Alhamdulillah.
Yang jelas –Allahu a’lam- semua yang dilahirkan dari persilangan anjing dengan hewan lainnya meskipun ia suci, hukumnya mengikuti seluruh hukum anjing. Yaitu haram memeliharanya kecuali untuk hal-hal yang dikecualikan oleh syariah, haram menjual belinya, dan najis air liurnya. Mengenai hukum anjing telah dijelaskan sebelumnya lebih rinci pada fatwa nomer 309907 , dan 5212 .
Sebagian fuqaha –rahimahumullah- telah menyatakan bahwa apa yang dilahirkan dari persilangan serigala dan anjing hukumnya seperti hukum anjing dalam hal najisnya. Asy-Syarbini Al-Khathib setelah menuturkan najisnya anjing dan babi mengatakan “Dan apa yang dilahirkan oleh keduanya, yakni berupa jenis keduanya atau salah satu disilang dengan lainnya atau disilang dengan hewan-hewan yang suci, seperti peranakan dari anjing dan serigala, maka hukumnya najis yaitu berdasarkan najis yang lebih banyak, oleh karena ia dilahirkan dari anjing” (al-Iqna’ fi Hill alfadz Abi Suja’ 1/92, Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfadz al-Minhaj 1/229, dengan perubahan redaksi).
Imam al-Ghazali –rahimahullah- menyebutkan, “Apa yang dilahirkan dari anjing dan babi atau dari salah satunya dengan hewan yang suci, maka hukumnya seperti keduanya (anjing dan babi) dalam hal tidak bolehnya berjual beli. (Kitab Al-Wasith fil Madzhab 3/18)
Ibnu Qudamah menuturkan: “Anjing, babi, dan apa yang dilahirkan dari keduanya atau dari salah satu darinya, itu adalah najis, baik bendanya, sisa-sisanya dan seluruh yang keluar darinya” (Mughni, Ibnu Qudamah 1/35).
Syaikh Abdurrahman bin Qasim al-Hanbaly menuturkan sesungguhnya apa yang dilahirkan dari persilangan antara anjing dengan hewan apapun atau antara babi dengan hewan apapun, hukumnya adalah najis. (Lihat rinciannya: Hasyiah Ar-Raudl al-Murbi’, Jilid 1/341).
Wallahu a’lam.