Ahad 3 Rabi'uts Tsani 1446 - 6 Oktober 2024
Indonesian

Hikmah Disyariatkan Menghilangkan Bulu Kemaluan Dan Di Ketiak

Pertanyaan

Apa sebab di cukurnya bulu kemaluan dan ketiak? Dan kenapa dahulu mereka mencukurnya di zamannya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Apakah tidak cukup dipendekkan saja? Ataukah harus dicukur?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Sunah telah menunjukkan disyariatkan menghilangkan bulu kemaluan dan ketiak. Telah diriwayatkan oleh Bukhari, (5889) dan Muslim, (257) dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ : الْخِتَانُ ، وَالِاسْتِحْدَادُ ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ ، وَنَتْفُ الْإِبِطِ ، وَقَصُّ الشَّارِبِ

“Fitrah itu ada lima atau lima hal termasuk dalam fitrah; Khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak dan memendekkan kumis.”

Hikmahnya –wallahu a’lam – dianjurkan menghilangkan bulu di dua tempat adalah bahwa dengan menghilangkannya akan mendapatkan kebersihan yang sempurna, menghilangkan bau tidak sedap yang mungkin timbul jika dibiarkan rambut tumbuh tanpa dibersihkan. Ada kemaslahatan dan hikmah yang agung.

Al-hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Terkait dengan sifat-sifat ini maksudnya bahwa sifat fitrah ini mengandung kemaslahatan agama dan dunia. Dapat kita ketahi hikmahnya, yaitu memperbaiki penampilan, membersihkan tubuh secara umum maupun secara khusus, menjaga kebersihan di dua tempat, berbuat baik, yaitu ketika berkumpul dengan menghindari bau tidak sedap, membedakan diri dari kebiasaan orang-orang kafir dari kalangan majusi, yahudi dan kristen serta penyembah patung. Juga merealisasikan perintah agama dan menjaga dari apa yang diisyaratkan Allah dalam firman-Nya:

وَصُوَّركُمْ فَأَحْسَنَ صُوَركُمْ

“dan membentuk kamu lalu membaguskan rupamu.” (QS. Al-Ghafir: 64)

Menghadirkan sunat fitrah ini juga terkait dengan makna ayat di atas Seakan-akan dikatakan, sungguh Allah telah membagus bentuk kalian, maka jangan dikotori dengan apa yang menjadikan buruk, atau jagalah dengan melanjutkan kebaikannya. Termasuk menjaga penampilan sesuai yang diinginkan. Karena seseorang ketika terlihat pada penampilan yang bagus, maka hal itu akan memudahkan penerimaan jiwa kepadanya, maka dia akan diterima perkataannya dan akan dipuji pendapatnya. Begitu juga kalau sebaliknya, akan mendapatkan kebalikannya. (Fathul bari)

Kedua:

Yang dikenal pada zamannya Nabi sallallahu aliahi wa sallam, bahwa mereka dahulu menggunakan silet untuk mencukur. Telah diriwayatkan oleh Bukhari, (5079) dan Muslim, (715) dari Jabir bin Abdullah radhiallahu’anhuma berkata:

كنا مع رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم في غزاة ، فلما قدمنا المدينة ذهبنا لندخل ، فقال : أَمْهِلُوا حتى نَدْخُلَ لَيْلًا - أَيْ عِشَاءً - كَيْ تَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ ، وَتَسْتَحِدَّ الْمُغِيبَةُ .

“Dahulu kami bersama Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dalam suatu peperangan, ketika kami sampai di Madinah, kita pergi untuk masuk (rumah), maka beliau bersabda, ‘Tungguhah sampai masuk malam hari – maksudnya waktu isya’ – agar (istri) berdandan dari tampilan yang lusuh. Dan mencukur yang tidak nampak (maksudnya mencukur bulu kemaluannya).”

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam ‘Fathul Bari’ mengatakan, “Maksud yang tidak diketahui suaminya, adalah mencukur bulu kemaluannya. Diungkapkan dengan kata ‘Istihdad’ karena biasanya digunakan untuk mencukur rambut. Tidak tertutup kemungkinan dicukurnya dengan selain silet.”

Diriwayatkan Bukhari, (3989) – kisah Khubaib bin Adi radhiallahu’anhu – di dalamnya ada, “sampai ketika mereka mengumpulkan orang yang dibunuhnya –maksudnya Khubaib – maka dia meminjam dari silet dari salah seorang anak perempuan Al-Harits, mencukur bulu kemaluannya, maka dia meminjamkannya.” Al-Hadits.

Terdapat dalam ‘Musnad Imam Ahmad, (26705) dari hadits Ma’mar bin Abdullah radhiallahu’anhu – di dalamnya disebutkan, ”Ketika Rasulullah sallallahua alaihi wa sallam menyembelih kurbannya di Mina, beliau memintaku untuk menggundul kepalanya. Maka aku mengambil pisau cukur, lalu aku cukur kepalanya. Kemudian Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam melihat ke mukaku dan berkata kepadaku, ‘Wahai Ma’mar, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam mengizinkan engkau mencukur dari batas telinga,  dengan pisau cukur tersebut.” Alhadits.

Ketiga:

Yang sesuai sunah untuk bulu kemaluan adalah dicukur, sedangkan untuk bulu ketiak yang sesuai sunah adalah dicabut. Kalau seseorang memendekkannya saja, maka tidak mengapa. Akan tetapi hal itu menyalahi yang lebih utama.

Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Kata ‘Al-Istihdad adalah mencukur bulu kemaluan. Dia dianjurkan karena termasuk fitrah dan buruk ketika ditinggalkan. Maka dianjurkan untuk menghilangkannya, dengan apapun menghilangkannya tidak mengapa. Karena maksudnya adalah menghilangkannya. Dikatakan kepada Abu Abdillah (maksudnya Imam Ahmad), “Apa pendapat anda tentang seseorang yang mencukur bulu ketiaknya dengan pisau cukur, meskipun tidak bersih?” Beliau menjawab, “Saya berharap hal itu diterima. Insyaallah.” (Al-Mughni, 1/65).

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Adapun kata (Al-Istihdah) adalah mencukur bulu kemaluannya. Dinamakan istihdad, karena menggunakan besi yaitu silet dan itu sunah. maksudnya adalah kebersihan pada tempat itu. Yang lebih utama adalah mencukurnya. Dibolehkan digunting, dicabut, atau dengan alat bernama naurah.

Kalau mencabut bulu ketiak sepakat disunahkan. Yang lebih utama adalah mencabutnya bagi yang kuat. Bisa juga dicukur dengan  naurah (alat cukur). Diceritakan dari Yunus bin Abdul A’la berkata, “Saya mendatangi Syafi’i rahimahullah, di sampingnya ada tukang cukur yang mencukur bulu ketiaknya, maka Asy-Syafi’i mengatakan, “Saya tahu bahwa yang sesuai sunah itu dicabut, akan tetapi saya tidak kuat sakitnya.” (Syarah  Muslim karangan Nawawi, 38149).

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam