Ta'ala,

وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي (سورة طه : 39)

2. Bentuk jamak yang disandingkan dengan dhamir jamak. Seperti dalam firman Allah Ta'ala,

تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا (سورة القمر: 14) 

Dan firman-Nya

وَاصْنَعْ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا (سورة هود : 37)

Adapun firman-Nya (على عيني) tidak menunjukkan satu mata sebagaimana firman-Nya (بأعيننا) tidak menunjukkan makna yang banyak. Tapi semuanya ditafsirkan sesuai kondisinya. Karena, jika mata disandingkan (idhofah) dengan isim zahir jamak, atau dhamir, maka lebih baik disebut dalam bentuk jamak agar lafaznya lebih sesuai. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,

قَالُوا فَأْتُوا بِهِ عَلَى أَعْيُنِ النَّاسِ   (سورة الأنبياء: 61)

Adapun jika disandingkan dengan mufrad, maka (العين)disebutkan dalam bentuk mufrad agar sesuai redaksinya, sebagaimana firman Allah Ta'ala,

وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي  (سورة طه : 39)

Ibnu Qayim rahimahullah berkata dalam kitab "Ath-Thawa'iq Al-Mursalah" (1/255), "Disebutkan 'العين' dalam bentuk mufrad (tunggal) dengan disandingkan (idhofah) dengan dhamir (kata ganti) mufrad, sedangkan 'الأعين' dalam bentuk jamak disandingkan dengan dhamir jamak. Disebutkannya 'العين' dalam bentuk mufrad tidak berarti maknanya hanya satu mata, sebagaimana ungkapan seseorang, 'افعل هذا على عيني' (saya lakukan ini dengan sepenuh perhatian), 'أجيئك على عين' (aku mendatangimu dengan sepenuh perhatianku), 'أحمله على عيني' (aku membawanya dengan sepenuh perhatianku.' Yang dimaksud dari kalimat tersebut bukan satu mata. Jika seseorang mamahami ucapan ini berdasarkan zahir kalimat makhuk, maka dia dianggap dungu. Adapun jika 'العين' disandingkan dengan isim zahir atau dhamir (jamak), maka sebaiknya dia dinyatakan daam bentuk jamak agar sesuai lafaznya. Seperti firman Allah Ta'ala,

تجري بأعيننا    (سورة القمر: 14)

واصنع الفلك بأعيننا (سورة هود: 37)

Keserupaan ini juga terdapat pada lafaz 'اليد' yang disandingkan dengan kata mufrad, seperti firman Allah Ta'ala,

بيده الملك (سورة الملك: 1)

وبيدك الخير (سورة آل عمران : 26)

Adapun jika disandingkan dengan dhamir jamak, maka lafaznya disebut dalam bentuk jamak. Seperti firman Allah Ta'ala,

أولم يروا أنا خلقنا لهم مما عملت أيدينا أنعاما   (سورة يس: 71)

Begitu pula halnya jika 'العين' dan 'اليد' disandingkan dengan isim jamak yang zahir, seperti firman-Nya,

بما كسبت أيدي الناس  (سورة الروم : 41)

فأتوا به على أعين الناس   (سورة الأنبياء: 61)

Dalam Al-Quranul Karim dan Sunah disebutkan 'اليد' yang disandingkan kepada-Nya dalam bentuk mufrad (tunggal) mutsanna (ganda) dan jamak (plural). Begitu pula lafaz 'العين' disandingkan kepada-Nya dalam bentuk mufrad dan jamak sedangkan dalam sunah disandingkan dalam bentuk mutsanna (ganda). Sebagaimana Atha berkata dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

إن العبد إذا قام في الصلاة قام بين عيني الرحمن ، فإذا التفت قال له ربه إلى من تلتفت إلى خير لك مني

"Sesungguhnya, jika seorang hamba melakukan shalat, dia sedang berdiri di antara dua mata Ar-Rahman. Jika dia menoleh, maka Tuhannya berkata, 'Kepada siapa engkau menoleh, apakah kepada yang lebih baik dari-Ku."

Adapun sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, "Tuhan kalian tidak cacat sebelah mata." Jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud bukan menetapkan satu mata, karena itu berarti cacat mata yang sangat tampak. Maha tinggi Allah dari hal tersebut."

Syekh Muhamad bin Utsaimin rahimahullah dia berkata, 'Terdapat dua sifat; dua tangan dan dua mata. 'Mata' dalam nash-nash disandingkan dengan Allah Ta'ala dalam tiga bentuk; Mufrad, mutsanna dan jamak.

Di antara bentuk mufrad adalah firman Allah Ta'ala,

تبارك الذي بيده الملك

Dan firman-Nya

ولتصنع على عيني

Di antara bentuk jamak adalah, firman Allah Ta'ala,

أولم يروا أنا خلقنا لهم مما عملت أيدينا أنعاماً

Dan firman-Nya;

تجري بأعيننا

Di antara bentuk mutsanna (ganda) adalah:

بل يداه مبسوطتان

Dan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam

إذا قام العبد في الصلاة قام بين عيني الرحمن

"Jika seorang hamba berdiri untuk shalat, maka dia berdia di antara dua mata Ar-Rahman."

Demikian riwayat ini terdapat dalam Kitab Mukhtashar Ash-Shawaiq dari Atha dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Adapun sifat 'dua mata' tidak disebutkan dalam Al-Quran dalam bentuk tatsniah (ganda).

Inilah ketiga bentuk yang menyebutkan adanya sifat kedua tangan dan kedua mata. Untuk mengkompromikan bentuk-bentuk ini, dapat dikatakan bahwa bentuk mufrad (tunggal) dan jamak (plural) tidak menafikan tatsniah (ganda). Karena bentuk mufrad yang disandingkan memiliki sifat umum, mencakup semua yang Allah tetapkan berupa sifat tangan atau mata, baik satu atau lebih.

Adapun bentuk jamak, jika kita katakan bahwa jamak (banyak) paling sedikit adalah dua, maka dengan sendirinya tidaklah saling menafikan antara bentuk tatsniah (ganda) dan jamak (banyak). Jika kita katakana bahwa bentuk jamak paling sedikit adalah tiga, dan makna ini yang lebih terkenal, maka jamak di antara dua bentuk lafaz ini dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dari bentuk jamak bukan kandungan maknanya, yaitu: tiga atau lebih. Akan tetapi, yang dimaksud, wallahua'lam adalah: Pengagungan dan pencocokan. Yang saya maksud dengan pencocokan adalah menyesuaikan antara mudhaf (yang disandingkan) dengan mudhaf ilaih (yang menyandingkan). Mudhaf ilaih (yang menyandingkan) adalah 'نا' (kami) jelas yang dimaksud di sini adalah pengagungan, maka untuk mencocokkannya didatangkan mudhaf (yang disandingkan) dalam bentuk jamak agar sesuai dengan mudhaf ilaihnya. Karena bentuk jamak lebih menunjukkam ta'dzim (pengagungan) dibanding menyatakannya dalam bentuk mufrad atau tatsniah. Jika antara mudhaf dan mudhaf ilaih pada keduanya menunjukkan pengagungan, maka itu lebih jelas lagi." (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 4/59-60)

Kesimpulannya; Allah memiliki dua mata yang sesuai dengan kedudukan-Nya yang Masa suci. Dalam Al-Quran disebutkan dalam bentuk mufrad yang disandingkan dengan dhamir (kata ganti) mufrad tidak menunjukkan bahwa Allah memiliki satu mata. Sebagaimana disebutkan dalam bentuk jamak, tidak menunjukkan bahwa Allah memiliki mata banyak. Maka apa yang dinyatakan dalam Al-Quran dipahami sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sunah sebagaimana dalam hadits Dajjal (yang menunjukkan bahwa Allah memiliki 'dua mata'). Dengan demikian hilanglah permasaahan.

Peringatan:

Hadits yang disebutkan oleh Ibnu Qayim dan dikutip oleh Syekh Ibnu Utsaimin rahimahumallah, "Sesungguhnya seorang hamba, jika dia berdiri untuk shalat, maka dia berdiri di antara dua mata Allah." Dicantumkan oleh Syekh Al-Albany rahimahullah dalam Silsilah Adh-Dhaifah (3/93) Dia berkata, "Sangat lemah sekali."

Karena itu, Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Hadits ini dhaif karena sanadnya terputus. Sedangkan sandaran kita dalam aqidah kita ini adalah hadits shahih, yaitu hadits Dajjal, karena maknanya jelas bagi yang memperhatikannya."

Demikian sebagaimana dikutip dengan sedikit perubahan dari "Majmu Fatawa Wa Rasai Ibnu Utsaimin, 8/197"

Wallahua'lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam