Kamis 6 Jumadil Ula 1446 - 7 November 2024
Indonesian

Bagaimana Seorang Muslim Mencari Waktu Mustajabah Pada Hari Jumat ?

Pertanyaan

Saya punya beberapa pertanyaan seputar hadits mulia ini:

في الجمعة ساعة لا يوافقها عبد مسلم قائم يصلي فسأل الله خيرا إلا أعطاه

“Pada hari Jumat ada waktu yang apabila seorang muslim yang berdiri berdoa memohon kepada Allah kebaikan niscaya Allah akan memberikannya”.

  1. Apakah boleh saya shalat dua rakaat setelah ashar untuk mendapatkan waktu doa mustajabah pada hari Jumat ?
  2. Apa yang dimaksud dengan hadits “berdiri berdo”, apakah saya wajib berdiri melaksanakan shalat dua rakaat saat khotib sedang berkhutbah ? atau apa yang harus saya lakukan ?
  3. Jika seorang hamba dari awal malam Jumat dan mulai berdoa sampai akhir hari Jumat, yaitu setelah ashar. Apakah hal itu maksudnya bahwa ia berdoa pada sepanjang hari Jumat dan dia juga begadang pada sepanjang hari Jumat dan tidak tidur ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Telah ditetapkan di dalam sunah bahwa pada hari Jumat ada waktu mustajab, jika seorang muslim yang memohon kepada Allah kebaikan di waktu tersebut, niscaya Allah akan memberinya.  Para ulama berbeda pendapat untuk menentuakan waktu ini, lebih dari 40 pendapat. Yang paling tepat adalah dua pendapat:

  1. Sejak duduknya imam sampai selesai shalat
  2. Setelah ashar. Inilah pendapat yang terkuat dari keduanya

Kedua:

Waktu-waktu yang paling diharapkan adalah waktu terakhir dari hari Jumat, berdasarkan riwayat Abu Daud (1048) dari Jabir bin Abdullah dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda:

يَوْمُ الْجُمُعَةِ ثِنْتَا عَشْرَةَ - يُرِيدُ – سَاعَةً ، لَا يُوجَدُ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا، إِلَّا أَتَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ، فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ (وصححه الألباني في صحيح أبي داود)

“Pada hari Jumat ada dua belas, yang beliau maksud adalah dua belas waktu. Tidaklah seorang muslim memohon kepada Allah –‘Azza wa Jalla- sesuatu (pada waktu-waktu tersebut) kecuali Allah akan mengabulkannya. Carilah waktu tersebut pada waktu terakhir setelah Ashar” (Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud)

Berdasarkan riwayat Abu Daud (1046) dari Abu Hurairah, dia berkata: “Abdullah bin Salam berkata: Saya telah mengetahui kapan waktunya (waktu yang mustabah di hari Jumat).’ Abu Hurairah berkata: “Saya katakan kepadanya; beritahukan kepadaku.’ Maka Abdullah bin Salam berkata: “Waktu tersebut adalah waktu terakhir pada hari Jumat”, saya katakan: “Bagaimana dia berada pada jam terakhir hari Jumat ?” dan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda:

لَا يُصَادِفُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ يُصَلِّي

“Tidaklah seorang muslim mendapatkannya dalam keadaan berdoa”

Dan pada jam tersebut tidak ada jam shalat ?, Abdullah bin Salam berkata: “Tidakkah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

مَنْ جَلَسَ مَجْلِسًا يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ فَهُوَ فِي صَلَاةٍ حَتَّى يُصَلِّيَ

“Barang siapa yang duduk menunggu shalat, maka ia berada dalam shalat sampai dia shalat”.

Saya menjawab: “benar”, ia berkata: “Itulah yang dimaksud”.

Dan telah dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud.

Al Hafidz Ibnu Rajab Al Hambali –rahimaullah- berkata:

“Sa’id bin Manshur telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Salamah berkata: “Sebagian orang dari para sahabat Rasulullah –shallalahu ‘alaihi wa sallam- telah berkumpul, lalu mereka saling membincangkan tentang waktu mustajab pada hari Jumat. Mereka berpisah dan tidak ada perbedaan pendapat bahwa waktu itu ada pada waktu terakhir di hari Jumat”. (Fathul Baari: 8/302-303)

Silahkan merujuk pada jawaban soal: 82609

Ketiga:

Shalat tahiyyatul masjid ditetapkan syari’atnya pada setiap waktu, termasuk pada waktu-waktu yang dilarang. Karena shalat yang mempunyai sebab disyari’atkan ketika ada sebabnya.

Maka tidak masalah jika seorang muslim memasuki masjid setelah Ashar pada hari Jumat pada jam berapapun untuk melakukan shalat tahiyyatul masjid, bahkan itulah syari’at yang benar. Namun tidak disyariatkan baginya untuk berdiri melaksanakan shalat sunah mutlaq (setelah Ashar), karena shalat (sunah Mutlaq) saat itu dilarang.

Keempat:

Bukhari, no. 935 dan Muslim, no. 852 telah meriwayatkan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ يَوْمَ الجُمُعَةِ ، فَقَالَ : فِيهِ سَاعَةٌ ، لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي ، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا

“Sesungguhnya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berbicara tentang hari Jumat dan beliau bersabda: “Di dalamnya ada waktu yang apabila seorang muslim berdoa tepat pada waktu tersebut   memohon sesuatu kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya.” Dan beliau memberi isyarat dengan tangan beliau sebagai isyarat bahwa waktu tersebut sedikit.

Maksud dari sabda beliau “berdiri shalat” adalah dia duduk di masjid menunggu shalat sambil berzikir dan berdoa kepada Allah, karena barangsiapa yang duduk di masjid menunggu shalat maka dia dianggap seperti orang yang sedang shalat.

An Nawawi –rahimahullah- berkata:

“Al Qadhi berkata: Generasi salaf berbeda pendapat terkait makna dari “berdiri shalat” sebagian mererka berkata: arti shalat adalah berdoa. Arti berdiri di sini maksudnya adalah tekun dan rutin, seperti firman Allah:

مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا

“Selama kamu selalu (menagihnya)”. (QS. Ali Imran: 75)

Pandangan serupa juga disebutkan dalam Fathul Baari: 2/416 dan Mirqatul Mafatih (3/1012)

Kelima:

Tidaklah maksud dari mencari waktu mustajab membuat seseorang memberatkan dirinya, sehingga dia tidak tidur pada malam hari dan semua waktu siangnya dipakai semuanya untuk berdoa, maka hal itu merupakan kesulitan dan sikap keras bukanlah dari sunnah.

Bukanlah termasuk sunah jika seseorang terjaga pada seluruh malam dan menjadikannya untuk shalat dan berdoa, akan tetapi dia dapat bangun dan boleh juga tidur.

Sebagaimana tidak disyari’atkan pengkhususan malam Jumat dengan qiyamullail, sedangkan malam lainnya tidak, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي ، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ  (رواه مسلم، رقم (1144

“Janganlah mengkhususkan malam Jumat dengan qiyamullail di antara malam-malam yang lain, dan janganlah mengkhususkan hari Jumat dengan puasa di antara hari yang lain, kecuali bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang dari kalian”. (HR. Muslim: 1144)

Hal ini menunjukkan bahwa mencari waktu mustajab dan berjaga-jaga untuk mendapatkannya tidak dengan cara demikian.

Namun jika seorang muslim berijtihad lalu duduk di masjid setelah shalat subuh sampai waktu tertentu sesuai dengan kehendak Allah, kemudian dia pergi lebih awal menuju shalat Jumat, sampai shalat Jumat selesai bersama imam, lalu dia tetap berada di masjid sampai shalat ashar dan sampai terbenamnya matahari pada hari Jumat; maka dia telah mendapati waktu mustajab yang diharapkan insya Allah, dan diharapkan baginya Allah tidak menghalanginya dari keberkahannya.

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam