Alhamdulillah.
Bersuci itu dibagi menjadi dua bagian. Bersuci secara hissi (tampak) dan bersuci secara maknawi (tidak tampak). Najis juga dibagi menjadi dua bagian, najis hissiyah dan najis maknawiyah.
Bersuci hissiyah adalah bersuci dari hadats dan najis.
Najis hissiyah adalah benda-benda yang dihukumi syariat sebagai najis dan menjijikkan. Di antaranya najis mughallazah (berat) yaitu anjing. Ada yang najisnya mukhoffafah (ringan) seperti air seni bayi laki-laki yang masih menyusui. Ada pula yang najisnya mutawasithoh (pertengahan) seperti najisnya air seni, darah dan bangkai.
Perbincangan tentang bersuci dan najis yang nyata adalah ruang lingkup perbincangan para ulama fikih dalam kitab-kitab mereka.
Sementara bersuci dan najis secara maknawi bukan fokus pakar fikih, oleh karena itu tidak disebutkannya kecuali jarang sekali atau sekedar selintas saja.
Yang dimaksud bersuci secara maknawi adalah kesucian orang mukmin dari kesyirikan dan kekufuran. Dan najis maknawi adalah najis kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.
Di antara nash syariat yang menunjukkan tentang bersuci dan najis secara maknawiyah adalah firman Allah Taala:
وَإِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَى نِسَاءِ الْعَالَمِينَ
(سورة آل عمران: 42)
“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).” (QS. Ali Imran: 42)
Ibnu Jarir At-Thabari berkata, “Dan Firman-Nya (وَطَهَّرَكِ) maksudnya adalah membersihkan agama anda dari keraguan dan dosa-dosa yang ada pada agama para wanita keturunan Adam.” (Tafsir At-Thabari, 5/392).
Allah taala berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
سورة التوبة: 103
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)
At-Thabari mengatakatan, “Allah ta’ala berfirman menyebutkan untuk Nabinya Muhammad sallallahu alaihi wa sallam: Wahai Muhammad, ambillah dari harta mereka yang telah mengakui dosa-dosanya dan mereka bertaubat darinya sebagai zakat yang dapat membersihkan mereka dan keburukan dosa-dosa mereka (وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا) serta dapat menumbuhkan dan mengangkat derajatnya dari rendahnya pelaku kenifakan menuju kedudukan pelaku keikhlasan.” (Tafsir At-Thabari, 11/659).
Allah taala berfirman tentang para istri Nabi sallallahu alaihih wa sallam:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ ، وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى ، وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ ، وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ، إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ ، وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
سورة الأحزاب: 33
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Maksud di sini adalah suci secara maknawi.
Allah berfirman terkait dengan kaum nabi Luth:
فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلَّا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِنْ قَرْيَتِكُمْ ، إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
سورة النمل: 56
“Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: "Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda'wakan dirinya) bersih.” (QS. An-Nam: 56)
Maksudnya adalah dari kemaksiatan dan dosa.
Dan firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ ، فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا
سورة التوبة: 28
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini.” (QS. At-Taubah: 28)
Ibnu Qoyyim mengatakan, “Allah ta’ala telah menyatakan bahwa kesyirikan, zina, homoseksual adalah najis dan khabats (kotoran) dalam Kitab-Nya dan tidak pada dosa-dosa lainnya, meskipun mencakup hal itu. Akan tetapi yang ada dalam Al-Quran adalah firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.” (QS. At-Taubah: 28)
Dan firman-Nya terkait dengan homoseksua:
وَلُوطًا آتَيْنَاهُ حُكْمًا وَعِلْمًا وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ تَعْمَلُ الْخَبَائِثَ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَاسِقِينَ
“dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik,” (QS. Al-Anbiya: 74)
Kaum nabi luth mengatakan:
أَخْرِجُوا آلَ لُوطٍ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
"Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda'wakan dirinya) bersih.” (QS. An-Naml: 56)
Mereka mengakui, dengan kesyirikan dan kekufuran mereka, bahwa mereka adalah orang-orang kotor lagi najis dan bahwa nabi Luth dan keluarganya termasuk orang-orang suci yang karenanya mereka menjauhi hal tersebut.
Allah taala berfirman terkait dengan orang-orang pezina:
الخبيثات للخبيثين والخبيثون للخبيثات
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula),” (QS. An-Nur: 26)
Adapun najis syirik itu ada dua macam, najis besar (mugollazoh) dan najis ringan (mukhoffafah).
Kalau mugallazah (berat) adalah syirik besar yang tidak Allah ampuni.
Sementara mukhoffafah (ringan) adalah syirik kecil, seperti riya, melakukan sesuatu untuk makhluk , bersumpah dengan makhluk, takut kepadanya dan mengharap kepadanya.
Maksudnya adalah bahwa najis, kadang terasa dan tampak dan kadang bersifat maknawiyah dan bersifat batin.” (Kitab ‘Igotsatul Lahfan Min Masoidis Syaithon, 1/59).
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan,”Bersuci artinya adalah bersih dan suci. Ia dalam syariat ada dua macam: kebersihan secara maknawiyah dan kebersihan secara hissiyah (yang nampak).
Kalau kebersihan secara maknawiyah adalah kebersihan hati dari kesyirikan, dan bid’ah dalam beribadah kepada Allah. dari penyakit hati, dengki, iri hari, kebencian, tidak suka dan semisal itu dalam muamalat hamba-hamba Allah yang tidak layak akan hal ini.
Oleh karena itu Allah memberikan sifat orang-orang musyrik dengan najis. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.” (QS. At-Taubah: 28)
Dan Nabi sallallahu alaihi wa sallam menghilangkan kenajisan dari orang mukmin seraya bersabda:
إن المؤمن لا ينجس
“Sesungghunya orang mukmin itu tidak najis.”
Ini yang seharusnya sangat diperhatikan orang beriman agar hatinya bersih darinya (kekufuran dan syirik).” (Fiqh Al-Ibadat, hal. 97)
Syekh Shaleh Al-Fauzan mengatakan, “Suci secara maknawiyah adalah suci dari kesyirikan, suci dari bid’ah dan bersih dari dosa-dosa. Allah taala berfirman:
إنهم أناس يتطهرون
“sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri." (QS. Al-A’raf: 82)
Maka bersuci di sini adalah maknawiyah yaitu membersihkan dari kemaksiatan dan dosa-dosa dan syirik adalah najis, Allah berfirman:
إنما المشركون نجس
“Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis.” (QS. At-Taubah: 28)
Ini najis maknawiyah dan tauhid adalah bersuci secara maknawiyah.” (Syarh Al-Mukhtasor ala Zadil Mustaqni, 1/52).
Wallahu a’lam