Jum'ah 7 Jumadil Ula 1446 - 8 November 2024
Indonesian

Kedua Orang Tua Sudah Berpisah; Apakah Dia Boleh Menikah Tanpa Izin Ayahnya?

196668

Tanggal Tayang : 18-04-2015

Penampilan-penampilan : 44916

Pertanyaan

Ayah ibuku telah berpisah sejak 24 tahun yang lalu, ketika saya masih menyusu, hubungan mereka buruk. Sekarang saya sedang dilamar seorang pemuda dan kami telah sepakat. Akan tetapi, dia ingin mendengar pendapat ayah saya dan mendengar persetujuannya. Ibu saya menolak memberitahu bapak kecuali saat akad dan lamaran telah sempurna tanpa sepengetahuannya. Pemuda itu berkata kepada saya; Harus ada persetujuan dari ayah, jika tidak maka kesepakatan antara kami batal.
Saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat, apakah jika bapak saya menolak menikahkan saya, maka saya tidak berhak menikah?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Tidak sah nikah tanpa wali. Seorang wanita tidak berhak menikahkan dirinya sendiri atau orang lain. Tidak boleh memberikan wakil untuk menikahkan wanita kecuali walinya. Jika hal itu dilakukan (perwakilan dari selain wali) maka dia tidak sh.

Perhatikan kembali jawaaban soal no. 99696

Kedua:

Para wali memiliki urutan menurut para ahli fikih. Tidak boleh melewati wali yang lebih dekat kecuali jika dia tidak ada atau hilang syaratnya. 

Wali bagi seorang wanita adalah: Bapaknya, kemudian kakek dari ibunya dan seterusnya ke atas, kemudian anak laki-lakinya, kemudian cucu laki-laki dari anak laki-lakinya dan seterusnya ke bawah, kemudian saudara laki-laki sekandung, kemudian saudara laki-laki sebapak, kemudian keponakan laki-laki dari saudara laki-laki, kemudian paman dari bapak sekandung, kemudian paman dari ibu sebapak, kemudian anak-anak mereka, setelah itu yang paling dekat nasabnya. Sebagaimana halnya dalam warisan. Adapun pemimpin muslim atau wakilnya seperti hakim adalah wali bagi mereka yang tidak punya wali. Perhatikan jawaban dalam masalah ini dalam jawaban soal no.  2127 .

Ketiga:

Wali diharuskan menikahkan orang yang berada di bawah perwaliannya jika ada seorang pelamar yang layak (dari segi agama adan akhlaknya) dan wanitanya sudah ridha. Jika dia tidak bersedia, maka dia dianggap sebagai penghalang pernikahan.

Menolak pernikahan diharamkan, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

سورة البقرة: 232

“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. SQ. Al-Baqorah: 232.

Maka dengan demikian, tidak boleh bagi wali wanita untuk mencegahnya menikah dengan orang-orang sepadan dengannya yang dia sukai. Adapun jika wanita tersebut ingin menikah dengan orang yang tidak sepadan, maka dia berhak melarangnya, dan karena itu dia tidak disebut menghalangi.

Jika sang wali menolak anak wanitanya untuk menikah dengan laki-laki yang sepadan dengannya dan dia sukai, sementara tidak ada sebab yang diterima dari penolakannya tersebut, maka hendaknya ditinjau perkaranya demi kemaslahatan sang wanita, yaitu perwaliannya berpindah kepada wali berikutnya berdasarkan urutan para wali yang telah disebutkan sebelumnya.

Syekh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata, “Kapan saja seorang wanita mencapai usia baligh, lalu datang orang yang cocok dari segi agama, akhlak dan kelayakannya, tidak ada catatan bagi wali untuk menjauhkan orang seperti ini, sementara pengakuannya ada buktinya, maka sang wali wanita harus menerima permintaannya untuk menikah dengannya. Jika dia menolaknya, maka perwaliannya akan gugur dan berpindah kepada wali berikutnya di tengah kerabatnya dari kalangan ashabah (penerima warisan yang dapat menerima seluruh sisa harta warisan).” (Fatawa Wa Rasail Muhamad bin Ibrahim, 10/74)

Lihat jawaban soal no. 36209

Maka dengan demikian, jelaslah bahwa ucapan sang pelamar bahwa dia harus mendapatkan persetujuan dari bapak anda adalah ucapan yang benar, berbeda dengan perkataan ibu yang berpendapat bahwa lamaran dapat terlaksana tanpa sepengetahuan ayah, disamping, adat kebiasaan masyarakat umum, bahkan di kalangan mereka yang tidak mengenal hukum syariat, pun akan berpendapat demikian, dan mereka tidak akan menerima seoran laki-laki memasuki rumah seorang wanita sebelum terlaksana akad nikah di antara mereka.

Berusahalah sungguh-sungguh menjelaskan kepada ibu anda hukum syar’i dalam masalah ini dan carilah perantara dari kalangan kerabat untuk menghadirkan bapak dengan cara yang sesuai. Jika sang bapak menolak untuk datang, mintalah dia untuk mewakilkan seseorang, baik dari kalangan saudara laki-laki anda, atau kerabat anda, atau kerabat sang laki-laki untuk melaksanakan akad nikah sebagai ganti darinya. Ketika itu, maka akad akan sah dan orang yang mewakilkan dapat melaksanakan tugas menggantikan bapak, karena dia tidak harus hadir.

Jika sang bapak menolak juga, maka sebagaimana telah kami jelaskan, bahwa jika demikian maka perwaliannya pindah ke wali terdekat sesudahnya berdasarkan urutan yang telah kami sampaikan.

Kami mohon semoga Allah memberikan taufik dan jalan yang benar bagi anda.

Wallahua’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam