Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Bagaimana Semestinya Bersikap Terhadap Istri Yang Tidak Taat Kepadanya Untuk Meninggalkan Profesinya

158727

Tanggal Tayang : 08-05-2016

Penampilan-penampilan : 5661

Pertanyaan

Istri saya adalah seorang pegawai. Saya telah meminta kepadanya agar meninggalkan pekerjaannya, karena saya tidak berkenan dia keluar dari rumah, apalagi gaji yang saya peroleh sudah lebih dari cukup. Alhamdulillah saya adalah pegawai di salah satu perusahaan. Saya telah berkali-kali bicara kepadanya secara khusus tentang masalah ini akan tetapi dia tidak mau mentaatiku, bahkan dia berkata bahwa dia tidak meninggalkan pekerjaannya selamanya. Lalu bagaimanakah saya bisa berinteraksi dengannya sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah dalam lingkup kondisi yang semacam ini ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

..

Pertama:

Profesi istri anda tidak terlepas dari dua hal:

Yang pertama: Dia telah memberikan syarat kepada anda pada saat akad nikah, atau akad nikah telah berlangsung sedang kondisinya pada saat itu dia telah bekerja dan tidak ada pengingkaran dari anda, padahal ‘Urf yang beredar bahwa pernikahan tidak mengeluarkan dia dari pekerjaannya, maka sudah sepatutnya anda tidak mengusik pekerjaannya dan memintanya untuk meninggalkan pekerjaannya. Kecuali jika dalam pekerjaan yang ia tekuni ada hal-hal yang menyalahi syariat dan tidak memungkinkan baginya menghindari serta mengingkarinya. Anda dapat ketahui  batas-batas dibolehkannya profesi seorang istri dalam jawaban-jawaban soal berikut, no.  6666, 20140, 22397, 33710 dan 106815.

Yang kedua: Profesi yang sedang dia geluti tidak disyaratkan kepada anda, maka dalam hal ini dibolehkan bagi anda untuk memerintahkannya agar meninggalkan pekerjaannya dengan tanpa ada maksud menyulitkannya. Sudah merupakan kewajiban dia untuk mentaati anda, karena sesungguhnya seorang perempuan dilarang keluar dari rumahnya melainkan dengan izin suaminya.

Lihat juga jawaban soal no.  127880.

Terdapat keputusan dalam himpunan fiqih Islam internasioanal yang bersumber dari aturan muktamar islam pada pertemuannya yang ke 16 di Dubai (Uni Emirat Arab) yang diselenggarakan pada tanggal, 30 Safar–5 Rabiul Awwal 1426 H, bertepatan dengan 9 – 14 April 2005 M. Sebagai berikut :

Kelima: tentang persyaratan bekerja:

1- Dibolehkan bagi seorang istri untuk mengemukakan syarat pada saat akad nikah bahwa dia akan bekerja di luar rumah. Jika suami telah ridha dengan syarat tersebut maka suami harus konsisten dengan hal itu. Hendaknya syarat yang dikemukakan pada saat akad nikah haruslah jelas dan terang.

2- Dibolehkan bagi suami untuk meminta istrinya agar meninggalkan pekerjaannya setelah suami memberikan izin kepadanya untuk bekerja jika memang dalam meninggalkan pekerjaan tersebut terdapat kebaikan bagi keluarga dan anak-anak.

3- Secara syariat tidak dibolehkan menggabungkan antara pemberian izin kepada istri untuk bekerja di luar rumah atau memberikan syarat kepadanya bahwa dia boleh bekerja diluar rumah akan tetapi sebagai gantinya dia harus bersama-sama menanggung nafkah keluarga yang mestinya menjadi kewajiban suami, atau memberikan bagian dari gajinya kepada suami sebagai imbalan dari penghasilannya.

4- Tidak selayaknya bagi seorang suami untuk memaksa istrinya agar bekerja di luar rumah.

Keenam: Keikutsertaan istri dalam kepemilikan harta (harta gono-gini) :

Apabila seorang istri secara nyata memberikan andil dengan hartanya atau hasil dari profesinya dalam kepemilikan rumah, apartemen atau usaha perniagaan, maka sesungguhnya dia memiliki hak dalam kesertaan kepemilikan rumah tersebut atau usaha apapun yang digeluti sesuai dengan harta benda yang dia sahamkan untuk hal tersebut.

Ketujuh : Keburukan suami menggunakan haknya  dalam melarang istrinya untuk bekerja :

1- Didalam pernikahan ada hak-hak dan kewajiban timbal balik antara suami dan istri, dan hak serta kewajiban tersebut dibatasi secara syar’iat, maka sudah selayaknya interaksi antara suami-istri dibangun diatas rasa keadilan, saling sepenanggungan, tolong-menolong dan kasih sayang. Hubungan yang tidak dilandasi dengan itu semua merupakan perbuatan yang aniaya dan diharamkan secara syariat.

2- Tidak diperkenankan bagi suami berlaku buruk dalam penggunaan haknya dengan melarang istrinya untuk bekerja, atau menuntutnya agar keluar dan meninggalkan pekerjaannya, jika maksud yang diinginkan adalah hanya untuk menyakitinya. Kecuali apabila memang dalam profesinya tersebut akan mengakibatkan kerusakan dan bahaya terhadap kemashlahatan yang diharapkan.

3- Hal ini juga berlaku kepada istri apabila dia tetap bersikukuh dalam pekerjaannya yang bertujuan untuk menelantarkan suami atau keluarganya, atau dalam pekerjaannya akan mengakibatkan keburukan yang berimbas akan menghalangi tercapainya kebaikan yang diharapkan dari dibangunnya rumah tangga ”.

Kedua :

Dalam kondisi dimana profesi yang sedang dia geluti tidak disyaratkan kepada anda, maka wajib baginya mentaati anda untuk meninggalkan profesinya, dan tidak halal baginya membangkang dari perintah anda. Jika dia tetap bersikukuh terhadap prinsipnya, maka dia telah malakukan pembangkangan atau Nusyuz. Di antara sarana untuk mengobati penyakit Nusyuz ini adalah sebagai berikut :

1- Memberingan nasehat, kemudian tidak disapa atau tidak dihiraukan, kemudian dipukul yang tidak membahayakan dan tidak sampai memar. Ini merupakan cara yang ditunjukkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya :

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا (سورة النساء: 34)

“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan   pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS An Nisaa: 34)

Dan lihat juga seputar ayat di atas jawaban-jawaban soal berikut, no. 98726 dan 2076, 22216.

2- Hendaknya ada di antara keluarga istri yang memiliki pengaruh menjadi mediasi untuk memberikan nasehat kepadanya agar berkenan meninggalkan pekerjaannya dan konsen melayani suami, anak-anak dan rumah tangganya.

3- Apabila tidak memungkinkan merealisasikan apa yang tersebut di atas, maka anda boleh memberikan ancaman kepadanya dengan menjatuhkan talak. Dan anda boleh menjatuhkan talak pertama untuk menegaskan dan menjelaskan perkara yang sedang dia hadapi, bahwa tidak ada alternatif lain dari prinsip yang anda kemukakan. Jika dia tidak peduli akan hal tersebut, maka anda di hadapkan dalam pilihan; Anda tetap menahannya sebagai istri, jika anda berpendapat bahwa hal itu ada manfaat bagi anda, putra-putri anda dan rumah tangga anda. Atau anda menceraikannya.

Dan hendaklah istri mengetahui sesungguhnya dia telah berdosa karena membangkang dan melawan suaminya. Sang suami boleh mendesak istri untuk mengajukan khulu dari suaminya dan mengembalikan mahar yang telah diberikan atau membatalkan sisa mahar yang belum terbayarkan.

Kami memberikan wasiat kepada anda agar menyerahkan segala urusan kepada Allah Ta’ala dan memohon kepada-Nya agar menganugerahkan kebaikan kepada kondisi kalian berdua dan memberikan petunjuk kepada kalian jalan yang lurus.

Wallahu A’lam..

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam